Wednesday, May 30, 2007

Areal Sawit Rambah Kuburan

Thursday, 24 May 2007 01:29

PELAIHARI, BPOST - Aktivitas perkebunan kelapa sawit PT Sarana Subur Agrindotama (SSA) di Kecamatan Jorong dikeluhkah warga sekitar, karena merambah lokasi kuburan.

Justru Kita Pelihara

DANA Hanura, kuasa hukum PT SSA membenarkan sepuluh kuburan warga masuk hak guna usaha (HGU perusahaan itu. Namun kuburan itu tak dijamah.

"Kuburan justru kita pelihara, sehingga tetap terlihat rapi," ujarnya via telepon, Rabu (23/5).

Dia justru menyayangkan sikap warga yang menuding perusahaan telah melakukan pencaplokan tanah tanpa didukung bukti otentik, seperti segel adat atau sertifikat. "Kalau mereka memang memiliki bukti kuat, silakan menggugat. Sayangnya yang melontarkan tuduhan itu, pihak yang tidak memiliki atas hak," katanya. roy/udi

"Berdasarkan laporan warga Desa Jorong dan saya sudah cek ke lapangan, Selasa tadi, aktivitas PT SSA memang menjamah kuburan," ujar anggota DPRD Tala HM Djadi, Rabu (23/5).

Permasalahan itu telah disikapi DPRD Tala dengan memanggil pejabat instansi lintas sektor, pekan tadi. Dalam pertemuan terungkap PT SSA telah mengantongi izin HGU (hak guna usaha) Nomor 02 tahun 1995 yang diterbitkan BPN pusat dengan luas areal seluas 1.700 ha di Desa Jorong dan Batalang.

Namun belum memiliki sejumlah izin lainnya, seperti, izin usaha perkebunan dari Disbun dan belum memiliki dokumen AMDAL dari Kantor Lingkungan Hidup. "Mestinya PT SSA belum bisa beroperasional. Untuk itu, kami minta bupati segera menghentikan kegiatan operasional PT SSA hingga izin-izin lain dikantongi dan permasalahan dengan warga terselesaikan," tukas Djadi.

Kadisbun Tala HA Rachman Said dalam suratnya nomor 525/44/UT.1 5 Februari yang ditujukan kepada manajemen PT SSA menegaskan perusahaan dilarang melakukan kegiatan operasional sebelum mengantongi izin usaha perkebunan. Sementara Kepala Kantor LH Zulkifli Chalid dalam suratnya nomor 660/028-Amdal/KLH 12 Maret menyatakan pihaknya belum pernah memberikan surat rekomendasi persetujuan Amdal bagi PT SSA.

HGU PT SSA, sebut Djadi, semula untuk perkebunan karet. Setelah lama vakum, sekira dua tahun lalu digarap kembali, namun dengan komoditas berbeda yaitu kelapa sawit. Belum diketahui apakah alih komoditas ini telah diketahui/disetujui oleh pejabat berwenang.

Di areal HGU PT SSA tersebut terdapat kandang dan areal pengembalaan sapi warga seluas kurang lebih 10 hektare dan kebun karet sekira 20an hektare. Ini yang kemudian beberapa bulan silam sempat memunculkan ketegangan karena pihak perusahaan telah menggusur sebagian tanaman karet dan selanjutnya akan menggusur kandang. roy

Saturday, May 19, 2007

Aksi Korporasi Astra Agro Akan Ekspansi 100.000 Hektar Lahan Sawit

Jumat, 18 Mei 2007

Jakarta, Kompas - PT Astra Agro Lestari Tbk dengan kode saham AALI menargetkan jumlah lahan kelapa sawit yang akan diakuisisi mencapai 100.000 hektar hingga tahun 2010.

Adapun target akuisisi lahan tahun 2007 luasnya mencapai 17.000 hektar, yang sebagian besar lokasinya berada di Kalimantan Timur.

Direktur AALI Bambang Palgoenadi, dalam jumpa pers seusai rapat umum pemegang saham tahunan, Rabu (16/5) di Jakarta, mengatakan, saat ini lahan yang sedang dalam proses penjajakan akuisisi terdapat di Aceh seluas 20.000 hektar; di Morowali, Sulawesi Tengah, seluas 40.000 hektar; serta di Kalimantan Selatan seluas 10.000 hektar.

"Proses akuisisi terhadap lahan-lahan tersebut diharapkan bisa selesai pada tahun 2010. Untuk akuisisi tersebut, dana yang digunakan seluruhnya berasal dari internal perseroan," katanya.

Bambang menambahkan, lahan yang akan diakuisisi untuk perkebunan karet tidak terlalu luas, hanya 5.000 hektar di Kalimantan Tengah, dan target AALI tahun ini yang akan diakuisisi sebanyak 5.000 hektar.

Produksi CPO

Saat ini perseroan memiliki lahan perkebunan seluas 200.000 hektar. Total produksi minyak sawit mentah (CPO) pada tahun 2006 sebesar 917.885 ton.

"Dengan penambahan hingga 100.000 hektar pada tahun 2010, diharapkan produksi CPO bisa meningkat menjadi 1,5 juta ton per tahun," tutur Bambang.

Untuk tahun 2007, perseroan menganggarkan belanja modal sebesar Rp 860 miliar. Dari jumlah itu, sebesar Rp 430 miliar akan digunakan untuk kegiatan tanam dan akuisisi lahan.

Selain itu, sebesar Rp 258 miliar akan digunakan untuk penambahan kapasitas pabrik kelapa sawit dan kapasitas pengolahan minyak kernel.

"Sisanya sebesar Rp 172 miliar digunakan untuk pembangunan sarana perumahan karyawan dan infrastruktur," katanya. (tav)

Tuesday, May 15, 2007

Pengusaha CPO Diaudit Perlu Payung Hukum untuk Stabilisasi Harga Minyak Goreng

Selasa, 15 Mei 2007

Jakarta, Kompas - Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution menegaskan, pihaknya tetap akan menyidik para pengusaha minyak kelapa sawit atau CPO yang nakal meskipun ada jaminan perlindungan dari pemerintah. Hal itu disebabkan prinsip penyidikan adalah tidak membeda-bedakan wajib pajak.

"Jadi, kalau memang tidak bermasalah, untuk apa kami melakukan penyidikan. Pada prinsipnya, semua berdasarkan self assessment (pelaporan berbasis pengakuan wajib pajak)," ujar Darmin di Jakarta, Senin (14/5).

Menurut Darmin, pengusaha harus melaporkan volume CPO yang dijual di dalam negeri dan yang diekspor dengan benar. Hal itu diperlukan karena harga jual CPO yang dipasarkan di dalam negeri lebih rendah dibandingkan dengan ekspor sehingga memengaruhi laba, dan pada akhirnya berdampak pada tinggi rendahnya pajak terutang.

"Kami tahu, volume CPO yang dijual di pasar dalam negeri hanya 15 persen dari total produksi. Dengan demikian, jangan tiba-tiba mereka mengaku bahwa penjualan di dalam negerinya mencapai separuh dari total produksi (dengan maksud mengurangi laba kena pajak) karena kami tidak akan percaya itu," katanya.

Harga CPO

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Akmaluddin Hasibuan mengatakan, pengusaha membutuhkan payung hukum program stabilisasi harga minyak goreng sebagai wujud kebersamaan produsen dan pemerintah.

Payung hukum dibutuhkan karena saat ini produsen CPO dan minyak goreng mendiskon harga jual produknya jauh di bawah harga pasar untuk menstabilkan harga minyak goreng curah di pasar dalam negeri.

Saat ini harga CPO di pasar lokal berkisar Rp 6.630-Rp 6.650 per kilogram franko Belawan atau Dumai. Sementara mulai Senin kemarin, produsen CPO harus memasok kepada produsen minyak goreng pada harga Rp 5.700 per kg agar konsumen dapat membeli minyak goreng curah dengan harga Rp 6.500-Rp 6.800 per kg. (OIN/HAM/han/ita)

Saturday, May 12, 2007

Pengusaha Malaysia Juga Harus Pasok Bahan Baku

Sabtu, 12 Mei 2007

Jakarta, Kompas - Perusahaan perkebunan Malaysia yang memproduksi minyak sawit mentah (CPO) di Indonesia diminta turut memasok bahan baku untuk minyak goreng. Kontribusi itu diharapkan mempercepat upaya Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia, dan Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia menstabilkan harga minyak goreng di pasaran dalam negeri.

Rapat berlangsung di Departemen Pertanian, Jakarta, Jumat (11/5), dipimpin Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Produk Hasil Pertanian Djoko Said Damardjati dan dihadiri sedikitnya 14 produsen CPO Malaysia di Indonesia.

"Anggota Gapki akan memasok 135.000 ton CPO ke pabrik minyak goreng dalam program stabilisasi harga, sisanya kami harapkan dipasok produsen CPO di luar Gapki. Perusahaan Malaysia sudah setuju dan mereka minta waktu sampai Senin (14/5) untuk menentukan jumlah pasokannya," ujar Ketua Bidang Pemasaran Gapki Susanto seusai rapat.

Pemerintah meminta pengusaha menstabilkan harga minyak goreng pada kisaran Rp 6.500-Rp 6.800 per kg di tingkat konsumen. Kini harga minyak goreng masih Rp 7.000-Rp 7.500 per kg.

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, penurunan harga minyak goreng baru berkisar Rp 25 hingga Rp 100 per kg.

"Stok pedagang merupakan cadangan baru yang diperoleh dengan harga tinggi sehingga harganya tetap mahal saat dijual. Jika stok baru dengan harga rendah sudah masuk ke pedagang, secara bertahap harga bisa turun kembali," ujar Mari.

Harga CPO dilaporkan telah menurun dari 690 dollar AS per ton menjadi 660 dollar AS per ton. Pemerintah berharap harga akan mencapai 650 dollar AS per ton sehingga diharapkan mampu menekan harga minyak goreng di dalam negeri. (HAM/OIN/Nel)

Wednesday, May 09, 2007

minyak goreng Pemerintah Tagih Janji Produsen hamzirwan

Rabu, 09 Mei 2007

Sukacita produsen minyak sawit mentah atau CPO pascakenaikan harga dari 600 dollar AS menjadi 750 dollar AS per ton selama kuartal I-2007 hampir selesai. Kenaikan itu menimbulkan efek negatif bagi konsumen minyak goreng curah, yang menanggung kenaikan harga dari Rp 5.500 per kilogram ke Rp 8.000 per kilogram.

Ketika produsen CPO dan petani kelapa sawit menikmati kenaikan harga, konsumen justru mengeluhkan lonjakan Rp 2.500 per kilogram (kg) dalam waktu empat bulan. Meski tingkat konsumsi minyak goreng sebenarnya tidak lebih banyak dari beras, pemerintah tetap kelimpungan dengan lonjakan harganya. Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengungkapkan kekhawatiran pemerintah bahwa harga minyak goreng akan menyulut inflasi.

Pemerintah pun menggelar rapat tertutup di Departemen Perindustrian (Depperin), Selasa (1/5). Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengundang Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dan jajarannya, Menteri Pertanian Anton Apriyantono, Ketua Umum Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) Adiwisoko Kasman, Ketua Harian Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Derom Bangun, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga, serta produsen CPO dan minyak goreng.

Rapat menyepakati ketiga asosiasi bekerja sama menstabilkan harga minyak goreng dalam negeri. Pemerintah membuat kebijakan, sementara produsen diminta mengamankan pasokan 150.000 ton CPO dan minyak goreng setiap bulan ke Pulau Jawa.

Selain itu, keputusan penting lainnya adalah menargetkan harga minyak goreng di tingkat konsumen berkisar Rp 6.500-Rp 6.800 per kg pada akhir Mei 2007. Untuk itu, produsen CPO harus menjual CPO kepada produsen minyak goreng seharga Rp 5.700 per kg. Ditambah biaya pengolahan Rp 400 per kg. Dengan demikian, harga minyak goreng di pabrik pengolahan menjadi Rp 6.100 per kg.

Apabila target penurunan harga yang diminta pemerintah tak juga teralisasi, maka pemerintah akan menempuh kebijakan yang lebih tajam. Pemerintah akan menaikkan pungutan ekspor CPO yang saat ini berlaku sebesar 1,5 persen.

Namun, ancaman itu tak selamanya efektif. Buktinya, meski produsen sudah memasok minyak goreng pada harga Rp 6.950 per kg di tingkat pedagang, Jumat (4/5), harga di pasar masih bertahan di kisaran Rp 7.500-Rp 8.000 per kg.

Diskon agresif

Seusai rapat evaluasi program stabilisasi harga di Depperin, Selasa (8/5), Adiwisoko mengakui, penurunan harga minyak goreng curah masih belum memuaskan. Rencana menurunkan harga secara bertahap sebesar Rp 150-Rp 200 per kg untuk menjaga psikologis pasar ternyata gagal.

Atas dasar kondisi itu, produsen pun sepakat untuk lebih agresif. Produsen memutuskan untuk mengurangi harga minyak goreng franko pabrik dari Rp 6.850 per kg menjadi Rp 6.500 per kg mulai Kamis (10/5).

Senin (14/5), harga akan diturunkan lagi menjadi Rp 6.100 per kg. Dengan demikian, harga di tingkat konsumen bisa menjadi sekitar Rp 6.500 per kg. "Kami sepakat untuk mempercepat realisasi program stabilisasi harga minyak goreng curah. Ini adalah lompatan diskon yang cukup besar," kata Ketua Umum Gapki Akmaluddin Hasibuan.

Menjelang program stabilisasi dijalankan, lelang CPO lokal di Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan Nusantara pada Senin (30/4) mencatat harga Rp 6.823 per kg atau 751,8 dollar AS per ton. Kamis (3/5), harga CPO lokal naik lagi menjadi Rp 6.915 per kg. Lelang Selasa (8/5), harga CPO lokal sudah melorot menjadi Rp 6.676 per kg.

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, pemerintah tetap memegang komitmen yang diberikan oleh seluruh anggota asosiasi produsen minyak goreng dan pengusaha minyak sawit mentah (CPO). Komitmen pertama, menggelar operasi pasar (OP) dengan menjual minyak goreng secara langsung kepada konsumen akhir di beberapa pasar dengan harga Rp 6.800 per kg.

Kedua, melakukan pasokan CPO atau minyak goreng minimal 100.000 ton untuk daerah-daerah utama di Indonesia untuk menjamin pasokan minyak curah yang cukup.

"Yang jelas, minyak yang dibeli langsung dari truk-truk harganya Rp 6.800 per kilogram, sementara jumlah CPO yang dipasok, kami belum mendapat angka yang pasti," ujar Mari.

Masih tetap tinggi

Kondisi di daerah, harga minyak goreng memang masih tinggi. Sampai saat ini, harga minyak goreng curah di pasar-pasar di Bandar Lampung masih berkisar Rp 8.500-9.000 per kg.

Pedagang kebutuhan pokok di Pasar Tamin Bandar Lampung, Sutono, mengatakan, harga sudah tinggi sejak produsen dan pedagang besar. Saat ini, pedagang besar menjual pada harga Rp 8.500 per kg karena mereka membeli dari produsen seharga Rp 8.100 per kg.

Ketika rakyat menjerit karena kenaikan harga minyak goreng, Pemprov Riau justru masih menanti jatah OP dari pusat.

"Jatah minyak goreng untuk OP di wilayah Sumatera sebanyak 12.000 ton. Namun, hingga kini belum ada pembagian jatah untuk tiap provinsi. Ada pejabat Departemen Perdagangan yang sudah menginformasikannya secara informal tentang jatah minyak goreng," kata Kepala Subdinas Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau, Hendri Rustam. (oin/HLN/ART)

Tuesday, May 08, 2007

Bank Syariah Garap Bisnis CPO Kembangkan 1,5 juta hektare kebun sawit

Selasa, 08 Mei 2007 02:26

JAKARTA, BPOST - Kinerja perbankan syariah semakin mantap saja. Tahun depan perbankan syariah milik Hongkong Shanghai Bank Corporation (HSBC) akan menggarap produk investasi untuk minyak sawit mentah crude palm oil (CPO) dan minyak bumi

"Rencananya sekitar November-Desember. Saat ini masih dalam proses riset pasar dan belum mengajukan izin ke Bank Indonesia (BI)," kata Wakil Presiden Senior Kepala Divisi Amanah Syariah HSBC Mahmoud Abushamma di Jakarta, Senin.

Abushamma mengatakan, produk investasi tersebut akan ditujukan kepada masyarakat kelas menengah atas yang saat ini belum tergarap optimal oleh perbankan syariah. "Kami tahu ini pasar yang sangat tersegmentasi (segmented), dan ini jarang disentuh oleh perbankan syariah," katanya.

Ia menilai produk tersebut berorientasi pada keinginan para pelanggan. "Apa yang diinginkan oleh pelanggan kita, kita mendengarkan mereka," katanya.

Menurut dia, produk tersebut akan berkompetisi dengan perbankan konvensional sehingga pihaknya berusaha menciptakan produk komplementer. "Dan itu yang kita tawarkan pada pasar," katanya.

Ia mengatakan bahwa saat ini HSBC telah melakukan investasi CPO di Malaysia dan minyak bumi di Dubai (Uni Emirat Arab). Dan pihaknya terus melakukan investasi di berbagai negara.

Saat ini Indonesia mengembangkan 1,5 juta hektare (ha) perkebunan kelapa sawit sampai 2010 untuk meningkatkan produksi yang ditargetkan mencapai 18 juta ton tiga tahun mendatang.

Ketua Komisi Minyak Sawit Indonesia (KMSI) Rosediana Suharto di Jakarta, mengatakan mulai 2007 akan terjadi ekspansi perkebunan sawit sebesar 1,5 juta ha secara bertahap sampai 2010, yang terdiri dari 1,375 juta ha untuk kebun baru dan 125 ribu hektar untuk penanaman kembali (replanting).

Ia mengatakan, perkebunan sawit baru tersebut akan dikembangkan di luar Pulau Jawa, seperti Kalimantan dan Sumatera.

Ia memperkirakan dengan adanya kebun baru tersebut maka akan terjadi peningkatan produksi CPO mencapai 200 ribu ton per tahun.

Pada 2020 jumlah produksi CPO diperkirakan akan mencapai 30 juta ton dengan luas lahan sawit sebesar 10,7 juta ha dan pada 2030 produksi CPO meningkat menjadi 50 juta ton dengan luas lahan yang juga diproyeksikan sudah naik menjadi 17,4 juta hektare. ant

Monday, May 07, 2007

340 Ribu Pekerja untuk Sawit

Senin, 07 Mei 2007 02:09

JAKARTA, BPOST - Menurut perhitungan Departemen Pertanian (Deptan) program Revitalisasi Perkebunan Kelapa Sawit seluas dua juta hektare (ha) membutuhkan sumber daya manusia (SDM) sebanyak 340 ribu selama 2007-2011.

Kepala Badan Pengembangan SDM Pertanian Deptan, Ato Suprapto di Jakarta, akhir pekan tadi menyatakan, SDM yang dibutuhkan tersebut adalah untuk sektor budidaya, perkebunan, pabrik minyak kelapa sawit.

"Untuk mendukung program pengembangan agribisnis kelapa sawit diperlukan SDM yang terampil, profesional, dan berwawasan global," katanya.

SDM yang diperlukan guna mendukung revitalisasi perkebunan kelapa sawit tersebut tidak hanya dari lulusan sekolah dasar (SD) namun juga setingkat Diploma maupun Sarjana (S1), katanya.

Untuk budidaya kelapa sawit dan pabrik minyak kelapa sawit diambilkan dari lulusan SLTA, DIII, DIV dan sarjana. Ato merinci, setiap 5.000 ha yang merupakan satu unit perkebunan memerlukan 60 orang tenaga kerja yang terdiri atas sarjana untuk berbagai posisi dari administratur, asisten kepala hingga afdeling. Kemudian tujuh mandor besar denga tingkat pendidikan minimal DIII, 35 mandor bidang (SLTA) dan tujuh orang krani (SLTA).

Untuk pabrik kelapa sawit membutuhkan 45 orang tenaga kerja dengan rincian lima sarjana, lima orang mandor (DIII) dan 35 operator (SLTA).

Menurut Ato, hingga 2006 ketersediaan SDM pertanian untuk subsektor pangan, perkebunan dan hortikultura sebanyak 37,16 juta orang atau melebihi kebutuhan. "Namun SDM yang tersedia belum sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan," katanya.

Selain itu tenaga kerja yang tersedia masih didominasi lulusan SD dan SLTP (66,19 persen), sedangkan lulusan pendidikan pertanian pada umumnya belum siap kerja.

Menurut data BPS 2006, ketersediaan SDM subsektor pangan, perkebunan, hortikultura untuk lulusan SD sebanyak 18,47 juta orang, SLTP 6,13 juta orang, SLTA 2,06 juta orang sementara dari perguruan tinggi hanya 78. 052 orang. ant


Saturday, May 05, 2007

minyak goreng Petani Khawatir Terkena Efek Domino

Kamis, 03 Mei 2007

Jakarta, Kompas - Kesepakatan produsen minyak sawit mentah atau CPO dan minyak goreng mengurangi laba untuk menyubsidi harga minyak goreng di pasar dalam negeri diharapkan tidak menimbulkan efek domino. Petani khawatir kesepakatan itu menekan harga pembelian tandan buah segar atau TBS sawit.

"Saat ini harga TBS petani sudah mencapai kisaran Rp 1.200 sampai Rp 1.300 per kilogram. Jangan sampai kesepakatan produsen untuk menekan harga minyak goreng dalam negeri malah mengorbankan keuntungan petani," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Asmar Arsjad yang dihubungi di Medan, Rabu (2/5).

Petani saat ini tengah menikmati harga TBS yang sangat baik seiring harga CPO yang menembus 740 dollar AS di bursa komoditas Rotterdam. Bahkan, lelang CPO lokal di Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan Nusantara pada 30 April lalu mencatatkan harga Rp 6.823 per kilogram (kg) atau 751,8 dollar AS per ton.

Dari 5,6 juta hektar perkebunan kelapa sawit nasional, rakyat memiliki sedikitnya 2 juta hektar. Adapun jumlah petani yang mengelolanya mencapai 10 juta jiwa dengan sedikitnya 300.000 orang di antaranya merupakan petani plasma.

"Sejauh kebijakan ini tidak berdampak pada petani, kami sangat menghargainya. Karena, saat ini petani tengah menikmati harga TBS yang sangat baik sehingga mereka mampu memupuk dan merawat kebunnya," kata Asmar.

Sementara itu, pengamat ekonomi Faisal Basri mengingatkan, pemerintah sebaiknya tidak terlalu sering menggunakan sistem komando dalam upaya menstabilkan harga suatu komoditas di pasar. Pemerintah seharusnya menciptakan mekanisme sendiri yang lebih lunak untuk mengintervensi pasar jika terjadi gejolak harga.

"Tidak baik pasar terlalu sering didikte. Pemerintah harus mengintervensi pasar tanpa harus mengganggu mekanisme pasar," kata Faisal.

Misalnya, jaring pengaman seperti yang berlaku di Malaysia. Pemerintah Malaysia akan langsung menyubsidi kekurangan harga yang diterima produsen, konsumen, atau petani jika terjadi kenaikan harga minyak goreng di pasar.

"Kita dapat menggunakan dana yang dikumpulkan dari pajak ekspor CPO untuk program itu. Jadi, perlu reformasi sistem penerimaan anggaran kita," kata Faisal.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pemasaran dan Pengolahan Hasil Pertanian Departemen Pertanian Djoko Said Damardjati mengatakan, pengurangan sebagian kecil laba oleh produsen CPO dan minyak goreng nilainya tidak seberapa, jika dibandingkan keuntungan yang mereka dapat dalam sebulan ini.

"Sebulan belakangan ini produsen minyak goreng dan CPO mengalami windfall profit. Mereka dapat keuntungan besar karena ongkos produksi CPO dan minyak goreng tetap, tetapi harga produksinya naik tinggi. Masak mereka tidak mau sedikit berkorban," kata Djoko.

Stok cukup

Sementara di Jakarta, meskipun harga minyak goreng curah di Jakarta selama dua minggu terakhir terus naik dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.000 per liter. Namun, Dinas Perdagangan dan Perindustrian Jakarta belum akan menggelar operasi pasar karena stok minyak goreng di Jakarta mencapai 120.000 ton atau cukup untuk pasokan dua bulan.

Padahal, konsumen minyak goreng sudah mengeluhkan melonjaknya harga minyak goreng. Masyarakat berharap, pemerintah segera mengendalikannya.

Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian DKI Jakarta Ade Suharsono tetap menolak melakukan operasi pasar. Pemerintah hanya berupaya mendorong pengusaha melepaskan stok mereka ke pasar untuk menekan spekulan.

Masih tinggi

Pantauan dari lapangan menunjukkan harga minyak goreng di sejumlah daerah masih tinggi. Di Makassar, misalnya, harga minyak goreng mencapai Rp 7.500 per liter. "Sebelumnya tidak pernah minyak goreng sampai di atas Rp 7.000," kata Hadera (63), pedagang di Pasar Terong Makassar, Raby (2/5).

Menurut dia, harga minyak goreng curah masih Rp 6.000 per liter. Memasuki bulan April naik menjadi Rp 6.500, dan naik lagi di pertengahan April menjadi Rp 7.000 per liter. Mei ini sudah menjadi Rp 7.500 per liter.

Kenaikan harga minyak goreng juga terjadi di Bandung, Semarang, Tegal, Bandarlampung, Palembang, Jambi, Medan, hingga Jayapura. Umumnya, harga sekarang berkisar dari Rp 7.000-Rp 8.000 per liter. Akan tetapi, di Bandarlampung dan Jambi bahkan sudah menembus Rp 9.000.

Untuk menyiasati, sejumlah ibu rumahtangga kini memilih membeli minyak goreng kemasan. "Jatuhnya lebih murah dan lebih bersih," kata Ny Yunita di Bandarlampung.

Kebutuhan lain

Selain minyak goreng, masyarakat kini juga dibebani kenaikan harga berbagai barang kebutuhan, terutama telur dan daging ayam. Di Bandarlampung, misalnya, bulan lalu harga telur masih Rp 7.000 per kg, sekarang sudah Rp 9.000. Sedangkan daging ayam broiler naik dari Rp 13.500 per ekor ukuran satu kg menjadi Rp 17.500 per ekor.

Di Jayapura, harga telur ayam dalam sepekan terakhir naik dari Rp 800 per butir menjadi Rp 850 per butir. Harga kacang hijau naik dari Rp 9.000 menjadi Rp 10.000 per kg.

Di Pasar Angsoduo Jambi, harga mentega juga naik dari Rp 6.000 menjadi Rp 7.000 per. Gula yang sebelumnya sempat turun, kini harganya kembali merangkak menjadi Rp Rp 6.500 per kg.

Sagu juga harganya naik dari Rp 2.800 menjadi Rp 3.300-Rp 3.400 per kg. Harga tepung naik dari Rp 3.800 per kg menjadi Rp 4.000 per kg. Demikian pula dengan harga kecap sebelumnya Rp 3.000 per kg, awal pekan ini naik menjadi Rp 3.300.

Di Bandung, kenaikan harga telur, minyak goreng, dan tepung terigu itu secara bertahap, mulai dari dua minggu lalu. Harga daging ayam di Bandung, juga naik dari Rp 15.000 per ekor menjadi Rp 16.500-Rp 17.000 per ekor. (ham/mas/eca/DOE/ROW/LKT/HLN/ITA/AB1/WIE/aci/oni/tht/wsi)

OP Minyak Goreng 100 Ribu Ton Bukan untuk kalangan industri Banjarmasin tidak kebagian

Rabu, 02 Mei 2007 02:32

JAKARTA, BPOST - Produsen CPO dan minyak goreng sepakat menggelar operasi pasar (OP) dengan menggelontorkan minyak goreng curah sebanyak 100 ribu ton untuk menurunkan harga yang kian melonjak.

OP sudah bisa dilakukan pada pekan ini. Dengan OP diharapkan harga minyak goreng curah bisa kembali ke level Rp 6.500-Rp 6.800/kg dari saat ini dikisaran Rp 8.000/kg.

Jumlah OP minyak goreng sebanyak 100 ribu ton ditujukan untuk konsumsi langsung dan bukan untuk kalangan industri. Perinciannya 80.000 ton untuk Pulau Jawa dan 20.000 ton di luar Pulau Jawa.

DKI Jakarta mendapat porsi OP paling besar sebanyak 40.000 ribu. Diikuti Surabaya 25.000 ton dan Semarang 15.000 ton. Sementara di luar Pulau Jawa perincian 0P sebanyak 20.000 ribu ton adalah untuk Medan 12.000 ton dan Makassar 8.000 ton.

Demikian hasil rapat antara Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Departemen Pertanian, Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dan Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) di Gedung Depperin, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (1/5).

Dalam hasil rapat tersebut disebutkan OP minyak goreng 100 ribu ton, kontribusi terbesar berasal dari PTPN III, PTPN IV, PTPN V dan PTPN XIII dengan total suplai 20.000 ribu ton.

Sisanya 10.000 ton dari Grup Sinar Mas, 5.000 ton dari Musim Mas, 5.000 ton dari KPN, 5.000 ton dari BEST, 5.000 ton dari PT Astra Agro Lestari Tbk, 5.000 ton dari Grup Salim, 3.000 ton dari Barmex Oil and Fat dan 5.000 ton dari Minamas. Sedangkan kekurangannya akan dibahas oleh Gapki untuk menentukan siapa yang akan memenuhi.

"Harga ideal sebelum gejolak adalah Rp 5.000- Rp 6.000 per kg dan setelah gejolak Rp 8.000/kg kita harapkan dengan OP harganya cepat turun," kata Menteri Perindustrian, Fahmi Idris.

Untuk mencapai penurunan harga minyak goreng itu, pengusaha mengaku akan mengurangi marjin penjualan atau bahkan tidak mencari keuntungan.

Sementara Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, harga eceran tertinggi minyak goreng ditentukan oleh harga CPO dunia.

Apabila harga CPO tinggi maka harga minyak goreng OP akan mendekati Rp 6.800/kg dan jika turun bisa Rp 6.500/kg. "Setiap minggu kita akan cek berapa harganya dan sejauh OP bisa menekan harga," katanya.

Sementara itu di kota Banjarmasin meski dalam pekan lalu mengalami kenaikan antara Rp 1.000-Rp 1.500/kg namun tidak masuk hitungan untuk mendapat jatah OP minyak goreng curah. Harga minyak goreng curah kuning per bleknya sebelumnya hanya Rp 95 ribu, namun kini Rp 115 ribu. dtc


Minyak Goreng Harga CPO Domestik Justru Lebih Menarik

Selasa, 01 Mei 2007

Jakarta, Kompas - Lelang minyak sawit mentah atau CPO Kantor Pemasaran Bersama PT Perkebunan Nusantara, Senin (30/4), mencetak harga Rp 6.823 per kilogram (kg) atau 751,8 dollar AS per ton. Pada saat bersamaan, harga ini lebih tinggi dari bursa Kuala Lumpur yang berkisar 650-660 dollar AS per ton.

"Harga minyak goreng selalu mengikuti CPO, itu tidak bisa dilepaskan. Namun, kalau dikatakan ekspor sekarang lebih banyak, itu tidak benar karena harga dalam negeri sebenarnya lebih menarik," kata Ketua Komisi Minyak Sawit Indonesia (KMSI) Rosediana Suharto, yang dihubungi di Medan, Senin (30/4).

Kenaikan harga terjadi, kata Rosedianan, karena meningkatnya permintaan dalam negeri. Dampaknya, harga minyak goreng curah saat ini menembus Rp 8.000 per kg.

Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan (Depperdag) Diah Maulida mengungkapkan, ekspor CPO Indonesia periode Januari-Maret 2007 justru lebih rendah dari Oktober-Desember 2006. Artinya, produsen justru lebih banyak memasarkan CPO di dalam negeri.

Jaring pengaman

Menurut Rosediana, pemerintah harus membuat kebijakan komprehensif, jika ingin menstabilkan harga minyak goreng dalam negeri. Apabila stabilisasi untuk dalam negeri dilakukan tanpa memerhatikan kontrak dagang yang telah ada, maka eksportir akan dirugikan.

"Malaysia mempunyai jaring pengaman untuk stabilisasi harga dalam negeri. Produsen minyak goreng wajib menjual murah meski harganya telah naik."

Pemerintah selanjutnya membayar selisih harga pasar dan harga jual langsung pada produsen. Namun, Rosediana mengingatkan, kebijakan untuk menyelamatkan rakyat kelas menengah ke bawah ini hanya efektif jika seluruh pengusaha terlibat.

Implementasi jaring pengaman tanpa kesepakatan dari seluruh produsen minyak goreng dapat membuat pasar lebih tidak stabil. Karena, saat produsen memasok dengan harga murah, spekulan yang menyerapnya.

Wakil Direktur PT Smart Tbk Daud Dharsono mengatakan, pemerintah harus berhati-hati mengamankan pasokan dalam negeri agar tidak membuka peluang bagi spekulan. Ulah spekulan juga yang menyebabkan kenaikan harga minyak goreng hanya akan terjadi sesaat.

Operasi pasar

Berkaitan dengan itu, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Depperdag Ardiansyah Parman menyatakan, akan melakukan operasi pasar minyak goreng curah, Selasa (1/5), di Jawa Timur sebanyak 40 ton dengan harga Rp 7.200 per kg. Harga saat ini mencapai Rp 7.800 per kg dan cenderung turun.

Dari Jambi dan Magelang dilaporkan harga minyak goreng curah dari Rp 7.500-Rp 8.000 per kg. Namun dari Arso, Papua, dilaporkan, harga tandan buah segar (TBS) sawit petani justru anjlok dari Rp 582 jadi Rp 567 per kg.(HAM/OSA/DAY/ITA/EGI/ROW)

Friday, May 04, 2007

Perkebunan Sumsel Tambah 60.000 Hektar Sawit untuk Bahan Biodiesel

Jumat, 27 April 2007

Palembang, Kompas - Sumatera Selatan tahun ini akan menambah 60.000 hektar perkebunan kelapa sawit dengan melibatkan 18 investor. Itu merupakan antisipasi lonjakan permintaan bahan baku biodiesel.

Kepala Dinas Perkebunan Sumsel Syamuil Chatib, Kamis (26/4), mengatakan, penambahan kebun kelapa sawit itu berupa perluasan dan pembukaan lahan baru dengan pola pengembangan inti plasma. Dengan penambahan itu, luas areal kelapa sawit di Sumsel akan menjadi 678.000 hektar.

"Penambahan kebun kelapa sawit terus dilakukan untuk antisipasi permintaan pasar terhadap biodiesel. Saat ini potensi biodiesel yang siap dikembangkan di Sumsel berasal dari kelapa sawit," katanya.

Penambahan kebun kelapa sawit tersebar di Kabupaten Musi Banyuasin, Banyuasin, dan Ogan Komering Ulu Timur. Sebagian investor adalah perusahaan yang sebelumnya telah mengembangkan kelapa sawit di Sumsel.

Menurut Syamuil, produktivitas biodiesel dari kelapa sawit cenderung tinggi, yaitu 5 sampai 6 ton per hektar. Tahun lalu Sumsel menyumbang 1,6 juta ton minyak sawit, atau 12 persen dari total produksi sawit nasional.

Pihaknya menargetkan perluasan kebun kelapa sawit 200.000 hektar sampai tahun 2009 sehingga luas kebun kelapa sawit naik menjadi 800.000 hektar.

Tidak serius

Di Kupang, Kepala Perwakilan Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT) Nusa Tenggara Timur (NTT) Ory Oktavianus mengatakan, provinsi ini memiliki potensi bahan bakar alternatif sangat besar. Baik premium dari pohon enau, lontar dan gewang, maupun untuk diesel dari tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) dan kesambi.

"Kami sudah meneliti potensi-potensi bahan bakar alternatif tersebut yang tersebar dari Flores, Timor, Alor, dan Sumba," kata Ory.

Akan tetapi, menurut Ory, dalam pertemuan dengan para petani terungkap bahwa sebagian besar petani tidak paham mengenai fungsi tanaman jarak pagar. "Apalagi lontar, gewang, enau dan kesambi," katanya.

Karena itu, ia minta agar pemerintah lebih serius menyosialisasikan secara rinci mengenai fungsi jarak pagar, cara tanam, bagaimana memilih bibit berkualitas, harga per kilogram biji jarak, dan bagaimana mendapatkan bibit jarak. (LKT/KOR)

Thursday, May 03, 2007

Revitalisasi Perkebunan; Peluang Emas Daerah

Senin, 23 April 2007
Radar Banjarmasin


BANJARMASIN ,- Revitalisasi perkebunan yang digencarkan pemerintah seharusnya menjadi peluang emas bagi daerah untuk turut berkesempatan berusaha. Terutama untuk kabupaten di Kalsel yang mendapat porsi cukup besar penyaluran dana revitalisasi.

Menurut Kepala Dinas Perkebunan Kalsel Ir Haryono belum lama tadi, secara nasional keperluan lahan guna mendukung program revitalisasi tersebut seluas 2 juta hektare. Rinciannya, lahan kelapa sawit 1,5 juta hektare, karet 300 ribu hektare dan kakao 200 ribu hektare. Nah, Kalsel memerlukan perkebunan sawit 80 ribu hektare dan 17.500 untuk karet.

“Peluang ini sangat bagus untuk peningkatan kesejahteraan petani dan tentunya mampu membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Kalsel,” jelas Haryono kepada wartawan.

Menurut data yang ada di Dinas Perkebunan Kalsel, untuk wilayah Kalsel ada beberapa kabupaten yang berpotensi mengembangkan program revitalisasi perkebunan tersebut. Diantaranya, Kabupaten Tanah Luat, Kotabaru, Tanah Bumbu dan Balangan yang lebih cocok untuk perkebunan kelapa sawit.

“Sedangkan di daerah Banua Anam, Tanah Laut dan Kotabaru dapat diperuntukan perkebunan karet. Tapi pada dasarnya, semua daerah sangat berpotensi untuk pengembangan kawasan perkebunan,” tandasnya.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Kadin Kalsel H Endang Kusumayardi. Menanggapi besarnya kesempatan berusaha di bidang perkebunan, ia mengatakan, program revitalisasi tersebut merupakan sebuah kesempatan emas bagi pengusaha, khususnya anggota Kadin Kalsel. Termasuk para pengusaha yang ada di kabupaten di Kalsel yang potensial.

“Kami berharap Bupati di kabupaten di Kalsel juga turut aktif mempermudah kesempatan ini. Karena peluang ini sangat mampu untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Apalagi dananya juga sudah tersedia dan merupakan program pemerintah,” ungkapnya.

Saat ini ada beberapa bank yang serius untuk mendanai program revitalisasi perkebunan tersebut. Diantaranya, PT Bank Mandiri Tbk. yang menyediakan kredit sebesar Rp11 Triliun. Juga PT Bank Rakyat Indonesia Tbl. yang menyediakan dana sebesar Rp12 triliun.

Dari jumlah dana yang disediakan kedua bank tersebut, 40 persennya diperuntukkan untuk program revitalisasi perkebunan di Kalimantan. “Kami salut dengan Bupati Kotabaru dan Bupati Balangan yang melakukan MoU untuk pengembangan sektor perkebunan. Ini bisa dicontoh oleh Bupati lain,” tandas Endang.(sya)

PT SLS Garap Sawit HSS

Senin, 23 April 2007 01:28

Kandangan, BPost
PT Surya Langgeng Sejahtera (SLS), dipastikan akan menggarap perkebunan kelapa sawit di Hulu Sungai Selatan, 2008. Saat ini perusahaan itu sudah melakukan proses persemaian bibit bekerjasama dengan pusat penelitian kelapa sawit di Medan, Sumatera Utara.

Plt Kadishutbun Udi Prasetyo mengatakan, proyek ini dipastikan menyerap ribuan tenaga kerja. Dalam setahun penanamannya diperkirakan menyerap 2.000 tenaga kerja lokal. Saat ini PT SLS sedang menunggu izin HGU dari pemerintah pusat dan telah mendapatkan izin Amdal.

Udi menegaskan PT SLS bukan sebuah perusahaan penanaman modal asing dari Malaysia seperti diduga selama ini. PT SLS sebenarnya miliki orang Indonesia." Kantornya ada di Plaza Kebon Sirih Jakarta," jelasnya.

Namun diakui, proyek perkebunan sawit yang akan dibuka di HSS, melibatkan beberapa investor asing dari Malaysia, sehingga ada sharing dana dari perusahaan Indonesia dengan investor Malaysia.

Untuk mengimbangi masuknya investor asal Malaysia pihaknya telah melakukan penanaman sawit di daerah pegunungan seluas 1.005 hektare pada tahun 2006. Tahun 2007 ini ditanam seluas 450 hektare.

Lokasi lahan rawa yang bakal digarap oleh investor Malaysia tersebut bertempat di tiga kecamatan yakni Kandangan Kota, Simpur, Kalumpang dan sebagian Angkinang.

Sementara itu, PT SLS selain mengarap perkebunan sawit di Kalsel, juga mengerjakan pembukaan lahan kelapa sawit di Kalbar dan Kaltim. Berdasarkan rencana kerjanya, perusahaan ini juga akan membuka pabrik Crude Palm Oil (CPO)di tengah areal kebun.

Pabrik tersebut akan memakai bahan baku hasil kelapa sawit berupa tandon buah segar dari kebun milik perusahaan.

Angkutannya direncanakan lewat Sungai Nagara tembus Banjarmasin.

"Kenapa lewat sungai karena lebih mudah daripada jalan darat. Sawit riskan bila terlambat dikirim karena rendemennya akan turun," papar Udi.

Bila kelapa sawit yang dimiliki para petani sudah produksi tandon buah segar, HSS akan memasok kebutuhan pabrik crude palm oil (CPO) milik PT SLS yang diperkirakan akan dibangun pada tahun 2009 atau 2010. ary


Dewan Pertanyakan Proyek Sawit

Sabtu, 21 April 2007 02:20

Kandangan, BPost
Proyek penanaman kelapa sawit kembali di kritik anggota DPRD Hulu Sungai Selatan, saat pembahasan LKPJ Bupati tahun 2006, Kamis (19/4. Proyek Dinas Kehutanan dan Perkebunan ini dinilai tak terarah dan pengawasannya masih lemah. Padahal telah menguras anggaran miliaran rupiah.

Jakfar SHut dari Fraksi PKS menyatakan, dishutbun masih belum memiliki rencana tata ruang dan wilayah perkebunan sehingga saat proyek akan dilaksanakan harus menunggu proposal masyarakat yang ingin tanahnya ditanami sawit.

Bahkan, tambah Yusuf Ardi dari PDIP, hasil temuan di lapangan, lahan kelapa sawit tumpang tindih dengan lahan karet dan padi. "Jaraknya sangat dekat satu sama lain jadi saya bingung mana yang dikalahkan," tukasnya.

Anggota dewan lain juga menuding pengawasan proyek tersebut masih lemah, sehingga banyak terjadi kerancuan saat penanaman di lapangan.

Plt Kadishutbun Udi Prasetyo menjelaskan penanaman kelapa sawit sebenarnya tetap jadi prioritas, namun penanganannya lebih banyak dialokasi ke APBD. Sementara proyek sawit dan karet diperbesar agar bisa menarik dana dari pusat dan provinsi.

Tahun 2007, proyek ini tetap dilanjutkan dengan luas mencapai 450 hektare. Mengenai pengawasan jelasnya tidak bisa semua dibebankan kepada dishutbun.

Kebun sawit telah diserahkan kepada masyarakat karena lahannya milik mereka sendiri. Beberapa tanaman ini memang diserang binatang seperti sapi dan babi. "Bahkan milik pembakal daunnya dimakan sapi, tapi tak mau menegur pemilik sapinya," katanya.

Diharapkan masyarakat pemilik lahan ini ikut berpartisipasi mengawasi.

Karena hasil tanaman kelapa sawit itu, juga untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Apalagi per hektare lahan yang ditanami pemiliknya mendapatkan dana pemeliharaan lebih Rp200 ribu. "Tahun 2007 pemerintah juga menganggarkan untuk seluruh pemilik lahan," terangnya. ary