Sabtu, 27 September 2008
KOTABARU – Keinginan warga Kecamatan Pamukan Utara yang berjumlah sekitar 16 ribu jiwa untuk dapat mengikuti program plasma sawit di 13 desa yang berada dalam kecamatan, sampai saat ini belum terealisasi. Camat Pamukan Utara, Johansyah menyatakan keinginan tersebut sebenarnya sudah lama didambakan warganya, namun tetap saja belum bisa terwujud karena tidak adanya program plasma di kecamatannya.
"Padahal, 13 desa di wilayah kami semuanya dikelilingi perkebunan kelapa sawit milik perusahaan PT Minamas Group," jelas Johansyah. Jumlah penduduk di kecamatan Pamukan Utara cukup besar, seperti Desa Binturung 3.204 jiwa, Lintang Jaya sebanyak 894 jiwa, Wonorejo 632 jiwa, Mulyo Harjo sebanyak 828 jiwa, Pamukan Indah sebanyak 405 jiwa, Sekayu Baru 989 jiwa, dan Desa Betung 1.238 jiwa, Desa Balai Mea sebanyak 867 jiwa, Bepara sebanyak 2.635 jiwa, Bakau sebanyak 2.025 jiwa, Kalian 604 jiwa, Harapan Baru sebanyak 1.602 jiwa dan Desa Tamiang sebanyak 317 jiwa.
Johansyah mengaku sudah tidak terhitung lagi usahanya melakukan pendekatan dengan pihak PT Minamas agar keinginan sekitar 16 ribu masyarakat Pamukan Utara terealisasi. Namun kenyataannya usaha tersebut sia-sia belaka.
Pihak perusahaan berdalih untuk membuka perkebunan plasma diperlukan lahan minimal 500 hektar dalam satu hamparan. Sementara lahan yang tersedia di setiap desa di wilayah Pamukan diperkirakan kurang dari 500 ha. Sebab, sisa lahan sudah berupa tanaman perkebunan kelapa sawit milik PT Minamas.
"Bahkan Desa Binturung yang telah dijanjikan perusahaan akan mendapatkan jatah plasma sekitar 350 ha sejak tiga tahun lalu belum terealisasi," kata Johansyah. Johansyah mengaku, kesulitan melakukan pendekatan kepada PT Minamas, agar keinginan masyarakatnya untuk memiliki perkebunan plasma kelapa sawit dikabulkan. Menurutnya, keinginan masyarakat Pamukan Utara untuk memiliki plasma perkebunan kelapa sawit cukup beralasan. Pasalnya, sejak berdirinya perusahaan perkebunan kelapa sawit di wilayah itu, masyarakat hanya jadi penonton dan karyawan biasa.
Mereka hanya mendapatkan upah sesuai dengan pekerjaannya, bukan sebagai pemilik plasma yang mendapatkan penghasilan dari hasil panen kelapa sawit. "Bagaimana masyarakat bisa maju dan lebih sejahtera, jika mereka tidak memiliki kebun sendiri. Sebab, gaji yang diterima setiap bulan pas-pasan untuk kebutuhan sehari-hari. Berbeda jika memiliki plasma, mereka akan mendapatkan penghasilan dari hasil panen dan mendapatkan gaji sebagai karyawan perkebunan," ujarnya.
Terpisah, Bupati Kotabaru H Sjachrani Mataja mengimbau semua perusahaan perkebunan kelapa sawit agar melibatkan masyarakat sekitar perusahaan dalam menjalankan usahanya. "Sudah ada aturan yang jelas, bahwa dalam izin hak guna usaha perusahaan harus bersedia menyisihkan lahannya 20 persen dari lahan inti untuk perkebunan plasma yang melibatkan masyarakat sekitar," katanya.(ins)