Monday, July 30, 2007

Lahan PT KJW Dipantau Lewat Satelit Sukardi: Untuk Memastikan Tak Rambah Hutan

Monday, 30 July 2007 01:20

PELAIHARI, BPOST - Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan (Kalsel) segera menyelidiki aktivitas perusahaan perkebunan kelapa sawit, PT Kintap Jaya Watindo (KJW) apakah masuk atau di luar kawasan.

Kepala Dinas Kehutanan Kalsel Suhardi, mengatakan, sesuai izinnya PT KJW yang berlokasi di Desa Ranggang Dalam, Kecamatan Tangkisung Kabupaten Tala, berencana melakukan aktivitas perkebunannya di luar kawasan hutan.

Namun ada informasi sebagian aktivitas perusahaan tersebut ada yang dilakukan di dalam kawasan hutan lindung.

Untuk memastikan kebenaran informasi tersebut, tambahnya, perlu dilakukan penyelidikan melalui satelit yang akan menunjukkan peta wilayah PT KJW.

Kalau masuk dalam kawasan hutan lindung, sebelum beroperasi perusahaan harus mengantongi izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan, karena izin lokasi yang dikantongi saat ini baru izin dari bupati setempat.

Bila aktivitasnya tersebut tidak masuk kawasan hutan lindung, perusahaan tidak perlu meminta izin Menteri Kehutanan tetapi harus tetap menyelesaikan izin analisa dampak lingkungan (AMDAL) maupun UPL/UKL.

"Kalau perusahaan tidak memiliki izin tersebut, bukan hanya Bappedalda yang protes, dinas kehutanan pun protes," katanya.

Pernyataan Suhardi tersebut, menanggapi protes yang dilakukan Bappedalda Tala kepada PT KJW yang kendati belum mengantongi izin AMDAL dan UPL/UKL dan HGU telah beroperasi.

Menurutnya, sebaiknya PT KJW dalam melaksanakan aktivitasnya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan untuk menghindari kerusakan alam yang semakin parah.

Perusahaan, tambahnya, tidak bisa dengan serta merta mengklaim bahwa pihaknya telah mampu mengatur tata air dengan baik sebelum ada kajian UPL/UKL sebagai syarat lingkungan yang harus dipenuhi bagi seluruh perusahaan.

Apalagi tambahnya, sesuai dengan study literatur, sawit merupakan tanaman yang sangat rakus air namun tidak bisa menyimpan air dalam jumlah yang cukup besar pada musim banjir. ant


Perencanaan Kita Matang

Saturday, 28 July 2007 00:46

Dikonfirmasi via telepon selular, Legal PT KJW Gunawan Wibisono menegaskan seluruh kegiatan teknis di lapangan telah melalui perencanaan yang matang. Dipastikan tidak akan menimbulkan dampak atau menganggu tata air alami di Sungai Tabanio.

"Justru dengan pembangunan kanal dan pintu-pintu air di lokasi kebun berdampak positif terhadap tata air alami. Sudah beberapa tahun ini beberapa desa di sekitar kebun, seperti, Desa Ranggang, tidak pernah lagi kebanjiran. Inilah salah satu manfaat positif tata air kebun KJW," jelas Gunawan.

Mengenai Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan), lanjutnya, saat ini sedang dalam proses oleh konsultan. Mengenai kegiatan operasional, izin usaha perkebunan telah dikantongi.

"Supaya kita memperoleh data objektif, mari kita bersama tim independen menyurvei dan melakukan kajian teknis di lapangan. Nanti akan ketahuan, apakah saluran air yang kami bangun berdampak negatif atau sebaliknya, positif," tukas Gunawan. roy

Wednesday, July 18, 2007

800 Ton Sawit Tak Terangkut

Wednesday, 18 July 2007 01:48

KOTABARU, BPOST - Aksi mogok massal buruh perusahaan perkebunan besar swasta (PBS) kelapa sawit di Kotabaru, Senin (16/7), mengakibatkan 800 ton tandan buah segar (TBS) kelapa sawit tidak terangkut.

Ketua Gabungan Pengusaha Perkebunan Kelapa Sawit Kalsel Mubarok, mengatakan, akibat mogok kerja itu, perusahaan menderita kerugian ratusan juta rupiah.

"Kerugian langsung gaji karyawan yang tidak kerja karena mogok gaji tetap harus dibayar. Kerugian tidak langsung 800 ton TBS tidak terangkut nilainya sekitar Rp 400 juta," katanya.

Menghindari kerugian yang makin besar, pihaknya telah melakukan pendekatan kepada para buruh, namun kenyataannya buruh tetap menuntut pemberlakukan SK Gubernur Kalsel No:188.44/0159/KUM/2007 tentang penetapan upah minimum sektoral provinsi, pertanian, perkebunan dan industri kayu lapis, dengan jalan mogok kerja.

"Padahal kita telah menyampaikan pemberlakukan SK Gubernur itu menunggu hasil keputusan PTUN," ujarnya.

Menurutnya, kenaikan upah sebesar lima persen dari Rp 745 ribu menjadi Rp 782 ribu sesuai SK Gubernur Nomor 188.44/0159/KUM/2007 sebenarnya telah tertutupi oleh tunjangan natura berupa beras sebanyak 15 kg per bulan.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan SPSI Kotabaru M Simanjutak, mengatakan, buruh terpaksa mogok karena tidak ada kesepakatan dalam pertemuan sebelumnya.

Mogok itu dilakukan buruh Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Bersama Sejahtera Sakti (BSS) di Gunung Aru, Pulau Laut Timur, karyawan kebun di Sungai Kupang, Kelumpang Hilir dan Kelumpang Hulu. ant/dhs


Monday, July 16, 2007

Truk Batubara Mulai Nakal

Senin, 16 Juli 2007

BANJARMASIN – Pengawasan aparat terkait terhadap aktivitas angkutan batubara di kawasan Jl PM Noor mulai longgar. Buktinya, paska penertiban pelaku pungli yang digelar Poltabes Banjarmasin Sabtu (5 Mei) sekira 2 bulan lalu, angkutan batubara mulai melanggar kesepakatan dengan warga setempat.

Sekadar mengingatkan, sebelumnya telah disepakati bahwa angkutan batubara boleh melintas di Jl PM Noor, mulai pukul 19.00-07.00 Wita. Namun, dalam beberapa minggu terakhir, armada emas hitam itu masih terlihat melintas hingga pukul 08.00. Kondisi jelas dikeluhkan warga yang merasa terganggu. “Bagaimana ini, angkutan batubara telah melanggar kesepakatan. Tapi, aparat kok seperti tutup mata,” kesal seorang warga Pelambuan, Banjarmasin Barat, seraya minta namanya tidak dikorankan.

Parahnya lagi, selain melanggar batas waktu operasional, angkutan batubara juga terkesan tidak mengindahkan instruksi Polda Kalsel. Sebab, jajaran Polda Kalsel telah menerapkan uji coba tahap III angkutan batubara. Ketentuannya adalah, stockpile wilayah Tapin dan wilayah Kabupaten Banjar mulai buka jam 15.00 wita dan tutup jam 03.00 wita. Sedangkan stockpile wilayah Banjarmasin mulai buka jam 19.00 wita, dan tutup jam 06.00 wita. Kemudian untuk meminimalisir kemacetan jalan umum, Dit Lantas Polda Kalsel juga membenahi tata cara pengangkutan. Diantaranya, saat masuk stockpile truk dilarang beriringan atau konvoi, tapi bergiliran satu persatu. Selain itu, muatan dilarang melebihi 6,6 ton dan wajib ditutup terpal.

Pantauan koran ini dalam beberapa minggu terakhir di Jl PM Noor, truk batubara bermuatan terlihat konvoi, sehingga tidak ada celah bagi pengguna jalan yang melintas di kawasan tersebut. Kondisi jalan bertambah macet akibat truk yang sudah kosong balik arah dan kembali melintas di jalan tersebut dengan cara konvoi pula. “Kami warga sudah mengalah memberikan izin angkutan batubara melintas di kawasan ini. Seharusnya para sopir truk mematuhi dan jangan lagi ada konvoi, terutama sebelum pukul 24.00 Wita,” pinta warga.(sga)


UMP Perusahaan Perkebunan Dipertanyakan

Sabtu, 14 Juli 2007

KOTABARU – Masih adanya beberapa perusahaan perkebunan yang dianggap tidak membayarkan gajinya sesuai dengan Upah Minimum Sektor Provinsi sebagai pengganti Upah minimum Provinsi (UMP), membuat DPRD Kotabaru mengundang perusahaan perkebunan beserta instansi terkait untuk membicarakan masalah ini.

   Menurut pimpinan rapat Alfidri Supiannor yang juga Wakil Ketua DPRD Kotabaru, dengar pendapat masalah upah pekerja perkebunan ini dilaksanakan karena adanya laporan dari beberapa warga mengenai masalah ini.

   “Rapat dengar pendapat ini untuk mengetahui kejelasan mengenai masalah ini, dan mengetahui sejauh mana pihak perusahaan sudah melaksanakan upah minimum,” ujarnya dihadapan semua peserta rapat yang dihadiri perwakilan dari PT Sinar Mas Group, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kotabaru di gedung DPRD Kotabaru, (Rabu 11/7).

   Menurutperwakilan dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, upah minimum di Kabupaten Kotabaru sekarang ini belum ada, karena instansi terkait masih belum dibentuk. Sekarang ini upah pekerja di Kotabaru masih menggunakan upah minimum sektor provinsi.

      Untuk tahun 2007 upah minimum sektor provinsi sebesar Rp745.000, selanjutnya untuk kebijakan pengupahan ini berlaku untuk semua sektor. Selanjutnya oleh Gubernur kembali diterbitkan SK Gubernur nomor 184-44/135 Tahun 2007 yang menjelaskan pemberian gaji untuk sektor perkebunan sebesar Rp770 ribu. Selanjutnya pada SK Nomor 159 tanggal 23 April tahun 2007, upah minimum untuk sektor perkebunan ditetapkan sebesar Rp782.250.

   “Namun dari SK terakhir dari gubernur ini masih belum dilaksanakan oleh PT Sinar Mas Group dan PT Minamas Group. Tidak dilaksanakannya SK tersebut karena ada beberapa alasan dan pertimbangan yang diajukan oleh pihak perusahaan,” jelas perwakilan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kotabaru.

   Menanggapi masalah tersebut, Sura Sanjaya, perwakilan PT Sinar Mas Group dari Divisi SDM Perkebunan Sinar Mas di seluruh Indonesia mengungkapkan, sebenarnya perusahaan Sinar Mas dalam memberikan upah kepada karyawannya sudah lebih dari upah minimum sektor provinsi yang ditetapkan sekarang.

   “Selain memberikan upah, kami juga memberikan bentuk natura berupa beras. Perusahaan juga memberikan beberapa fasilitas kepada semua karyawan, dari perumahan sampai dengan kesehatan dan beasiswa untuk anak-anak karyawan,” jelas Sura dihadapan peserta hearing.

   Untuk upah dalam bentuk uang, Sura melanjutkan, PT Sinar Mas memberikan sebesar  Rp745 ribu per bulannya. Sedangkan natura beras 15 kg per bulan, untuk istri atau suami yang tidak bekerja mendapat jatah 9 kg, dan untuk anak sebanyak 3 orang sebanyak 7 kg per bulan.

   “Jika diuangkan semua upah yang diterima oleh karyawan PT Sinar Mas rata-rata Rp1 juta per bulannya, termasuk lembur. Jumlah tersebut sebenarnya sudah lebih dari upah minimum sektor provinsi saat ini,” kata Sura. (ins)

Banjir Masih Mengancam Juga Angin Puting Beliung

Thursday, 12 July 2007 02:32


Rp 3,5 Miliar untuk Bibit Sawit

BANJARMASIN, BPOST - Dinas Perkebunan Kalsel tahun ini bagi-bagi ribuan bibit kelapa sawit (elaeis) secara gratis. Dana bersumber dari APBD sebesar Rp 3,528 miliar telah disiapkan untuk pengadaan sekitar 270.000 batang bibit pohon jenis palma penghasil Crude Palm Oil (CPO).

Kabupaten Penerima Bibit Sawit

Wilayah                 Luas Lahan

Banjar                    50 hektare

Tanah Laut            900 hektare

Tanah Bumbu        200 hektare

Kotabaru               200 hektare

Banjarbaru            50 hektare

Tabalong               200 hektare

HSS                       200 hektare.

Sumber : Dinas Perkebunan Kalsel

Kepala Dinas Perkebunan Kalsel, Haryono mengungkapkan, saat ini pengadaan bibit kelapa sawit tersebut masih dalam proses tender. Pemenang tender yang nantinya bertanggungjawab membagikan elaeis kepada para petani yang sudah ditetapkan.

"Bibit sawit ini akan kita bagikan kepada para petani menunggu musim yang tepat, yakni pada musim penghujan atau sekitar bulan September-Oktober mendatang," ujarnya, Rabu (11/7).

Bibit sawit tersebut ditargetkan untuk ditanam di lahan seluas 1.800 hektare lahan milik warga di 7 kabupaten dan kota di Kalsel. Setiap satu hektare untuk ditanami 150 batang kelapa sawit.

Haryono mengatakan, untuk mendapatkan bibit kelapa sawit gratis petani harus tergabung dalam kelompok tani. Melalui kelompok tani itu petani mengajukan permohonan bibit sawit kepada dinas pertanian.

Saat ini perkebunan kelapa sawit di Kalsel seluas 184.290 hektare. Sayang 139.570 hektare di antaranya adalah perkebunan besar milik swasta. Sementara perkebunan rakyat hanya 39.089 hektare dan 5.631 sisanya perkebunan besar milik negara.

Seiring semakin berkembangnya perkebunan sawit, pihak investor berniat membangun pabrik minyak goreng berkapasitas 5.000 ton per hari ini. Bila terbangun maka akan menggantikan pabrik di Surabaya.ais


Propaganda Negatif Sawit

Wednesday, 11 July 2007 01:46

BANJARMASIN, BPOST - Kepala Dinas Perkebunan Kalsel, Haryono tetap bergeming bahwa perkebunan Kelapa Sawit patut ditumbuhkembangkan di Banua. Ia tidak gentar meski banyak pihak menyerukan bahwa tanaman monokultur tersebut berdampak negatif bagi kehidupan hayati.

Bahkan Haryono menilai seruan-seruan ketidak setujuan atas perkebunan sawit tersebut merupakan bentuk dari black campaign (kampanye negatif) atau propaganda negatif dari pihak-pihak yang luar yang takut akan kebangkitan perkebunan sawit di Indonesia.

"Sayangnya orang di negara kita sendiri kok ikut-ikutan menyerang. Padahal menurut saya ini black campaign bangsa luar yang takut perkebunan kita bangkit," ujarnya penuh semangat pada sesi Jumpa Pers Bulanan di Gedung PWI Kalsel, Selasa (10/7).

Haryono menjelaskan, kelapa sawit merupakan komoditi yang paling efisien menjadi biodiesel untuk menggantikan minyak bumi yang defositnya semakin berkurang dibanding dengan tanaman kebun lain sepeti kacang atau bunga matahari.

Menurutnya, kandungan Crude Palm Oil (CPO) pada buah kelapa sawit paling tinggi yakni 22 sampai dengan 26 persen. Hal itulah katanya, yang ditakuti dunia luar jika sampai perkebunan Indonesia bangkit sehingga melancarkan kabar negatifnya.

Saat ini kata Haryono, produksi Kelapa Sawit di Indonesia menduduki peringkat terbesar ke dua di dunia. Nomor satu dipegang Malaysia. "Tapi tahun depan kita yang akan menjadi nomor satu karena perkembangan semakin meningkat," tukasnya.

Sebagai contoh, lahan Kelapa Sawit yang menjadi komoditas unggulan di Kalsel saat ini telah mencapai 184.290 hektare dan diperkerikan terus berkembang dan 75 persen di antaranya adalah perkebunan rakyat.

Produksi CPO sendiri di Kalsel saat ini sudah mencapai angka 141.640 ton per tahun. CPO tersebut diolah di 14 perusahaan pengolahan kelapa sawit yang tersebar di Kalsel.

Meski Kelapa Sawit menguntungkan petani, Haryono mengakui perkebunan sawit yang masuk dalam kategori monokultur memiliki dampak negatif khususnya terkait ragam hayati. Namun menurutnya hal ini sudah dapat diantisipasi.ais

Cabut HPH Bermasalah

Sunday, 08 July 2007 02:30

KOTABARU, BPOST - Untuk memperlancar program perluasan areal perkebunan karet dan kelapa sawit di Kotabaru, anggota DPRD setempat mendesak bupati mencabut izin hak guna usaha sejumlah perusahaan pemegang hak penguasahaan Hutan (HPH) bermasalah.

"Kami ingin pemerintah bertindak tegas mencabut HGU atau HPH perusahaan yang bermasalah, dan lebih baik kawasan tersebut kita serahkan untuk perluasan perkebunan kelapa sawit dan karet untuk rakyat," kata Ketua DPRD Kotabaru M Alamsyah, Kamis (6/7).

Menurutnya di Kotabaru terdapat beberapa perusahaan bermasalah tidak memanfaatkan dan mengelola kawasan HPH dan HGU dengan baik, dibiarkan terbengkalai.

Anggota DPRD Kotabaru Afidri menambahkan, sejumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit juga membuka areal perkebunan melebihi izin HGU yang dikantonginya.

"Setelah melakukan tinjau lapangan, kami menemukan beberapa perusahaan nakal, tidak memanfaatkan kawasan yang telah diterbitkan izinnya, dan sebagian yang lain membuka kawasan melebihi luas areal HGU," katanya.

Berdasarkan data sementara, 11-12 HGU dan HPH di wilayah hukum Kotabaru, berupa tanaman perkebunan kelapa sawit sekitar 170 ribu haktare dan sebagian karet.

Namun hingga saat ini pemerintah daerah belum mengetahui seberapa besar prosentase pemanfaatan kawasan yang telah dikeluarkan izinnya itu dikelola dengan benar sesuai aturan oleh perusahaan pemegang izin.

Selaian mencabut perizinan HGU dan HPH yang bermasalah, DPRD juga mendesak Pemkab Kotabaru dapat membantu masyarakat untuk dapat memanfaatkan kawasan hutan yang gundul, terutama kawasan hutan yang telah dibabat habis kayu-kayunya. dhs/ant

Puluhan Karet Tumbang Dibuldoser

Saturday, 07 July 2007 03:25

PELAIHARI, BPOST - Warga Desa Pemalongan, Kecamatan Pelaihari, Tanah Laut (Tala) resah. Ini menyusul aktivitas perusahaan perkebunan kelapa sawit, PT Damit Mitra Sekawan (DMS), yang menjamah lahan dan merusak tanaman mereka.

Informasi diperoleh, perusahaan melakukan aktivitas lapangan tersebut karena mengantongi hak guna usaha (HGU) di lokasi tersebut. Sementara warga Pemalongan mengklaim lahan itu milik mereka yang sebagian telah lama dimanfaatkan dengan ditanami aneka ragam tanaman pertanian maupun perkebunan.

Pemerintah Desa Pemalongan telah melaporkan masalah tersebut ke BPN, Pemkab Tala, DPRD, dan pihak terkait lainnya. Namun hingga kini belum ada respon yang memadai.

Tiga hari lalu Sekdes Pemalongan Suranianto bersama dua warganya kembali mendatangi BPN. "Kami justru disuruh mengadu dulu ke Bupati. Padahal, masalah tanah itu kan kewenangan BPN," tutur Suranianto.

Ia berharap instansi terkait segera turun tangan membantu menuntaskan masalah sengketa lahan di desanya. Pasalnya warga semakin resah menyusul terus berlangsungnya aktivitas penggusuran lahan masyarakat oleh perusahaan sawit.

Setidaknya sudah ada 2,9 hektare lahan berisi pohon karet berusia lima bulan milik H Seno yang tergusur sejak perusahaan sawit melakukan aktivitas tiga bulan lalu. "Sudah 60 pohon karet milik saya yang tumbang karena dibuldoser. Seolah miliknya, perusahaan langsung menanami lahan saya itu dengan sawit," keluh Seno.

Suranianto mengharapkan masalah sengketa lahan tersebut diselesaikan secara musyawarah kekeluargaan. Jika melalui hukum warganya pasti kalah, karena sebagian besar tidak memiliki validitas kepemilikan atas tanah.

Diakuinya pihak perusahaan memang telah mengganti rugi sebagian lahan warga. Namun umumnya warga melepas karena terpaksa. Nominalnya pun kecil, berkisar Rp 500 ribu- Rp 1 juta per hektare.

Dikonfirmasi Asisten Kepala wilayah Barat (Tala) PT DMS Ismet menegaskan perusahaannya bekerja secara profesional. "Lahan yang sudah kami kerjakan, semuanya sudah kami ganti rugi."

Nominal ganti rugi bervariasi disesuaikan kondisi lahan. Ada yang Rp 550 ribu, ada yang hingga Rp 6 juta. Nominal yang besar ini umumnya terhadap lahan yang ada tanamannya.

Mengenai lahan yang diklaim H Seno, Ismet menerangkan pihaknya sebenarnya sudah membayar ganti rugi. "Ini rupanya lahannya overlap. Kami sudah bayar ganti rugi, tapi kemudian ada klaim lagi dari H Seno. Tapi, kami akan tetap menyelesaikannya sebaik mungkin." roy

Monday, July 09, 2007

Eks Plasma Tebu Tolak Sawit

Tuesday, 03 July 2007 01:54

PELAIHARI, BPOST - Program kebun sawit rakyat yang digelontor pemerintah pusat dan daerah mulai kurang diminati eks plasma tebu PTPN XIII. Ratusan orang dari mereka bahkan telah menyatakan menolak.

Mereka berharap pemerintah memberikan bantuan bibit karet. Komoditas perkebunan satu ini memang sedang menjadi primadona petani menyusul terus membaiknya harga dan semakin luasnya pangsa pasar. Tak heran petani kini berlomba-lomba mengembangkan kebun karet.

Harga karet terus menanjak signifikan sejak beberapa tahun terakhir. Januari 2005 lalu misalnya, harga per kilogram lump (getah beku dalam mangkok di pohon) hanya Rp 4.100 yang kemudian menjadi Rp 5.800 pada posisi Desember. Saat ini harganya telah mencapai Rp 9.600.

Pun dengan sawit, harga tandan buah segar (TBS)nya juga terus mennanjak. Per kilogramnya kini rata-rata mencapai Rp 900 dan bahkan ada yang menembus Rp 1.000. Namun pasar komoditas penghasil minyak ini lebih spesifik atau terbatas (pabrik CPO), sehingga petani cenderung memilih karet yang pasarnya tak terbatas.

Data di Dinas Perkebunan Tala, luasan program kebun sawit yang digelontor pemerintah tahun ini 900 hektare. Namun tak seluruh petani eks plasma tebu terdaftar yang mengambil jatahnya.

"Hanya 600 ha yang masuk. Selebihnya yang 300 hektare, petaninya minta bibit karet," kata Kepala Dinas Perkebunan Tala HA Rachman Said, pekan tadi.

Terhadap mereka yang meminta bibit karet, Rachman mengatakan pihaknya tetap akan mengupayakan. Namun pihaknya tidak bisa menjanjikan, karena banyaknya usulan (permintaan) dari petani lainnya dari berbagai kecamatan. roy


Copyright © 2003 Banjarmasin Post