Monday, December 25, 2006

Lahan Petani, Modal Perusahaan

Selasa, 12 Desember 2006 01:32:21
Pelaihari, BPost
Model baru plasma sedang diterapkan oleh PT Pola Kahuripan Inti Sawit. Perusahaan yang berinvestasi di Kecamatan Kintap ini merangkul petani melalui penjaminan biaya produksi kebun plasma secara cuma-cuma.

Polanya, petani (Desa Kintapura) yang tergabung dalam KUD Bina Bersama hanya menyediakan lahan. Selanjutnya, seluruh biaya produksi ditanggung PT PKIS dan hasilnya dibagi dua.

Simbiosis multualisme tersebut telah dilegalisasi dalam bentuk memorandum of understanding (MoU) kedua pihak. Penandantanganan naskah kerjasama tersebut dilakukan di hadapan Gubernur Rudy Ariffin dan Bupati Tala Drs H Adriansyah usai peringatan hari jadi ke-Tala, Rabu (6/12).

Ketua KUD Bina Bersama Suryanto terlihat gembira usai meneken kerja sama tersebut. Impian memiliki kebun sendiri akan segera terwujud.

Suryanto mengatakan komoditas yang ditanam adalah karet. Tanaman keras ini dipilih selain cocok dengan lahan yang ada, juga jaminan pemasaran dan harga yang ekonomis.

Dalam kerja sama tersebut, total luas lahan yang disediakan anggota kelompoknya 1.400 hektare. Selanjutnya PT PKIS akan menyulap seluruh lahan tersebut menjadi hamparan kebun karet.

Menjelang panen, lahan yang ditanami karet tersebut akan dibagi dua. Setengahnya, diserahkan kepada anggota KUD Bina Bersama dan 700 hektare lainnya dikelola perusahaan. roy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Tapin Perluas Areal Karet

Minggu, 26 Nopember 2006 01:34
Rantau, BPost
Untuk meningkatkan pendapatan petani, Pemkab Tapin berupaya memperluas kebun karet, tanaman yang bernilai ekonomis cukup tinggi.

Pada tahun anggaran 2006, Tapin bakal membuka 400 hektare areal tanaman karet melalui bantuan dari Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air (PLA) Dephut, kata Ir Lauhem Mahfuzi.

Disebutkan, total luas perkebunan di Tapin saat ini sebanyak 25.269 hektare, 18.186 hektare di antaranya merupakan lahan perkebunan karet. Lahan yang terbesar milik PT Banua Lima Sejurus dan PTPN XIII.

"Tahun ini perluasan areal kebun terus dilakukan dalam kerangka meningkatkan peluang usaha kepada petani, sehingga menambah pendapatan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan," terang Lauhem.

Selain itu, diharapkan pengelolaan hutan dan kebun dapat bersinergis dengan kepentingan ekonomi sosial dan kelestarian sumber daya alam.

Selain perluasan areal karet, juga bakal ditanam kelapa sawit seluas 100 hektare yang pendanaannya juga berasal dari pusat.

Untuk mendukung perluasan areal kebun, Pemprov Kalsel membantu dana Rp700 juta untuk pengadaan bibit karet sebanyak 200 ribu. Sedangkan untuk bibit kelapa sawit ditanam sebanyak 15 ribu bibit yang dananya dari APBD Tapin sebesar Rp478 juta.

Ada lima kecamatan yang menjadi lokasi perluasan kebun karet dan kelapa sawit tahun 2006 ini, yaitu Kecamatan Bungur, Piani, Tapin Utara, Lokpaikat dan Hatungun.

Rinciannya, 95 hektare di Piani dikelola oleh 4 kelompok tani di Harakit dan Batu Ampar.

Di Lokpaikat 64 hektare yang dikelola 3 kelompok tani yakni di Puncak Harapan, Bitahan dan Binderang.

Sementara Tapin Utara seluas 61 hektare yang dikerjakan 2 kelompok tani di daerah Rantau Kiwa dan Rangda Malingkung. Sementara di Kecamatan Bungur 25 hektare karet yang dikerjakan 1 kelompok tani dan 5 hektare lainnya Ponpes Siti Khadijah.

"Di Bungur juga dialokasikan pengembangan kelapa sawit seluas 100 hektare oleh 4 kelompok tani di daerah Rantau Bujur," kata Lauhem, sedang penanaman karet di Hatungun 150 hektare dikerjakan 5 kelompok tani. ary

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Kalteng Tawarkan Lahan

Sabtu, 23 Desember 2006
Palangkaraya, Kompas - Kalimantan Tengah menawarkan potensi 150.000 hektar lahan bagi para investor yang berminat mengembangkan komoditas tanaman bahan bakar nabati, seperti jagung, ubi kayu, kelapa sawit, dan tebu.

Dalam kaitan itu, pembicaraan teknis dengan calon investor dalam negeri akan diadakan pada Januari 2007.

"Ini menindaklanjuti instruksi presiden tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan baku nabati sebagai energi alternatif," kata Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Agustin Teras Narang di Palangkaraya, Jumat (22/12).

Komoditas jagung dan ubi kayu dinilai paling cocok dikembangkan di provinsi tersebut. Lahan yang tersedia untuk penanaman modal sekitar 150.000 hektar itu tersebar di beberapa kabupaten/kota. Selain itu, tanaman jarak juga sedang diujicobakan pada lahan 1.000 hektar di Palangkaraya.

Proses produksi

Pemerintah Kalteng menginginkan agar proses produksi bahan bakar nabati, dari hulu hingga hilir, berada di provinsi itu. Dengan demikian, Kalteng tidak hanya dijadikan sebagai lokasi penanaman komoditas penghasil bahan baku, tetapi juga tempat berdirinya pabrik pengolah bahan bakar alternatif.

Skema kemitraan akan dikembangkan untuk menggarap proyek itu sehingga warga ikut memperoleh manfaat. "Upaya mempermudah prosedur investasi kami tempuh dengan membangun sistem satu pintu, satu atap, dan satu meja," kata Teras.

Lewat Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang menjadi perantara, Pemerintah Provinsi Kalteng juga akan menyurati calon investor dari Jepang. Investor Jepang juga berminat mengembangkan bahan bakar nabati.

"Sembari mengembangkan program penyediaan bahan bakar nabati ini, Kalteng juga menyiapkan infrastruktur seperti pelabuhan samudra yang dibutuhkan kalangan industri," ujarnya. (CAS)

Sunday, December 24, 2006

PERKEBUNAN

Kamis, 21 Desember 2006
Palangkaraya, Kompas - Kalimantan Tengah diperkirakan memasok 1,1 juta ton minyak kelapa sawit ke luar provinsi itu tahun ini. Namun, semuanya masih dikonsumsi di dalam negeri. Kalimantan Tengah belum dapat mengekspor sawit karena tidak ada pelabuhan samudra yang dapat menampung tongkang bertonase puluhan ribu ton.

"Untuk mengirim lewat pelabuhan samudra di Belawan atau Dumai, kami kalah saing dalam hal biaya pengangkutan," kata Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Cabang Kalimantan Tengah (Kalteng) Teguh Patriawan di Palangkaraya, Rabu (20/12).

Saat ini ada 24 pabrik minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di Kalteng dengan kapasitas olah 1.100 ton per jam. Tahun depan akan ada penambahan empat pabrik baru sehingga kapasitas olah berkisar 1.250 ton per jam.

Hingga November 2006, CPO yang keluar dari Kalteng tercatat 924.000 ton dan diprediksi hingga akhir tahun ini mencapai 1,1 juta ton. "Dengan produksi sebesar itu, kami memperkirakan Kalteng menempati peringkat keempat di Indonesia dalam produksi sawit setelah Riau, Sumatera Utara, dan Jambi," kata Teguh.

Luas kebun sawit di Kalteng sekitar 530.000 hektar, yang menyerap banyak tenaga kerja. "Kalkulasinya, satu hektar lahan membutuhkan tenaga kerja 0,2 orang. Dengan demikian, jumlah tenaga kerja yang diserap di lahan seluas 500.000-an hektar itu mencapai ratusan ribu orang," kata Teguh lagi.

Kalkulasi 0,2 tenaga kerja per hektar tersebut hanya untuk tenaga kerja yang terkait langsung di kebun kelapa sawit.

Kebun kelapa sawit di Kalteng tersebar di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Barito Selatan, Barito Utara, Sukamara, Lamandau, Seruyan, Katingan, Barito Timur, dan Kota Palangkaraya. (CAS)

Friday, December 15, 2006

Kejaksaan Hati-hati Tangani Perkebunan

Minggu, 12 Nopember 2006 01:26
Sampit, BPost
Proses hukum kasus kebakaran lahan yang melibatkan perusahaan perkebunan terus bergulir. Kejaksaan Negeri (Kejari) Sampit masih meneliti lima berkas lima perusahaan perkebunan yang diserahkan Polres Kotim dan Polres Persiapan Seruyan belum lama ini.

Kepala Kejari Sampit Candra Sidhayatra mengatakan, akan meminta saksi ahli terhadap bentuk dampak buruk lingkungan akibat kebakaran lahani. Jika semua lancar maka kasus tersebut bisa segera dilimpahkan ke pengadilan.

"Kita minta keterangan dari saksi ahli dulu bagaimana dampak kerusakan lingkungan. Selain itu semua juga tergantung penyidik dari kepolisian. Kalau berkasnya belum lengkap maka terpaksa kami kembalikan agar disempurnakan," katanya.

Seperti diketahui lima perusahaan perkebunan tersebut tiga di antaranya berada di Kotim yaitu PT Karya Makmur Bahagia, PT Agro Karya Prima Lestari dan PT Agro Bukit. Sedangkan perusahaan berlokasi di Seruyan yaitu PT Sarana Titian Permata dan PT Hamparan Masawit Bangun Persada. "Ada satu orang tersangka dari masing-masing perusahaan itu," imbuhnya.

Candra mengatakan, berhati-hati dalam menangani kasus yang tergolong baru di Kotim agar tidak melanggar prosedur. Meski demikian kejaksaan tidak bisa memanggil para tersangka karena kasus tersebut merupakan pidana umum biasa yang ditangani kepolisian.

"Kami juga akan lihat penetapan status tersangkanya bagaimana. Ini adalah perkara baru jadi kami harus hati-hati. Meski demikian saya tegaskan prosesnya akan terus berjalan," janjinya. mgb

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Friday, December 08, 2006

Hari Ini, Sengketa Sawit Dibahas

Rabu, 08 Nopember 2006 00:05:48
MARTAPURA - Permasalahan dugaan penyerobotan lahan milik warga Desa Sungai Rangas Ulu, Kecamatan Martapura Barat oleh PT Mundrat Intan Barakat (MIB) akan dibahas pada rapat gabungan yang melibatkan Komisi I dan Komisi II DPRD Banjar.

"Masalah dugaan penyerobotan lahan warga Sungai Rangas Ulu oleh MIB akan dibahas pada rapat gabungan Komisi I dan II DPRD Banjar hari ini," ujar Kadisbun Banjar Ir Wildan Amin MM, Selasa.

Wildan mengatakan, pihaknya mesti hati-hati mencermati permasalahan tersebut, sebab boleh jadi masalah tersebut muncul karena kesalahpahaman saja antara kedua belah pihak.

"Bisa saja, MIB telah melakukan usaha secara prosedural, di sisi lain, boleh jadi memang ada hak-hak warga di dalam areal HGU MIB seluas 4.000 hektare tersebut," ujarnya.

Ia menyambut baik, gagasan dewan untuk memasilitasi permusyawarahan antarwarga bersama dengan MIB, sehingga permasalahan bisa diselesaikan secara baik-baik.

Menurutnya, masalah adanya klaim kepemilikan oleh warga di atas lahan HGU MIB, bukan menjadi tanggung jawab Disbun Banjar. Disbun berupaya menjadi penengah masalah tersebut, sehingga masing-masing pihak tidak dirugikan.

Wildan menambahkan, untuk memperoleh HGU, MIB diperkirakan sudah memenuhi prosedur yang berlaku seperti pengurusan izin investasi, izin lokasi, izin usaha perkebunan dan HGU.

"Ketika di pengurusan izin lokasi, aparat desa setempat, BPN dan perusahaan sudah mensosialisasikan dan memberitahukan kepada publik tentang lahan yang akan digarap tersebut dengan maksud menunggu kalau-kalau ada klaim dari pihak warga," jelasnya. adi

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Bank Harus Berani Danai Kebun Sawit

Jumat, 08 Desember 2006
Jakarta, Kompas - Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla menyatakan, perbankan nasional harus lebih berani mengambil risiko mengucurkan kredit untuk pengembangan lahan kelapa sawit. Upaya ini untuk mengejar target Indonesia sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia pada tahun 2008.

Penegasan ini disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla, saat membuka seminar nasional mengenai kelapa sawit dan deklarasi Dewan Minyak Sawit Indonesia di Denpasar Bali, Kamis, (7/12).

Dalam kesempatan itu, Wapres menyaksikan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Mendiknas Bambang Sudibyo dan Mentan Anton Apriyantono soal Peningkatan Kompetensi Sumber Daya Manusia Pertanian dalam rangka Pengembangan Agrobisnis Perkebunan.

Pemerintah dan berbagai pihak terkait harus memiliki komitmen untuk meningkatkan industri minyak kelapa sawit Indonesia. Di antaranya, mencapai target menjadi produsen terbesar di dunia pada tahun 2008.

Saat ini posisi Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Padahal negara tetangga itu tidak memiliki lahan seluas Indonesia. "Saya yakin hal itu akan tercapai," tambah Wapres.

Saat ini minyak sawit dunia 85 persennya dihasilkan oleh Indonesia dan Malaysia. Untuk meningkatkan produksi minyak sawit Indonesia, tambah Wapres, pemerintah telah mencanangkan program revitalisasi perkebunan kelapa sawit, kakao dan karet.

Proyek revitalisasi kelapa sawit itu ditargetkan mencapai luas satu juta hektar, untuk mendukung program bioenergi (biodisel dari minyak sawit). "Minyak sawit merupkan sumber makanan dan energi, jadi pasti permintaan tak akan berkurang," kata Wapres.

Dibutuhkan keyakinan

Yang dibutuhkan saat ini adalah keyakinan. Apabila tidak punya keyakinan, maka akan sulit perhitungannya. Konsultannya juga bingung, kapan kembalinya internal rate of return (IRR/tingkat suku bunga pengembalian) yang menguntungkan.

"Kita tinggal bekerja dengan serius. Jika bunga sudah tetap, lahan juga sudah ada, orang juga ada, insinyur juga banyak. Apalagi yang kurang, yaitu kerajinan yang kurang. Jika kerajinan juga tidak ada, apalagi yang dipunyai bangsa ini?" tanya Kalla

Oleh sebab itu sistem perbankan nasional harus siap bekerja lebih berani. Dana yang ada jangan hanya diputar di sektor keuangan saja, tetapi juga harus dialirkan ke sektor produktif. Dengan demikian sektor riil bisa bekerja dengan baik.

Disiapkan dua juta hektar

Sementara itu, Mentan Anton Apriyantono mengatakan, untuk revitalisasi pengembangan lahan, pemerintah telah menyiapkan 2 juta hektar lahan.

"Petani dan pekebun wajib membayar bunga kredit investasi sebesar 10 persen selama masa pembangunan, yaitu lima tahun untuk minyak kelapa sawit, dan untuk kakao, serta karet selama 7 tahun. Dengan demikian selisih bunga antara bunga komersial dan bunga perbankan menjadi beban pemerintah," kata Anton.

Menurut Anton, untuk mendukung pembiayaan pengembangan revitalisasi lahan perkebunan dan energi nabati, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mendukung penyediaan subsidi. Bunga yang dikenakan sesuai dengan Peraturan Menkeu No. 117 Tahun 2006. (har)

Sunday, November 19, 2006

Pengusaha Sawit Kecewa

Jumat, 17 November 2006
Jakarta, Kompas - Pengusaha kelapa sawit dan udang merasa kecewa karena tidak termasuk sebagai sektor usaha yang menerima insentif Pajak Penghasilan yang baru diumumkan pemerintah. Padahal, kedua sektor ini juga membutuhkan insentif tersebut untuk meningkatkan investasi agar memiliki nilai tambah.

"Kami sudah sering kemukakan bahwa industri hilir kelapa sawit selama ini masih kurang berkembang sehingga harus ada insentif juga. Jika seperti ini, wajar Indonesia hanya mampu menjadi eksportir minyak sawit mentah terbesar dunia tanpa nilai tambah apa pun," kata Ketua Harian Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Derom Bangun saat dihubungi di Medan, Kamis (16/11).

Industri kelapa sawit wajib menyetor Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 tentang laba perusahaan sebesar 30 persen kepada pemerintah. Artinya, jika perusahaan memperoleh laba Rp 1 miliar dalam setahun, perseroan wajib menyetor sebesar Rp 300 juta kepada pemerintah. Kondisi ini menyebabkan industri hilir kelapa sawit sulit berkembang.

Hal itu karena industri kelapa sawit masih harus mengembangkan infrastruktur sendiri di kawasan kebun hingga ke pabrik kelapa sawit. Selanjutnya, kerusakan jalan dari pabrik menyebabkan ongkos angkut minyak sawit mentah (CPO) ke industri pengolahan menjadi mahal.

Malaysia menerapkan PPh lebih rendah dari 30 persen untuk seluruh jenis industri. Pada kelapa sawit, Derom yakin nilai yang dipungut jauh lebih rendah karena merupakan salah satu sektor andalan Malaysia. Pemerintah Malaysia juga membangun infrastruktur, yakni dari jalan hingga pelabuhan, sehingga ongkos produksi dapat ditekan.

"Kalau pemerintah serius ingin mengembangkan kelapa sawit sebagai industri pionir, insentif PPh sangat dibutuhkan. Kebijakan ini akan meningkatkan daya saing kami dengan Malaysia pada produk hilir kelapa sawit," katanya.

Indonesia memproduksi 13,3 juta ton CPO tahun 2005, sedangkan Malaysia sekitar 15 juta ton tahun 2005. Tahun ini ditargetkan produksi meningkat menjadi 15,2 juta ton, sedangkan Malaysia sebesar 15,1 juta ton.

Budidaya udang

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Ady Surya mengaku kecewa atas pengabaian terhadap usaha budidaya udang dalam kebijakan pemberian insentif PPh. Padahal, antusiasme investor untuk menanamkan modalnya pada usaha budidaya dan pengolahan udang begitu besar.

Lebih dari itu, volume produksi udang hasil budidaya pun cenderung meningkat setiap tahun. Seperti pada tahun 2003 sebanyak 193.935 ton, tahun 2004 menjadi 238.843 ton, dan tahun 2005 mencapai 279.539 ton. Sebaliknya, udang hasil penangkapan di laut cenderung stagnan, rata-rata 240.829 ton per tahun.

Luas lahan yang potensial untuk budidaya udang 1,3 juta hektar, tetapi yang tergarap baru lebih kurang 375.000 hektar. Volume produksi pada tambak intensif 20 ton per panen, tambak semi-intensif 3 ton-5 ton per panen, dan tambak tradisional 0,5 ton per panen.

"Dengan luas lahan potensial yang belum tergarap, berarti peluang investasi dalam usaha budidaya udang begitu besar. Demikian pula dengan peluang produksi budidaya. Jadi, pantas jika industri perikanan budidaya juga diberikan insentif," kata Ady.

Ia juga kecewa dengan insentif PPh hanya diberikan bagi usaha penangkapan ikan di Samudera Hindia. Itu berarti, usaha tersebut hanya tersebar di timur Sumatera dan selatan Jawa. Kebijakan itu justru menghambat peluang usaha perikanan di kawasan timur Indonesia (KTI).

"Jika pemerintah serius mendongkrak usaha penangkapan dan pengolahan ikan, seharusnya insentif itu diberikan untuk investasi di KTI. Di sana merupakan sentra potensi dan produksi perikanan," ujar Ady. (jan/ham)

Hutan Karet Habis Terbakar, yang Tersisa Hanya Amarah

Kamis, 16 November 2006
Acung menunjuk ke arah hutan karet seluas 3,5 hektar yang dimilikinya turun-temurun. Tiap hari dia menyusuri hutan untuk menoreh delapan kilogram getah, yang tiap kilogram dijual Rp 7.500 pada pengumpul.

Hutan karet milik Acung berada di tepi perkebunan kelapa sawit milik PT Mega Sawindo Perkasa (MSP) di Desa Lalang, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Desa itu dapat dicapai dua jam berkendara dari Pontianak melalui ruas Trans-Kalimantan yang belum diaspal.

"Keterlaluan. Perusahaan hanya mau bayar hutan karet Rp 500.000 per hektar. Mau makan berapa lama dengan uang Rp 1,75 juta," kata Acung. Dia menduga perusahaan sengaja membakar hutan karetnya karena dia menolak dikonversi menjadi kebun sawit.

Awalnya, kebakaran terjadi di areal PT MSP. Lalu, merambat ke ladang penduduk. Acung curiga kebakaran itu disengaja. Dia semakin marah karena pekerja perkebunan tidak membantunya memadamkan api.

Manajer Lapangan PT MSP, Kong, membantah perusahaannya membakar lahan warga. "Kami juga korban. Uang Rp 500.000 itu bukan ganti rugi, tapi bantuan bagi warga," tutur Kong yang warga Malaysia itu.

Acung menganggap bantahan itu tidak tepat. Alasannya, PT MSP juga telah membayar denda adat Rp 50.000, yang berarti PT MSP telah mengaku salah.

Di Desa Lalang itu perusahaan tempat Kong bekerja akan membuka kebun sawit seluas 2.000 hektar. Sudah ratusan hektar dibuka, namun hingga November ini belum satu pohon kelapa sawit pun ditanam karena bibit sawit baru disemai.

"Kemarau ini sangat parah. Udara kering, rumput pun kering. Sebatang rokok saja dapat menyebabkan kebakaran. Kami ini juga korban," ucap Kong.

Selain Acung, ada warga lain yang hutan karetnya terbakar. Alung, misalnya, mengaku per hari menoreh enam kilogram getah karet. Sementara Yusak menoreh 20 kilogram getah karet per hari. "Saya geram ketika seorang pekerja perkebunan bilang karet dapat tumbuh lagi. Saya bilang, tahu enggak kalau butuh 16 tahun untuk ditoreh lagi," kata Yusak. Seperti Acung, Yusak pun terlihat sangat marah, tapi tiada daya.

Untuk menghadapi PT MSP, kini Acung, Yusak, Alung, dan beberapa penduduk desa telah berkonsultasi dengan pengacara Pontianak, Andel. Mereka berharap Andel dapat memperjuangkan nasib mereka.

Jalur hukum merupakan salah satu upaya penduduk desa. Apalagi sekelompok petugas keamanan dibayar perusahaan untuk menghalangi siapa pun yang ingin mempertanyakan nasib hutan karet mereka.

"Kami pakai pengacara. Semoga hukum masih ada dan kami menang," ujar Acung bersemangat saat ditemui di kawasan perkebunan PT MSP.

Tidak lama, delapan petugas keamanan menunggangi sepeda motor RX-King "mengepung" kami. Kata-kata mereka sedikit mengancam. Ada sedikit rasa gentar. Terlebih, beberapa petugas mengatakan dapat membuat kami tidak keluar selamat dari perkebunan.

Dalam bahasa Dayak, Acung membantah ucapan petugas keamanan. Petugas itu pun pergi setelah kami berjanji melapor ke kantor mereka. "Mereka saudara sekampung walau sekarang memusuhi kami karena telah bekerja dan digaji perusahaan," tutur Acung. Kini, konflik horizontal antarwarga Desa Lalang memang terlihat nyata.

Kepala Desa Lalang Alex Pramana membenarkan, kini ada warga yang pro maupun kontra perkebunan sawit. Namun, dia tidak ingin memihak karena kedua pihak adalah warganya.

Haryono Sadikin dari organisasi konservasi lingkungan WWF-Indonesia untuk Pontianak, prihatin atas pembukaan lahan sawit oleh PT MSP. "Saya tidak mengerti mengapa mereka harus membabat hutan karet masyarakat yang masih produktif. Masih banyak lahan kritis yang dapat diusahakan," ujarnya.

Menurut Haryono, pemerintah daerah dan kepolisian harus menyidik kebakaran lahan PT MSP yang merembet ke lahan rakyat. "Membakar lahan tetap lebih murah daripada membuka lahan dengan alat berat dan banyak pekerja. Musim kemarau sering diperdaya sebagai alasan terjadinya kebakaran tanpa disengaja," tutur Haryono. PT MSP, kata Kepala Bapedalda Kalbar Tri Budiarto, kini sedang disidik.

Kini, seusai hujan berhari-hari, langit Pontianak kembali terlihat biru. Kabut asap nyaris dilupakan warga Kalbar. Namun, hutan karet milik Acung dan petani lain sudah terbakar. Mereka terlalu perkasa untuk menangis, hanya amarah tersisa.... (Haryo Damardono)

Thursday, October 26, 2006

Perkebunan Pengganti Pertambangan

Radar Banjarmasin - Jumat, 20 Oktober 2006

RANTAU - Sektor perkebunan di Kabupaten Tapin tampaknya mulai bergairah, hal ini dapat dilihat dari mulai banyaknya investor yang mencoba mengivestasikan modalnya di wilayah Tapin.

Dari data yang diperoleh dari Dinas kehutanan dan perkebunan Kabupaten Tapin, tercatat hingga pertengahan tahun 2006 ini sedikitnya ada 5 perusahaan lokal dan luar daerah yang sudah berkomitmen untuk meramaikan dunia perkebunan di Tapin. Yaitu CV Tri Dharma, PT Banua Lima Sejurus, PT Kharisma Inti Usaha, PT Kahrisma Alam Persada, dan PT Platindo Agro Subur.

Untuk CV Tri Dharma yang menginvestasikan diri pada tanaman Vanili. Perusahaan milik salah seorang pengusaha lokal ini bekerjasama dengan 10 kelompok tani dari 10 desa yang tersebar di Kecamatan Lokpaikat, Piani, Bungur, dan Binuang.

Sedangkan PT Banua Lima Sejurus menanamkan modalnya pada sub sektor perkebunan karet diatas lahan seluas 990 hektare yang terletak di Kecamatan Bungur dan Kecamatan Tapin Utara.

Kemudian untuk PT Kharisma Inti Usaha, PT Kahrisma Alam Persada, dan PT Platindo Agro Subur berinvestasi pada bidang perkebunan kelapa sawit yang totalnya lahannya mencapai 37,400 hektare. Namun ketiga perusahaan terakhir ini, kegiatannya baru memasuki tahap perizinan.

Spesifikasinya, PT Kharisma Inti Usaha rencana kegiatannya akan berlokasi di Kecamatan Tapin Tengah, Kecamatan Binuang dan Kecamatan Candi Laras Selatan dengan luas lahan sebanyak 17.000 hektare.

Untuk PT Kharisma Alam Persada rencananya akan berlokasi di Kecamatan Candi Laras Utara dan Candi Laras Selatan dengan luas lahan sekitar 5.400 hektare, dan PT Platindo Agro Subur dalam kegiatannya akan menggunakan lahan yang terletak di Kecamatan Candi Laras Utara dengan luas sekitar 15.000 hektare.

Dengan semakin berkembangnya sektor perkebunan ini, Bupati Tapin, Drs H Idis Nurdin Halidi, MAP, berharap nantinya kegiatan perkebunan ini dapat memberikan lapangan pekerjaan baru bagi warga dan diharapkan pula nantinya dapat menggantikan sektor pertambangan yang suatu saat pasti akan berakhir dalam memberikan kontribusi kepada daerah. (nti)

Wednesday, October 25, 2006

5 Ribu Ha Lahan Sawit Baru Dibuka

Radar Banjarmasin - Kamis, 5 Oktober 2006

KOTABARU – Areal perkebunan kepala sawit baru mulai ditanam di tiga wilayah yaitu Kecamatan Pamukan Utara, Sungai Durian, dan Kecamatan Pamukan Selatan. Pengamanan kelapa sawit akan dilakukan di lahan seluas 5000 hektar yang diprogramkan sampai dengan tahun 2009 mendatang.

Untuk tahap pertama pengamanan lahan 2006 sekarang ini diprogramkan seluas 500 hektar oleh PT Minamas Group yang memiliki luas areal perkebunan kelapa sawit sekitar 55 ribu hektar di tiga wilayah tersebut.

Secara simbolis Bupati Kotabaru H Sjachrani Mataja, melakukan penanaman perdana di Desa Binturung Kecamatan Pamukan Utara, yang diikuti unsur Muspida Kabupaten Kotabaru.

Areal perkebunan ini termasuk dalam areal kredit primer untuk anggota (KKPA), di mana PT Minamas Group telah resmi menjadi afalis atau penjamin dari program KKPA seluas 5.000 hektare (HA) yang akan dibuka secara bertahap sampai tahun 2009.

Dibukanya program ini berarti keinginan warga tiga kecamatan tersebut sudah terpenuhi, karena keinginan untuk adanya program plasma KKPA kelapa sawit di daerahnya sudah ada.

Selanjutnya tahap kedua yang akan dilaksanakan tahun 2007 nantinya pembukaan lahan dan penanaman kelapa sawit dari realisasi program KKPA seluas 1.500 hektar. Begitu juga untuk tahun 2008 dan 2009 akan dibuka lahan dan ditanami kelapa sawit masing-masing 1500 hektar.

General Manager KKPA Masjiwa Bahrun menyatakan, tahapan-tahapan pembukaan perkebunan kelapa sawit akan disesuaikan dengan ketersediaan lahan milik warga tiga kecamatan tersebut.

“Penanaman kepala sawit plasma ini akan disesuaikan dengan ketersediaan lahan warga, serta modal yang dapat dicairkan dari bank," ujarnya, kepada wartawan.

Dukungan dari pihak pemerintah, lanjut Bahrun, sangat diharapkan agar program yang sudah disusun tersebut berjalan sesuai dengan rencana. Adapun bentuk dukungan itu seperti dalam bentuk rekomendasi untuk mengajukan kredit di bank baru, karena bank yang sekarang ini suku bunganya jauh lebih tinggi dari Bank BRI.

"Kami berharap rekomendasi kepada Bank BRI dan mempercepat izin lokasi diberikan pemerintah daerah, serta legalitas untuk Koperasi Unit Desa (KUD). Agar program kita ini dapat berjalan sesuai rencana," katanya.

Suku bunga komersial yang ditawarkan Bank Niaga untuk membiayai program KKPA adalah Rp 27 juta untuk per hektar, jumlah tersebut sangat memberatkan masyarakat yang juga anggota KKPA.

Selanjutnya untuk tahun 2007 dan seterusnya, Bahrun berharap program KKPA itu dapat dibiayai dari dana Bank BRI yang memiliki suku bunga sangat rendah dan tentunya meringankan beban masyarakat setempat.

Bupati Kotabaru usai penanaman perdana mengatakan, pihaknya siap memberikan rekomendasi kepada Bank BRI serta mempercepat izin lokasi dan legalitas KUD. "Saya siap memberikan dukungan apa yang diminta perusahaan afalis . Tetapi harus diingat bahwa program ini bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat kita, dan pihak pengelola dana nanti juga harus transparan dan disampaikan kepada masyarakat, untuk menghindari adanya kecurigaan," jelasnya.

Di tempat lain, Bupati Kotabaru juga berharap, agar masyarakat tidak menjual kebun plasmanya kepada orang lain, sehingga rencana awal yang ingin mensejahterakan masyarakat di sekitar perusahaan tidak terwujud. (ins)

Thursday, October 19, 2006

Izin Lokasi KJW Di Luar Tahura

Selasa, 17 Oktober 2006 01:06:23

Pelaihari, BPost
Manajemen PT Kintap Jaya Wattindo (KJW) bisa bernafas lega. Sesuai hasil pengecekan ulang di lapangan, izin lokasi yang dikantongi perusahaan perkebunan itu ternyata tidak masuk kawasan Taman Hutan Raya (Tahura).

"Tidak masuk. Areal perkebunan PT KJW tidak ada yang masuk Tahura," tegas Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Kalsel Ir Hudoyo kepada BPost, Selasa (17/10), usai menghadiri Sosialisasi Produk Domestik Bruto (PDRB) Hijau di ruang pertemuan lantai II Kantor Bupati Tala.

Penegasan Hudoyo itu bertolak belakang dengan pendapat penyidik Resrim Polres Tala yang memastikan areal perkebunan KJW di Dusun Riam Pinang Desa Tanjung Kecamatan Pelaihari menjamah Tahura.

Bahkan, polisi telah menangkap dan memproses dua petinggi KJW yaitu DS (ge-neral manajer) dan TP (direktur lapangan). Keduanya dinyatakan sebagai pihak yang harus bertanggungjawab atas penebangan hutan di kawasan Tahura seluas 10-an hektare.

Luas areal perkebunan KJW 3.200 hektare sesuai izin lokasi tertanggal 2 Juni 2006 yang ditandatangani Bupati Tala Drs H Adriansyah berdasarkan pemetaan BPN Tala. Lokasinya di Desa Tebing Siring dan Tanjung Kecamatan Pelaihari. Rencananya KJW akan membuka kebun karet di situ.

Pascamencuatnya kasus tersebut, instansi lintas sektor di Tala turun ke lapangan guna melakukan pengecekan ulang didasarkan atas peta tata ruang yang ada. BPKH juga terlibat dalam kegiatan tersebut.

Informasi diperoleh, izin lokasi KJW tersebut memang tidak lagi berada di dalam kawasan Tahura jika merujuk pada revisi tata ruang (peta kawasan hutan) nomor 453. Namun sejak diusulkan dua tahun silam, revisi ini khabarnya belum disetujui oleh Menhut.

Mengacu penunjukkan 453 itu, areal KJW di Pelaihari itu memang tidak masuk Tahura. Kita juga sudah melakukan pengukuran ulang bersama-sama, dan memang tidak masuk (Tahura)," tandas Hudoyo.

Hasil pengukuran tersebut diketahui Bupati Tala dan telah diusulkan ke Gubernur. Selanjutnya tinggal dimintakan penetapan dari Menhut.

Sementara itu, penyidik Polres Tala telah menuntaskan penyidikan terhadap kedua petinggi KJW. Berkas acara pemeriksaan (BAP) nya bahkan sudah P21 atau lengkap.

Dikonfirmasi via telepon selular, Kapolres Tala AKBP Drs Sumarso melalui Kasat Reskrim Iptu Rofikoh Yunianto mengatakan, pelimpahan tahap akhir (BAP, barang bukti, dan tersangka) kepada jaksa penuntut umum (JPU) dilakukan Jumat (13/10) pekan tadi. roy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Saturday, October 14, 2006

5.000 Ha Lahan Sawit Dibuka

Senin, 09 Oktober 2006 02:03:54

Kotabaru, BPost
Penantian panjang selama empat tahun menunggu plasma kelapa sawit di tiga kecamatan yakni Pamukan Utara, Sungai Durian dan Pamukan Selatan, akhir menjadi kenyataan.

PT Minamas Group yang memiliki luas areal perkebunan kelapa sawit sekitar 55 ribu hektare (ha) di tiga wilayah tersebut menjadi penjamin dari program Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA) kelapa sawit seluas 5.000 hingga 2009, pekan lalu.

Tahap pertama seluas 500 ha secara simbolis ditanam Bupati Kotabaru Sjachrani Mataja beserta Muspida Kabupaten Kotabaru di Desa Binturung, Kecamatan Pamukan Utara.

Tahap kedua 2007 realisasi program KKPA itu dibuka seluas 1.500 ha, tahap ke iga 2008 seluas 1.500 ha dan tahap keempat 2009 kembali dibuka perkebunan kelapa sawit yang berbasis kerakyatan seluas 1.500 ha.

Bupati berharap, masyarakat tidak menjual kebun plasmanya kepada orang lain, sehingga mengakibatkan tidak terwujudnya tujuan awal menyejahterakan masyarakat di sekitar perusahaan.

Sementara, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Ir Hasbi M Thawab, mengatakan pihaknya mendukung percepatan izin lokasi program KKPA itu.

"Masyarakat yang telah mendapatkan lokasi perkebunan tidak menjual atau memindahkan tangan KKPA kepada orang lain, karena akan terjadi tumpang tindih," katanya.

Jafriyadi selaku Kepala Desa Binturung mengucapkan terima kasih kepada PT Minamas Group serta Pemkab Kotabaru yang telah mewujudkan harapan warga untuk memiliki plasma sawit sejak 2002. dhs

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Tersangka Donnie Cuma Diadukan Rusak Kebun Karet

Senin, 09 Oktober 2006 02:11

Banjarmasin, BPost
Bos PT Berkat Banua Inti (BBI), Donnie Leimena, menyayangkan tudingan atas dirinya sebagai perambah hutan sebagaimana dilansir BPost. Alasannya hanya dilaporkan sebagai perusak tanaman karet PT Kodeco, bukan terkait illegal logging dan illegal mining.

Laporan PT Kodeco atas dirinya itu, masih harus dibuktikan di pengadilan dan institusi peradilan ini yang berhak memvonis seseorang bersalah atau tidak. "Pengaduan PT Kodeco terhadap klien saya itu pun masih dugaan. Benar-tidaknya dugaan itu masih akan dibuktikan di pengadilan," kata Nizammudin SH MH, penasihat hukum Donnie Leimena, Sabtu (7/10).

Bahkan, Nizammudin mengungkapkan, ketika kliennya ditangkap terdapat beberapa kejanggalan. "Donnie sebelum ditahan hanya diberi surat panggilan sebagai saksi. Panggilan itu pun tertulis yang kedua, kami tidak pernah menerima panggilan pertama. Tapi, meski masih sebagai saksi, ia dibawa ke Polda seakan-akan sudah sebagai tersangka," jelasnya.

Oleh karena itu, pihaknya mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kapolda. Sidang praperadilan ini rencananya digelar di Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Selasa (10/10) besok. Nizammudin juga menilai penahanan kliennya aneh, karena saat penahanan bukti masih minim. Polisi baru melengkapi bukti, seperti penyitaan alat berat setelah Donnie dalam sel.

Mengenai kasus yang dihadapi Donnie, Nizammudin mengutarakan, dalam pengaduan PT Kodeco sebenarnya hanya mengenai perusakan tanaman karet di lahan mereka. Karena itu, ia heran terhadap sangkaan polisi bahwa Donnie dianggap sebagai pelaku illegal logging dan illegal mining sehingga ‘divonis’ sebagai perambah hutan.

Tersangka Donnie ditahan Polda karena diduga seolah-olah melakukan kegiatan operasional penambangan di luar Kuasa Penambangan (KP) miliknya. Dalam hal ini, di areal HPH milik PT Kodeco di Desa Sungai Dua Kecamatan Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu. Sangkaan Polda Kalsel itu dilansir BPost edisi 4 Oktober 2006 dengan judul Perambah Hutan Praperadilankan Kapolda.

Donnie pun diancam pasal berlapis, yaitu Pasal 78 ayat 6 jo Pasal 50 UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Pasal 31 UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pertambangan dan Pasal 41 UU No 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup.

Mencermati fakta dan bukti yang ada, Nizammudin, mengajukan permohonan penangguhan penahanan terhadap kliennya. Namun, permohonan itu belum juga dikabulkan Kapolda dengan alasan masih diperlukan dalam penyidikan dan dikhawatirkan Donnie melarikan diri. pwk

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Keluhkan Debu Sawit

Sabtu, 07 Oktober 2006 00:55:51

KOTABARU - Warga Dusun Binturung, Desa Bakau Pamukan Utara mengeluhkan debu jalanan yang ditimbulkan truk angkutan sawit ketika melintas kawasan poros jalan.

Debu poros jalan sawit itu mengganggu kesehatan warga terutama di musim kemarau. Pihaknya sudah beberapa kali melaporkan masalah itu ke perusahaan sawit, namun sampai sekarang tak ada tanggapan, kata Riyono, warga setempat.

Disebutkan, perusahaan kelapa sawit yang melintasi jalan desa itu adalah PT Minamas, PT Laguna dan PT Alam Raya. Warga tidak menuntut banyak, hanya minta agar perusahaan melakukan penyiraman poros jalan agar tidak berdebu.

Tak heran jika setiap hari warga desa menutup pintunya rapat-rapat setiap hari, karena debunya menempel dan masuk ke rumah warga. dhs

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Dibuka 5.000 Ha Kebun Sawit

Jumat, 06 Oktober 2006 01:06:08

Kotabaru, BPost
Ribuan warga Kabupaten Kotabaru, terutama di Kecamatan Pamukan Utara, Sungai Durian dan Pamukan Selatan akan menjadi petani plasma pada perkebunan kelapa sawit di daerahnya.

Bupati Kotabaru Drs Sjacrani Mataja telah melakukan pembukaan lahan kebun sawit plasma seluas 5.000 haktera pada tiga kecamatan tersebut.

Kebun sawit plasma di kawasan areal perusahaan perkebunan besar swasta (PBS) PT Minamas Group seluas 55 ribu hektare di tiga kecamatan tersebut telah resmi menjadi afalis atau penjamin dari program Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA) kelapa sawit seluas 5.000 hektare yang akan dibuka hingga tahun 2009.

Tahap pertama seluas 500 hektare secara simbolis ditanam oleh Bupati Kotabaru Drs Sjachrani Mataja beserta Muspida Kabupaten Kotabaru di Desa Binturung, Kecamatan Pamukan Utara.

Tahap kedua tahun 2007, realisasi program KKPA itu dibuka seluas 1.500 hektare, tahap ketiga 2008 seluas 1.500 hektare dan tahap keempat tahun 2009 seluas 1.500 hektare.

GM KKPA Masjiwa Bahrun mengatakan, tahapan pembukaan perkebunan kelapa sawit itu akan disesuaikan dengan ketersediaan lahan milik warga di tiga kecamatan.

"Kami akan menyesuaikan penanaman kelapa sawit plasma dengan tersedianya lahan warga serta modal yang dapat dicairkan dari bank, agar program tersebut dapat berjalan sesuai dengan rencana, lanjut Bahrun.

"Kami berharap Pemkab Kotabaru bersedia memberikan rekomendasi kepada Bank BRI dan mempercepat izin lokasi serta legalitas koperasi unit desa (KUD) agar program ini dapat berjalan sesuai rencana," katanya.

Bupati Kotabaru usai penanaman perdana mengatakan, pemkab siap memberikan rekomendasi kepada Bank BRI serta mempercepat izin lokasi dan legalitas KUD.

"Saya siap memberikan dukungan apa yang diminta perusahaan afalis, tapi harus diingat program ini untuk kesejahteraan masyarakat," katanya.ant

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Dari Bambu Besarkan Sembilan Anak

Selasa, 03 Oktober 2006 01:08:53

DENGAN dua kali tebasan batang bambu berwarna hijau yang memanjang itu, putus. Dengan cekatan lelaki yang menebas bambu tadi membersihkannya dari daun dan ranting, kemudian menumpuknya dengan bambu yang telah ia bersihkan.

Sabri, lelaki itu, berpuluh tahun menjadi penebang bambu. Dari hasil penjualan bambu itulah, lelaki setengah abad ini, bisa mengasapi dapur rumah dan menghidupi istri dan sembilan anaknya.

"Kini, lima anak saya sudah berkeluarga, tinggal empat anak saja di rumah yang masih saya biayai, mereka semua masih sekolah," tutur lelaki bertubuh ceking ini.

Selain menjual bambu, warga Desa Halunuk, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, ini terkadang menanam padi gunung (buyung).

Bambu didapatkan Sabri dari hutan lereng gunung sekitar kawasan Halunuk dan Lumpangi. Sebelum dijual dipotong-potong dulu hingga membentuk re’eng. Setelah dipotong lalu diikat. Satu ikatan terdapat sekitar 20 buah re’eng.

"Seikat harganya antara Rp4.000 sampai Rp4.500,-, biasanya pengumpul datang pakai truk ke sini untuk membelinya kepada kita," ujar Sabri yang ditemui BPost saat asyik memotong-motong bambu yang baru ditebang.

Namun jangan sangka bambu yang ia tebang itu gratis. Sabri membelinya dari seorang warga asli Suku Dayak setempat pemilik tanah.

"Semua lereng gunung yang lebat hutannya ini ada pemiliknya, kami biasa membeli bambu dari pemiliknya, harganya satu kelompok tanaman bambu Rp60 ribuan," ujar Sabri.

Satu kelompok tanaman bambu di lereng gunung jumlahnya sampai 30-an batang. Selain dijual sebagai potongan re’eng, bambu Loksado ini juga dijual mentah tanpa dipotong atau biasa disebut lanting.

Bambu itu ia bawa lewat jeram. Bagi warga yang menggunakan jeram biasanya penjual bambu yang berada di daerah pelosok yang kesulitan infrastruktur jalan darat.

Setelah dialirkan lewat jeram biasanya akan berhenti di daerah Kandangan Hulu, Kecamatan Kandangan Kota. Di daerah inilah dikenal daerah para pengumpul bambu yang siap dijual ke daerah lain di Kalsel dan luar Kalsel. ahmad arya

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Aktivitas HGU Di Luar Areal

Senin, 02 Oktober 2006 00:30:37

Pelaihari, BPost
Seluruh usaha perkebunan di Tanah Laut akan ditertibkan oleh Dinas Perkebunan. Langkah ini menyusul laporan yang menyebutkan terjadinya ketidaksesuaian aktivitas sejumlah usaha perkebunan dari izin lokasi atau hak guna usaha (HGU) yang dimiliki.

Pada 7 Agustus lalu, Dinas Perkebunan mengirim surat ke Dirjen Perkebunan Deptan di Jakarta, meminta izin mengaudit tata letak dan luasan kebun (di Tala). Surat itu ditembuskan ke Sekjen Deptan, bupati, dan Kasdisbun Kalsel.

Ditemui di ruang kerjanya, Jumat (29/9), Kadisbun Tala Ir A Rachman Said MP mengatakan, penataan ulang kebun sangat penting.

Tujuannya, mengetahui secara jelas kebenaran tata letak dan luasannya. Termasuk penyebarannya di lapangan yang dituangkan ke dalam peta tata ruang kabupaten/provinsi.

"Ada kemungkinan konfirmasi data tata letak, tata batas, dan luasan kebun yang selama ini dilaporkan bisa kecil atau malah lebih luas dari yang ditetapkan," ucap Rachman didampingi Kabid Pengembangan, Ardani Gurdan.

Lebih dari itu, sebut Rachman, keberadaan kebun terkadang bergeser atau tidak sesuai lagi dengan tata letak atau tata batas dari izin lokasi atau HGU yang diberikan. "Perkebunan sering melakukan penyesuaian atau pergeseran dengan kondisi di sana-sini yang dimungkinkan untuk dapat atau mudah dilaksnakan."

Untuk itu diperlukan pengukuran (rekonstruksi) lapangan dengan menggunakan GPS terhadap seluruh aktivitas perkebunan. Tidak hanya terhadap perkebunan besar swasta (PBS), tetapi juga terhadap perkebunan masyarakat/perorangan.

Kapan kegiatan lapangan itu dilakukan? Rachman belum bisa memastikan. "Ini butuh dana yang tidak sedikit. Kami harapkan kegiatan ini ditopang melalui anggaran APBN secara berkelanjutan. Setidaknya 10 ribu hektare per tahun kebun yang bisa kita tata ulang."

Pihaknya juga sedang menunggu saran dari Dirjen Perkebunan terhadap alternatif pembebanan biaya pengukuran terhadap pemilik perkebunan (PBS).

Di Tala, timpal Ardani, tercatat 20 PBS yang sebagian besar berupa kebun sawit dan karet. Sebarannya di Kecamatan Jorong, Kintap, Batu Ampar, Pelaihari, dan Bati-Bati. Total luas arealnya 70-an ribu hektare. roy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Friday, October 13, 2006

Kebun Labu Kekeringan

Rabu, 27 September 2006 00:19:41

Amuntai, BPost
Para petani di Desa Sungai Durait Hulu dan Tengah Kecamatan Babirik Hulu Sungai Utara mengalami gagal panen akibat kekeringan.

Dari sekitar 500 hektare lahan yang ditanami labu, sebagian besar mengalami gagal panen, begitu juga lahan pertanian berupa tanaman padi yang luasnya 2.000 hektare.

Desa Sungai Durait dikenal sebagai pemasok labu, terong, timun, cabe dan jagung terbesar di pasar HSU dan daerah Kalsel, Kalteng dan Kaltim. Kondisi lahan yang berada di watun satu rawa lebak, membuat mereka tak bisa mengejar musim tanam.

"Seharusnya menanam Juni lalu, tapi waktu itu lahan terendam banjir, setelah lewat bulan itu kami tanam, lahan malah kekeringan," tutur Abdurrahman, petani setempat Selasa (26/9).

Pantauan BPost, sejumlah kebun labu yang masih tersisa seperti milik Yusuf di Sungai Durait Tengah maupun kebun yang dikelola kelompok tani, daunnya mulai menguning buahnya kerdil.

Jasa pelayanan pompa air sebanyak 6 unit bantuan pemerintah yang dikelola UPJA tidak semua bisa diakses petani. Sebagian petani tak mampu membayar biaya operasional.

Akibat gagal panen itu harga labu di pasaran melonjak. Di tingkat petani, labu dengan berat sampai 10 kg Rp15.000/buah. Padahal kalau musim panen harganya Rp5.000-7.500 per/buah. Harga cabe dan tomat juga naik. Cabe rawit Rp35.000/kg dan tomat Rp7.000/kg.

"Meskipun harganya sekarang mahal, kami tetap tak bisa menikmati untung, karena hasilnya sedikit yang bisa dipanen," kata Abdurrahman. han

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Thursday, October 12, 2006

Lahan Pemda Untuk Kebun Sawit

Selasa, 19 September 2006 02:36:02

Tanjung, BPost
Lahan milik Pemkab Tabalong di Desa Kasiau Kecamatan Murung Pudak yang digunakan PT Topas untuk kebun kelapa sawit dinilai menyalahi aturan. Dewan menganggap, selama ini tak pernah diberitahu soal pinjam pakai lahan tersebut.

Menurut Martun BE anggota DPRD Tabalong, semestinya Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan Tabalong melepas lahan tersebut harus sepengetahuan dewan. Seperti halnya lahan milik Pemkab Tabalong yang digunakan Yayasan Qalbu untuk usaha penggemukan sapi.

"Kalangan LSM saja harus memberitahukan ke dewan soal pinjam pakai lahan untuk usaha penggemukan sapi di Tanjung Puri. Masa Dinas Perkebunan hanya melepas begitu saja lahan milik daerah untuk perkebunan kelapa sawit," ujar Martun.

Sebagai wakil rakyat, Martun menegaskan, sudah saatnya pema menertibkan penggunaan lahan yang menjadi aset daerah. Jangan sampai praktik bagi-bagi lahan milik daerah oleh oknum pejabat dibiarkan begitu saja.

Salah satunya lahan di belakang Dinas Bina Marga dan Pengairan yang rumornya sudah dibagi-bagi oknum pejabat. Padahal lahan tersebut milik pemerintanh daerah.

Terpisah, Kadis Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan Tabalong Ir M Saleh mengatakan, lahan yang dipakai PT Topas hanya 2 hektare di belakang kawasan wisata Tanjung Puri Desa Kasiau Kecamatan Murung Pudak.

Saleh membenarkan kalau peminjaman lahan tanpa sepengetahuan dewan dengan alasan lahan yang dipakai hanya 2 hektare, itupun hanya untuk lokasi pembibitan kelapa sawit, bukan dijadikan areal perkebunan kelapa sawit.

"PT Topas pinjam lahan untuk pembibitan kelapa sawit, sekitar 11 bulan bibit kelapa sawit langsung dijual. Karena hanya dua hektare, rasanya tidak perlu melaporkannya ke dewan namun bupati sudah kita beri tahu," jelas Saleh. mia

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Wednesday, October 11, 2006

Lahan Pertanian Kekeringan

Jumat, 15 September 2006 01:14:17

Martapura, BPost
Musim kemarau mengakibatkan lahan-lahan pertanian di beberapa kecamatan di Kabupaten Banjar kekeringan. Para petani pun menjerit karena kesulitan mendapatkan air untuk mengairi sawah.

Para petani khawatir kekeringan kali ini menjadikan mereka gagal panen. Apalagi mereka sudah rugi akibat banjir yang terjadi dua bulan lalu.

Bantuan bibit dari pemerintah daerah yang dibagikan pascabanjir, sudah mulai tumbuh. Namun, karena kekeringan yang melanda dikhawatirkan bibit yang baru ditanam itu mati.

Sebagian besar petani mengharapkan bantuan mesin air dari Pemkab Banjar untuk mengambil air dari sungai dan mengalirkannya ke lahan pertanian.

Anggota Komisi IV DPRD Banjar, H Jamhari HS, Rabu (13/9) siang mengatakan, dari kunjungan yang dilakukannya dan dari keluhan yang disampaikan petani secara langsung, saat ini para petani mengeluhkan kekeringan yang melanda di lahan pertanian masing-masing.

"Sementara, perhatian pemerintah daerah tampaknya belum ada. Padahal para petani yang mengeluh kekeringan itu sudah mengalami kerugian pada saat banjir kemarin. Kita tentunya tidak menghendaki para petani kembali menderita," tegasnya.

Kekeringan, katanya, antara lain di lahan pertanian di Kecamatan Martapura Kota, Martapura Timur dan Martapura Barat.

Ia mengharapkan pemkab setempat melalui Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan memperhatikan keluhan itu dengan membantu pengadaan mesin air.

"Saya rasa untuk satu mesin air dengan peralatannya itu sekitar Rp5 juta. Kalau bisa mengadakan sekitar 10 unit mein air dan dipinjamkan secara bergantian kepada kelompok tani kan bisa mengatasi permasalahan yang dihadapi para petani," ujar anggota dewan dari Partai PKS ini.

Menurutnya, mesin air yang diadakan bukan berarti dibagikan kepada para petani atau kelompok tani. Tapi merupakan aset milik Dinas Pertanian yang dipinjamkan pada saat petani memerlukan di musim kemarau ini.

"Saya mengharap pemkab memikirkan nasib para petani yang kita tahu sudah mengalami gagal panen pada banjir kemarin.

Apakah mereka harus mengalami gagal panen yang kedua dalam setahun ini," tandasnya. ofy

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Pabrik Sawit Dibangun Di Kalteng

Senin, 11 September 2006 00:59:41

Jakarta, BPost
PT Astra Argo Lestari Tbk (AALI) produsen produk kelapa sawit utama di Indonesia akan membangun pabrik tahun depan di Kalimantan Tengah dan Riau senilai 14 juta dolar AS. Pebrik tersebut masing-masing memiliki kapasitas 90 ton tandan buah segar (TBS) per jam.

"Satu pabrik diperkirakan membutuhkan biaya sekitar 7 juta dolar AS atau Rp65 miliar. Kami berharap dapat membangun tiga pabrik tahun ini, tetapi yang jelas baru dua pabrik yang dapat kami sebutkan," ujar Direktur Keuangan Astra Argo Lestari, Juliani Eliza Syaftari, Jumat (8/9) di Bogor.

Juliani mengatakan, pembangunan pabrik tersebut dimaksudkan untuk mendukung target produksi 2007 yang diperkirakan meningkat 10-15 persen dibanding 2006 yaitu sebanyak 965.000 ton.

Selain itu, tahun depan perseroan juga akan menambah lahan kelapa sawit baru mencapai 17.000 hektar untuk mencapai target penambahan lahan baru sebanyak 140.000 hektar. "Tahun ini, target kami adalah membuka lahan baru sekitar 10.000 hektar dan tahun depan kami perkirakan mencapai 17.000 hektar," ujar Julie.

Untuk mendukung penambahan lahan baru dan pembangunan pabrik tersebut maka tahun depan Astra Agro Lestari akan menganggarkan capital expenditure (capex) atau biaya modal sebesar Rp600 miliar. "Sekitar 80 persen dari capex tersebut akan dibiayai oleh dana internal dan sisanya dari pinjaman," katanya.

Incar Batu Bara

Sementara itu, Direktur Utama PT Astra International Michael --Group PT Astra Argo Lestari Tbk-- D Ruslim mengatakan, PT Astra berencana untuk masuk lagi ke bisnis pertambangan batu bara. Ekspansi ke pertambangan batu bara akan dilakukan melalui perseroan sendiri atau anak usaha Astra, PT United Tractors Tbk (UT).

"Tahun lalu kita sudah canangkan untuk kembali ke mining, dulu kita punya Berau Coal tapi karena restrukturisasi utang UT kita jual, kita akan masuk lagi ke mining," kata Michael D Ruslim, Sabtu (9/9).

Sementara Direktur Keuangan UT Gidion Hasan mengatakan, saat ini perseroan tengah mencari perusahaan pertambangan batu bara yang bisa diakuisisi. Tidak tertutup kemungkinan perseroan akan membuka tambang batu bara baru.

"Karena Astra mungkin kita mencari perusahaan tambang yang size-nya cukup besar atau kita ambil yang kecil-kecil tapi banyak," ujar Gidion.

Kriteria tambang batubara yang diincar Astra adalah tambang dengan kualitas batubara di atas 6 ribu kalori dan lokasi tambang yang tidak terlalu jauh dari pelabuhan.

Ketika ditanya minat Astra membeli KPC dan Arutmin yang saham minoritasnya akan dijual PT Bumi Resources, Gidion mengatakan pihaknya tidak begitu berminat. "Karena kurang jelas," ujarnya.

Saat ini UT bergerak di bidang kontraktor pertambangan dan peralatan pertambangan. Klien utama bisnis kontraktor pertambangan UT melalui anak usahanya PT Pamapersada Nusantara yaitu KPC, Adaro, Indominco, PTBA dan Kideco.dtc/sw

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Saturday, October 07, 2006

1.000 Hektare Karet Diremajakan

Kamis, 07 September 2006 01:34:18

Paringin, BPost - Selama 2006, Pemkab Balangan melakukan peremajaan tanaman karet seluas 1.000 hektare untuk mengganti tanaman yang sudah tua dan tidak produktif lagi. dengan membagikan bibit gratis kepada petani karet yang tersebar di seluruh kecamatan.

Berdasarkan data di Dinas Kehutanan, Perkebunan dan Lingkungan Hidup (KPLh) setempat, tahun 2005 luas areal perkebunan karet yang ada seluas 30.846 hektare.

Tanaman karet yang sudah tua dan rusak seluas 5.708 hektare, sehingga tak menghasilkan lagi, 5.466 hektare di antaranya merupakan tanaman karet muda yang belum menghasilkan (TBM). Sementara tanaman karet yang masih produktif seluas 19.672 hektar.

Dengan kondisi itu, produksi karet di Kabupaten Balangan tahun 2005 sebesar 24.066 ton dengan jumlah petani sebanyak 20.318 kepala keluarga.

Kepala Dinas KPLh Akhmad Effendi mengatakan, program peremajaan terhadap 5.708 tanaman tua yang tak produktif itu dilakukan bertahap, ditargetkan tuntas hingga tahun 2010.

Disebutkan, sektor perkebunan karet merupakan pendapatan utama warga, selain pertanian padi.

Dalam kondisi normal (tidak kekeringan), satu hektare lahan menghasilkan 30 kilogram karet alam per hari. Pendapatan petani mencapai Rp150.000 per hari.

Namun di musim kemarau ini produksi karetnya menurun menjadi 18-19 kg per hari, sehingga pendapatan petani pun berkurang.

Di Balangan, areal perkebunan karet tersebar di seluruh kecamatan. Namun yang terluas di Kecamatan Awayan yang mencapai 10.007 hektare. han

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Koperasi Akan Kelola Sawit

Kamis, 07 September 2006 01:59:34

Banjarmasin, BPost, Guna merehabilitasi lahan tandus 1.000 hektare di desa transmigrasi Sabuhur, Pelaihari, Tanah Laut, masyarakat setempat melalui Koperasi Merantih Jaya mengusulkan penggunaan sebagian lahan untuk perkebunan sawit.

Indra Muchlis, Manager Operasional Koperasi Merantih Jaya kepada BPost kemarin mengatakan, rencana tersebut telah disetujui Kepala Desa Sabuhur. Saat ini telah terkumpul sebanyak 250 sertifikat atas lahan yang akan digunakan yang dikumpulkan secara sukarela oleh warga.

Menurut Indra rencana tersebut sudah dikonsultasikan dengan sejumlah pihak terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal (Disperindagkop) Kabupaten Tanah Laut (Tala). Bahkan kemarin ia dan seorang rekannya berkonsultasi dengan Asisten I Pemprov Kalsel, Fitri Rifani untuk mendapatkan dukungan.

Namun setelah BPost mengkonfirmasi balik, Fitri mengatakan Pemprov belum bisa memberikan tanggapan. Karena itu Indra dan kawan-kawan diminta mengurus rekomendasi dari sejumlah dinas seperti Transmigrasi, Koperasi dan Perkebunan di kabupaten setempat terlebih dahulu.

Dijelaskan Indra, rencananya lahan 1.000 hektare itu dibagi dua. Sekitar 500 hektare akan digarap sebagai kebun sawit oleh warga transmigran di Desa Baulin Sabuhur, sisanya diserahkan ke pemerintah untuk dijadikan lahan transmigran baru bagi korban bencana gempa di Jogyakarta.

Sementara itu Bupati Tanah Laut, Adriansyah atau biasa disapa Aad mengakui pihaknya sangat mendukung keberadaan perkebunan sawit. Kendati demikian ia meminta agar rencana masyarakat Sabuhur melalui Koperasi Merantih Jaya dapat dimatangkan dulu sebelum berkonsultasi ke Pemprov.nda

Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Keluhkan Debu Sawit

Sabtu, 07 Oktober 2006 00:55:51

KOTABARU - Warga Dusun Binturung, Desa Bakau Pamukan Utara mengeluhkan debu jalanan yang ditimbulkan truk angkutan sawit ketika melintas kawasan poros jalan.

Debu poros jalan sawit itu mengganggu kesehatan warga terutama di musim kemarau. Pihaknya sudah beberapa kali melaporkan masalah itu ke perusahaan sawit, namun sampai sekarang tak ada tanggapan, kata Riyono, warga setempat.

Disebutkan, perusahaan kelapa sawit yang melintasi jalan desa itu adalah PT Minamas, PT Laguna dan PT Alam Raya. Warga tidak menuntut banyak, hanya minta agar perusahaan melakukan penyiraman poros jalan agar tidak berdebu.

Tak heran jika setiap hari warga desa menutup pintunya rapat-rapat setiap hari, karena debunya menempel dan masuk ke rumah warga. dhs

Saturday, August 19, 2006

Lahan Sawit Kalteng Dibeli Indofood

Sabtu, 19 Agustus 2006 02:26:46

Jakarta, BPost - Sekitar 60 persen lahan perkebunan sawit milik Rascal Holding Limited di Kalteng, Sumsel dan Kaltim seluas 85.500 hektar senilai Rp125 miliar dibeli PT Indofood Sukses Makmur Tbk melalui anak usahanya PT Ivomas Pratama.

Penandatangan perjanjian jual beli bersyarat dengan pihak Rascal Holding Limited melalui PT Mentari Subur Abadi (MSA), PT Swadaya Bhakti Negaramas (SBN) dan PT Mega Citra Perdana (MCP) dilakukan di Jakarta, Rabu lalu.

Direktur Indofood Sukses Makmur, Mulyawan Tjandra mengatakan, pengambilalihan lahan itu sudah disesuaikan dengan strategi jangka panjang perusahaannya.

PT SMP merupakan hasil penggabungan enam anak perusahaan PT Indofood yang terdiri PT Intiboga Sejahtera (IBS), PT Bitung Menado Oil Industry (Bimoli), PT Sawitra Oil Grains (SOG), PT Pratiwimba Utama(PU) dan PT Gentala Artamas (GA).

Sedangkan Salim Invomas Pertama yang sahamnya 80 persen dimiliki Indoffod merupakan perusahaan perkebunan Kelapa Sawit PIT Intiboga Sejahtera (BS) yang bergerak dalam industri pengolahan kelapa sawit dan produk turunanya, Indofood menguasai 80 persen saham di Bimoli dan sisanya SOG 80 persen.

Rencana pengakusisian itu sendiri, menurut Mulyawan, lebih meningkatkan peran perusahaan dalam persaingan industri minyak goreng dan lemak nabati untuk meningkatkan penjualan.

"Disisi lain investasi ini merupakan strategi perseroan, mengingat industri perkebunan memiliki prospek usaha yang baik di masa datang." Katanya. JBP/pras

Thursday, August 17, 2006

Disbun Unggulkan Kelapa Sawit

Radar Banjarmasin; Sabtu, 12 Agustus 2006

BANJARMASIN - Perkebunan kelapa sawit, agaknya tetap menjadi primadona unggulan perkebunan di Kalsel. Dari data Dinas Perkebunan (Disbun) Kalsel, keseluruhan luas perkebunan kelapa sawit sudah mencapai 173.392 hektare.

Jumlah ini terdiri dari Perkebunan Rakyat (PR) seluas 27.364 hektare atau 15,78 persen. Kemudian Perkebunan Besar Negara (PBN) seluas 2.844 atau 1,64 persen dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) seluas 143.184 atau 82,58 persen.

Perkebunan kepala sawit ini tersebar di Tabalong, Balangan, Hulu Sungai Selatan (HSS), Tanah Laut, Kotabaru, Tanah Bumbu, dan Banjar. Hal ini diakui Kepala Dinas Perkebunan Kalsel Haryono, melalui staf Bagian Perlindungan Tanaman Kehutanan, Suriansyah SP kepada wartawan koran ini, kemarin. "Kelapa sawit memang menjadi perkebunan unggulan Disbun," ujarnya.

Nah, saking diunggulkannya kepala sawit Disbun sengaja memamerkan potensi kelapa sawit pada Pameran Abdi Persada di Halaman Gedung Sultan Suriansyah yang direncanakan akan dibuka Gubernur Kalsel Rudy Ariffin, pagi ini.

Tak cuma menampilkan data-data, Disbun juga akan membawa kalapa sawit "asli" ke pameran tahunan yang merupakan rangkaian Hari Jadi Pemprov Kalsel.

Selain kepala sawit, Disbun akan menampilkan pula kelapa kopyor dan karet unggulan. Yang paling spesial, Dinas Perkebunan akan melakukan demo pembuatan minyak bio diesel dari tanaman Jarak Pagar. "Kita akan membawa mesin khususnya," ujar Divisi Desain dan Tata Ruang Stan Dinas Perkebunan itu.

Sementara itu kemarin, stan Dinas Perkebunan sudah rampung. Tak hanya memajang kelapa sawit dan kelaya, stan itu semakin asri dengan air terjun, air mancur dan berbagai tanaman hias. Maklum, stan Disbun pada Pameran Abdi Persada tahun 2005 lalu, menjadi Juara Pertama Sebagai Stan Terbaik.(pur)

Kebun Sawit Terbakar

Selasa, 15 Agustus 2006 00:46:29

Kotabaru, BPost - Ratusan hektare (Ha) kebun kelapa sawit milik PT Bumi Raya Investindo (PT BRI) di Desa Tegal Rejo, Kecamatan Pulau Laut Barat, Kabupaten Kotabaru, terbakar dalam beberapa pekan terakhir.

Perkebunan kelapa sawit yang ditanam beberapa tahun lalu dan mulai menghasilkan tandan buah segar(TBS) kini berubah menjadi hamparan sawit yang mengering dan gosong akibat terbakar.

"Waktu itu kebetulan saya lewat lokasi tersebut melihat sawit terbakar, dan kebakaran tidak hanya terjadi sekali tetapi beberapa kali," kata Camat Pulau Laut Selatan, Said Rijani SSos, kemarin.

Kebakaran perkebunan kelapa sawit di Lontar, bukan hanya terjadi pada tahun ini saja melainkan pernah terjadi sebelumnya, dan areal perkebunan yang mengering juga mencapai ratusan hektare. Meskipun masih dapat tumbuh kelapa sawit yang telah terbakar, namun pertumbuhannya akan lambat dan dapat mempengaruhi kualitas TBS.

Warga berharap, pihak perusahaan mengantisipasi terjadinya musibah kebakaran dengan melakukan pembersihan semak belukar dan rumput ilalang di sekitar pohon dan perkebunan seperti beberapa perkebunan kelapa sawit milik perusahaan lain di Kotabaru serta menyediakan armada pemadam.

Jika musibah tersebut tidak menjadi pelajaran agar tidak terulang kembali, kerugian bukan hanya diderita oleh pihak perusahaan tetapi juga akan dirasakan oleh masyarakat setempat, khususnya petani peserta plasma.

Karena perkebunan kelapa sawit bukan murni milik perusahaan PT BRI, tetapi sebagiannya adalah kebun kelapa sawit milik warga Desa Sebanti, Lontar, Kampung Baru, Tanjung Playar, Tanjung Sungkai, khususnya yang menjadi anggota Kreidit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA).

Sementara itu, kebakaran bukan hanya terjadi di Tegal Rejo km 122, musibah yang sama juga menimpa masyarakat setempat kebun buah dan tanaman keras lainnya juga turut terbakar dan kebakaran masih akan mengancam daerah tersebut terlebih lingkungan di sekitar lokasi areal Hutan Tanaman Industri (HTI) terjadi aksi tebang potong di sepanjang jalan menuju Pulau Laut Selatan.

Masyarakat berharap, pihak perusahaan dapat menyediakan alat pemadam kebakaran serta pemerintah khususnya Dinas Kehutanan dan Kelautan Kotabaru dapat membantu permasalahan warga setempat. ant

Monday, August 07, 2006

Limbah Sawit Bernilai Ekonomi

Kompas; Sabtu, 05 Agustus 2006

Gerai milik Balai Budidaya Air Tawar Jambi pada Kamis (4/8) tidak banyak didatangi pengunjung Jakarta Seafood & Indonesian Aquaculture Expo 2006. Itu dimaklumi, sebab bagian depan gerai itu hanya ditampilkan ikan patin jambal yang terisi dalam aquarium. Gerakan ikan itu agak monoton, sehingga kurang menarik pengunjung.

Sebaliknya, tidak jauh lokasi itu ada gerai beragam jenis ikan kerapu dan ikan hias lainnya. Ikan-ikan itu bukan hanya memiliki warna kulit yang indah, tapi gerakannya beraneka macam, sehingga mampu menyedot banyak pengunjung.

Kendati demikian, ada yang unik dari Balai Budidaya Air Tawar Jambi dalam pameran produk perikanan kali ini. Di pameran itu, balai tersebut menampilkan produk terbaru bernama magot.

Proses pembuatan magot, menurut Kepala Balai Budidaya Air Tawar Jambi Supriyadi, berawal dari limbah (bungkil) kelapa sawit yang dibasahi air, kemudian disimpan di dalam kaleng besar dan terbuka selama tiga sampai empat hari. Saat itu, datanglah serangga buah ke dalam kaleng, dan bertelur.

Selang dua sampai tiga pekan berikutnya telur serangga tersebut memproduksi belatung (magot). Magot itu nantinya dikeringkan, dan digiling menjadi tepung. "Tepung magot ini dapat menjadi pengganti tepung ikan sebagai bahan baku pembuatan pakan. Kadar protein yang terkandung dalam tepung magot sebesar 40 persen," kata Supriyadi.

Sebuah keprihatinan

Motivasi memproduksi magot dilatarbelakangi keprihatinan terhadap kondisi pakan nasional. Maklum, hingga kini Indonesia masih mengimpor tepung ikan untuk bahan baku pakan.

Volume impor tepung ikan rata-rata 32.000 ton per bulan atau 384.000 per tahun. Itu meliputi untuk pakan ternak 60 persen dan 40 persen diolah menjadi pakan ikan. Tepung ikan impor menguasai 80 persen dari total kebutuhan pakan nasional.

Pilihan impor itu karena tepung ikan lokal umumnya diambil dari ikan yang sudah busuk, lalu dikeringkan, dan diolah menjadi tepung. Pakan berbahan baku seperti itu tak diminati udang vaname. Harga pun rata-rata di atas 1,2 dollar AS per kilogram.

Sebaliknya, pakan yang diimpor dari Peru, misalnya, bahan bakunya berasal dari ikan teri dan ikan kembung yang berkualitas tinggi. Produksi kedua jenis ikan itu di negara tersebut mencapai 17,5 juta ton per tahun. Sebagian besar di antaranya diolah menjadi tepung ikan, lalu diekspor ke negara produsen udang, termasuk Indonesia.

Kini, harga tepung ikan di pasar dunia rata-rata 1.500 dollar AS per ton. Padahal, tiga bulan lalu hanya 600 dollar AS per ton. Kenaikan harga tersebut dipicu kebijakan pemerintah Peru yang membatasi volume penangkapan ikan kembung.

Peru adalah negara produsen tepung ikan terbesar di dunia, yakni 57 persen dari total kebutuhan tepung ikan dunia sebanyak 6,2 juta ton. Setelah itu, disusul Chili sebanyak 25 persen, lalu sisanya 18 persen diproduksi Denmark, Norwegia dan Iceland.

Kebutuhan pakan udang di Indonesia rata-rata 300.000 ton per tahun. Meliputi tambak intensif 250.000 ton dan tambak yang semi-intensif 75.000 ton.

Kenyataan itu menjadi keprihatinan Balai Budidaya Air Tawar Jambi.

Maka, mulai awal tahun 2005, balai tersebut bekerjasama dengan pemerintah Perancis melakukan penelitian tentang bahan baku pengganti tepung ikan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor.

"Limbah kelapa sawit memenuhi syarat, sebab mampu menghasilkan belatung. Dari beberapa kali uji coba ternyata memberi hasil yang bagus. Ini yang membuat kami semakin bersemangat melakukan pengembangan," jelas Supriyadi.

Keunggulan lain adalah pengolahan limbah kelapa sawit menjadi bahan baku pakan juga tak membutuhkan teknologi tinggi, dan dapat dikerjakan masyarakat desa. Limbah kelapa sawit pun tidak sulit diperoleh, sebab industri kelapa sawit beroperasi di hampir semua provinsi di Pulau Kalimantan, dan Sumatera.

Di Provinsi Jambi, misalnya, volume produksi limbah kelapa sawit rata-rata 50 ton per hari atau 1.500 ton per bulan. Selama ini, komoditas itu dianggap sampah, sehingga tidak pernah dimanfaatkan.

Untuk itu, masyarakat desa akan didorong untuk menggeluti usaha pengolahan limbah kelapa sawit menjadi pakan. Tujuannya, untuk peningkatan pendapatan. Harga tepung belatung di tingkat produsen rata-rata Rp 1.500 per kilogram.

"Dalam waktu dekat kami akan kembangkan usaha pengolahan limbah kelapa sawit dengan melibatkan masyarakat lokal. Kami ingin ada sumber pendapatan baru bagi masyarakat desa," jelas Supriyadi.

Saat ini harga tepung ikan impor rata-rata Rp 135.000 per kilogram. Sebaliknya, harga tepung belatung (magot) hanya Rp 1.500 per kilogram. Itu berarti, terjadi penghematan sebesar Rp 133.500 per kilogram.

Apabila biaya bahan baku pakan makin murah, otomatis harga pakan menjadi lebih rendah. Itu berarti, harga produk perikanan Indonesia di pasar dunia pun bisa ditekan menjadi lebih murah, sehingga bisa bersaing dengan produk perikanan dari negara lain.

"Jika harga produk perikanan mampu ditekan lebih murah, lalu kualitas produk tetap terjaga, maka saya yakin produk perikanan Indonesia dapat ditekan menjadi lebih murah di pasar dunia. Peluang tersebut harus kita rebut," ujar pengamat perikanan Herman Khaerun.

Kendati demikian, menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Made L Nurdjana, pakan berbahan baku limbah kelapa sawit hanya bisa dikomsumsi ikan air tawar, seperti ikan patin dan ikan nila. Sebaliknya, perikanan air laut, seperti udang hanya cocok dengan pakan berbahan baku tepung ikan.

Bagi Made, penemuan limbah kelapa sawit menjadi bahan baku pakan merupakan sebuah prestasi besar yang harus diberi penghargaan. Alaxs sebagian kebutuhan pakan nasional dapat terpenuhi dari

Tuesday, August 01, 2006

Kelapa Sawit Plasma Makin Meluas

Radar Banjarmasin
Senin, 31 Juli 2006

Nizar: Tahun ini Dikembangkan 1.800 hektare

PELAIHARI,- Dari tahun ketahun, luas areal perkebunan kelapa sawit di wilayah Tanah Laut sepertinya akan terus bertambah. Tidak hanya oleh perkebunan besar swasta, tapi juga pengembangan kebun plasma dengan dukungan permodalan dari pemerintah.

Menurut Keterangan Kadis Perkebunan Ir H Ahmad Nizar MSi, pengembangan kebun plasma di bumi tuntung pandang, direncanakan seluas 1.800 hektare.

“Terdiri dari 1.500 hektare di lahan eks plasma tebu dan 300 hektare di luar eks plasma tebu,” terang Nizar ketika ditemui wartawan koran ini beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut ia merinci lokasi pengembangan kelapa sawit plasma (milik rakyat, Red) ditahun 2006 ini, yakni di Desa Tanjung, Tebing Siring dan Pulau Sari, masing-masing daerah eks plasma ini mendapat bantuan untuk penanaman kelapa sawit seluas 500 hektare. Kemudian di Desa Asri Mulya Kecamatan Jorong, seluas 300 hektare ditempatkan di sekitar perkebunan besar swasta.

“Pendanaannya, didukung dari APBN, APBD Kalsel dan Tala,” terangnya.

Sokongan dana dari APBN, didapat dari direktorat jenderal pengelolaan lahan dan air departemen pertanian, sebesar Rp1,646 miliar. Namun dana ini dibagi lagi untuk pembuatan jalan usaha tani, jembatan dan sumur bor.

“Kemudian dari APBD Tala sebesar Rp1,2 miliar untuk saprodi dan pemerintah provinsi membantu pengembangan 300 hektare,” tambahnya.

Lebih lanjut Nizar menjelaskan, untuk pengembangan kebun plasma di daerah Jorong dan Kintap, pihaknya menargetkan pada tahun-tahun mendatang, akan terealisasi 10.000 hektare.

Hal ini menurut Nizar sesuai dengan keinginan gubernur Kalsel, untuk membuat kawasan etalase di sepanjang jalan dari Jilatan hingga Sungai Danau. Artinya, disepanjang jalan itu, ditanami kelapa sawit dan komoditi perkebunan lainnya.

“Tahun pertama pengembangan akan didanai dari sharing APBN dan APBD,” terangnya.

Kemudian tahun kedua dan seterusnya, diharapkan perkebunan besar swasta lebih berperan, untuk membina masyarakat disekitarnya dan bekerjasama untuk membuat kebun plasma.

“Mengingat di kedua kecamatan ini cukup banyak PBS,” tambahnya.

Apalagi saat ini, menurut Nizar sudah ada perusahaan yang mulai membuka kebun plasma, yakni PT Pola Kahuripan Inti Sawit seluas 350 hektare. (dok)

Saturday, July 29, 2006

Kalsel Tidak Kebagian

Sabtu, 29 Juli 2006 02:54:50

* 9 provinsi kembangkan Kelapa Sawit
* Terkait Pengembangan Bio Solar

Jakarta, BPost - Kalsel yang memiliki areal kebun kelapa sawit sebesar 173 ribu hektare (Ha) tidak mendapat jatah pemerintah mengembangkan komoditi tersebut untuk program bahan bakar yang berasal dari minyak nabati.

Tidak mendapat kesempatannya daerah ini karena lahan yang dimiliki kalah luas dengan tiga povinsi tetangga, Kaltim, Kalbar dan Kateng.

Kaltim memiliki luas lahan 4.221.300 ha, Kalbar seluas 3.283.400 dan Kalteng seluas 3.197.900. Sedang peringkat teratas yang memiliki lahan terluas adalah Papua 5.957.00 ha.

Ketua Tim Nasional pengembang bahan bakar nabati, Al Hilal Hamdi, di Jakarta, kemarin mengatakan, provinsi yang terpilih itu memang potensial.

Menurut Al Hilal Hamdi, mantan Menteri Tenaga Kerja di era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid itu, program tersebut telah disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa waktu sebelumnya.

"Pemerintah sendiri hanya mematok lahan sebesar 3 juta hektar dengan produksi senilai 60 juta ton dan industri sebanyak 333 unit," katanya.

Al Hilal menyatakan, untuk proyeksi pengembangan bahan bakar nabati (BBN) hingga 2010 dari bahan kelapa sawit saja, tenaga kerja yang bakal terserap jumlahnya menggapai 1,5 juta orang dengan pendapatan per orang mencapai Rp20 juta per tahun untuk dua hektar lahan perkebunan.

"Kita targetkan dari kelapa sawit ini bisa menghasilkan 12 juta ton minyak. Maka itu kita akan investasi on farm dan off farm senilai Rp90 triliun dan Rp20 triliun," paparnya.

Al Hilal lebih lanjut mengatakan, selain kelapa sawit, sebenarnya dalam BBN pemerintah memproyeksikan bahan nabati semisal tebu, singkong dan jarak pagar sebagai bahan dalam pengembanangan BBN hingga 2010.

"Sasaran yang akan digapai dengan adanya pengembangan BBN ini hingga 2010 mendatang adalah menciptakan lapangan kerja yang mencapai 3-5 juta orang, meningkatkan pendapatan masyarakat, mengurangi kemiskinan, mengurangi pemakain BBM minimal 10 persen, penghematan devisa sekitar 10 miliar dollar AS, peningkatan ekspor biofuel sekitar 12 juta kiloliter, pembudidayaan lahan terlantar sedikitnya 5 juta hektar dan pengembangan desa mandiri energi dan pangan," tandasnya seraya.

Kebutuhan dana untuk menambah lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan melalui pengembangan biofuel akan mencapai dana sebesar Rp250 triliun.

"Investasi on farm dan off farm Rp 200 triliun dan infrastruktur Rp 50 triliun," sergahnya. JBP/ade

Friday, July 28, 2006

Pengembangan Sawit Tak Terarah

Selasa, 25 Juli 2006 00:51:03

Kandangan, BPost - Panitia anggaran (Panggar) DPRD HSS menilai proyek pengembangan kelapa sawit di Hulu Sungai Selatan belum terarah secara jelas. Mereka tak yakin, pola perencanaan yang dibuat Dishutbun dapat bermanfaat alias tidak mubazir.

Pada APBD 2006 lewat Dishutbun, Pemkab HSS akan mengembangkan tanaman kelapa sawit di atas lahan seluas 1.000 hektare dengan anggaran dana miliaran rupiah.

Rinciannya, 450 hektare dianggarkan lewat APBD sebesar Rp1,037 miliar, selebihnya 550 hektare dianggarkan lewat bantuan pusat. Pada ABT 2006, dana tersebut mendapat tambahan Rp26 juta untuk pembuatan kultur jaringan. Lokasi penanaman menyebar di beberapa tempat.

Syamsuri Arsyad, anggota Panggar meminta Dinas Hutbun mengubah pola perencanaan proyek kelapa sawit ini. Mau dibawa kemana nanti ini, pembelinya siapa. "Saya dengar hasil kelapa sawit yang ditanam lewat proyek demplot setahun lalu hasilnya kurang bagus," kata Syamsuri.

Plt Kadishutbun HSS Ir Udi Prasetyo membantah bila dikatakan demplot kelapa sawit itu gagal. Tidak ada yang gagal, memang ada beberapa hektare yang tak berhasil namun persentasenya kecil.

Bupati HSS HM Safi’i mengatakan demplot sawit di Lungau masih lebih banyak yang berhasil. Demplot sawit dikatakan gagal apabila jumlahnya lebih dari 50 persen. ary