Friday, May 22, 2009

Kalsel Jajaki Ekpor Sawit ke Eropa

Rabu, 6 Mei 2009
BANJARMASIN – Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Idonesia (Gapki) Kalsel terus berupaya untuk meningkatkan kualitas ekspor, salah satunya dengan melakukan sosialisasi tentang rountable on sustainable palm oil (RSPO) yang menjadi salah satu syarat dari pembeli Eropa.

Diungkapkan Ketua Gapki Kalsel Sunardi Taruna, sekarang ini memang ada permintaan dari pembeli kawasan Eropa untuk melengkapi CPO dengan standarisasi yang mereka tetapkan yaitu sertifikasi RSPO, standar ini meliputi delapan prinsip dan 39 kriteria. “Standarisasi ini rencananya akan diterapkan 100 persen pada 2015. Untuk itu perlu kesiapan, karena hingga sekarang secara nasional baru ada satu perusahaan yang sudah melengkapi sertifikasi ini,” ungkap Sunardi Taruna di Hotel Arum Banjarmasin, kemarin.

Menurut dia, persoalan belum banyak perusahaan yang melengkapi sertifikasi karena masalah waktu yang sangat panjang untuk melengkapi berkas-berkas administrasi, yaitu antara satu hingga satu setengah tahun. Selain itu, masalah biaya yang masih sangat mahal sebesar USD 20 hingga USD 40 per hektar perkebunan sawit. “Biaya ini cukup besar dan perlu diperhitungkan kembali. Tapi mau tidak mau semua perusahaan harus memiliki standarisasi ini untuk masuk pasar Eropa. Karena itu kami juga terus melakukan sosialisasi, termasuk mendukung pelatihan sertifikasi RSPO yang dilakukan sekarang oleh Komisi Minyak Kelapa Sawit Indonesia,” tambahnya yang didampingi Haryono, Kepala Dinas Perkebunan Kalsel dan Karim Husein dari Komisi Minyak Kelapa Sawit Indonesia.

Hal senada diungkapkan Karim Husein dari Komisi Minyak Kelapa Sawit Indonesia. Diakuinya, persyaratan RSPO ini memang sangat berat karena memerlukan waktu yang tidak singkat, namun mau tidak mau harus dilakukan karena ini juga untuk membuktikan kalau produk Indonesia berasal dari produk yang ramah lingkungan.

“Secara bertahap nantinya semua perusahaan sawit harus memiliki standarisasi ini, sebab pasar Eropa menguasai 20 persen dari total ekspor Indonesia. Karena dinilai cukup merepotkan untuk ekspor CPO, maka sekarang ini fokus ekspor lebih ke Asia dan Timur Tengah,” tandas Karim Husein.

Friday, May 01, 2009

Nilai Ekspor Karet dan Sawit Kalsel Membaik

Kamis, 16 April 2009 | 13:16 WITA

BANJARBARU, KAMIS  - Nilai ekspor Kalimantan Selatan (Kalsel) kini mulai membaik jika dibandingkan dengan nilai ekspor yang sempat anjlok pada saat krisis global yang terjadi September 2008 lalu.

Hal itu dikemukakan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kalsel, Drs. H. Subardjo disela-sela "coffee morning" jajaran pemerintah provinsi (Pemprov) setempat di Banjarbaru (32 Km utara Banjarmasin), Rabu.

Ia mengungkapkan, pada tahun 2007 nilai ekspor Kalsel mencapai tiga miliar dolar Amerdika Serikat (AS) dan 2008 menjadi empat miliar dolar AS atau meningkat sekitar 30 persen dari tahun sebelumnya.

"Krisis global membawa dampak yang sangat kuat terhadap beberapa ekspor komoditi non migas Kalsel, seperti karet alam, saat terjadi krisis harganya di pasar dunia anjlok sampai satu dolar AS/Kg. Sebelum terjadi krisi mencapai 3,2 dolar AS/Kg," ungkapnya.

Namun keadaan tersebut berangsur membaik, karena harga karet saat ini juga sudah mulai menunjukkan geliat pasar yakni 1,64 dolar AS/Kg. Keadaan serupa terhadap beberap komoditi ekspor yang juga mulai membaik, seperti dari sektor perkebunan kepala sawit, hasil bumi batu bara, dan rotan.

Ia menyatakan, krisis global ternyata tidak berpengruh keras terhadap nilai ekspor Kalsel, pasalnya tujuan pasar dunia bukan negara Amerika, melainkan negara-negara Asia seperti China, Jepang, Korea, Singapura, dan lainnya.

Selain itu, pihak Disperindag Kalsel juga terus berupaya mengembangkan usaha menengah dan kecil. Sebagai salah satu contoh, usaha pengolahan tikar purun di Kabupaten Batola Kuala (Batola) telah mendapatkan bantuan sehingga mampu meningkatkan kualitas produksinya hingga ke tingkat layak ekspor, demikian Subarjo.

Peningkatan ekspor Kalsel tersebut didominasi produk pertambangan, seperti batu bara, serta karet alam dan minyak mentak sawit (CPO). "Coffee morning" jajaran Pemprov Kalsel secara rutin dijadwalkan sepakan sekali itu, juga dihadiri unsur Muspidaq Provinsi setempat.

3.000 KK Ajukan Plasma Sawit

Kamis, 16 April 2009
KANDANGAN,-  KANDANGAN – Ada penolakan sawit dari sedikit warga di Negara. Langsung disikapi serius oleh Dinas Kehutahanan dan Perkebunan. Selasa tadi, Dishutbun memfasilitasi jumpa pers antara PT SAM (subur agro makmur) dengan para wartawan. Tempatnya, dalam ruang kerja Kadishut Udi Prasetyo.

Dalam kesempatan itu, Pemkab HSS melalui Kadishutbun menjelaskan terkait kebijakan makro pemerintah daerah dilakukan di sana.

Menurut Kadishut, latar belakang dipilihnya kawasan Negara untuk pengembangan kelapa sawit adalah karena kondisi lahan di sana yang marginal dalam artian tidak di manfaatkan. Penggarapan lahan tersebut agar bermanfaat bagi masyarakat tentunya memerlukan dana yang tidak sedikit. Pemkab, sebutnya tidak mampu. Sehingga dari situlah ditawarkan kepada insvestor. Ternyata ada yang menyambutnya.

Harapan dari masuknya insvestor. Tentu untuk meningkatkan lahan. Dan tentunya untuk kesejahteraan masyarakat di sana. Pemkab HSS pun akhirnya memberikan kesempatan kepada insvestor itu untuk menggarapnya. “Secara prinsip sudah, masalah perizinan juga dipenuhi termasuk amdalnya,” kata Udi dalam kesempatan itu.

Dalam aturan bidang pertanian. Tak hanya perusahaan yang mendapat keuntungan. Masyarakat juga dilibatkan dengan sistem plasma. Biasanya sebanyak 20 persen dari luasan kebun. “Yang 20 persen itu, perusahaan (bergerak bidang perkebunan, red) se Indonesia pasti tahu. Dan wajib mematuhi,” katanya.

Menurut Udi Prasetyo, yang juga didampingi Kabid Budidaya Dishutbun Syaiful Bahri, sampai kini yang mengajukan permohonan untuk plasma sudah mencapai 3.000 KK dengan luasan lahan 6 ribu hektare. “Pemkab tidak mau ada perusahaan tapi membuat masyarakat diabaikan. Harapan pemkab HSS perusahaan jalan dan masyarakat jalan,” katanya.

Jumpa pers itu juga dihadiri Kabag Humas Maksum Nafarin, Camat Daha Utara Bahteransyah, Sekcam Daha Barat Kamidi dan perwakilan dari Kecamatan Daha Selatan. Lalu perwakilan perusahan PT SAM. (why)

>>>Utama:

Foto>>> CAMAT – Plt Camat Daha Barat Kamidi, Camat Daha Utara Bahteransyah dan perwakilan perusahaan.

Pembongkaran Jembatan Diketahui Camat

KANDANGAN – Terkait pembongkaran jembatan menuju Desa Bajayau Daha Barat menurut Pimpro PT SAM Laksono Budiyanto untuk memudahkan masuknya alat eksavator. Lantara alat berat tersebut dianggkut menggunakan ponton (sejenis kapal pengangkut, red).

“Jembatan yang dilewati terpaksa harus dibongkar. Dan itu sudah sepengetahuan pemerintah setempat,” katanya. Lalu jembatan tersebut akan diganti yang lebih mamadai. Sehingga itu juga sebagai jalan masuk menuju perkebunan.

Pengerjaan jembatan itu. Sudah ditunjuk kepada kontraktor lokal. Belum dibangunnya jembatan tersebut lantaran kontraktor menunggu muka air surut.

Terkait pembongkaran jembatan yang tidak sepengetahuan Camat setempat dibantah. Plt Camat Daha Barat Kamidi menegaskan bahwa pembongkaran itu memang sepengetahuan pihak kecamatan. “Bahkan RAB jembatan tersebut kami juga mempunyai,” sebut Kamidi.

Menurut Kamidi, pada umumnya masyarakat Daha Barat mendukung adanya perkebunan sawit. “Tapi memang tidak menutup mata satu dua orang yang menolak,” sebut Camat berkacama ini.

Sementara itu, Bupati HM Safi’i kepada sejumlah wartawan baru-baru tadi menegaskan bahwa kebijakan pemerintah daerah sektor perkebunan utamanya perkebunan sawit di Negara adalah melihat kondisi riil di lapangan.

Menurut Bupati, untuk mencari nilai tambah di kawasan tersebut. Harus diciptakan adanya perkebunan sawit. Ternyata ini direspon oleh perusahaan. Bupati optimis, bila semua dapat berjalan baik. Maka kawasan Negara akan mengalami pertumbuhan. Hal lain tentunya, bakal menciptakan peluang kerja yang luas bagi masyarakat. “Setelah kejayaan industri kayu berhenti. Masyarakat Negara banyak yang menganggur,” sebut Bupati yang juga asli warga Negara kepada sejumlah wartawan. (why)

Foto>>>Pimpro PT SAM Laksono Budiyanto

Serap Pekerja, Janjikan Tali Asih

Sementara itu, dari PT SAM yang menghadirkan pimpinan proyek Laksono Budiyanto mengatakan bahwa dari 21 ribu yang diusulkan, yang disetujui untu pengembangan sawit hanya 19.159 hektare.

Tanaman kepala sawit sebutnya, perlu kesuburan dan bukan tanaman air. Faktanya di Negara adalah kawasan berair. Pada musim tertentu tergenang akibat limpasan sungai Negara. “Bukan lahan rawa, tapi lahan yang kami garap adalah lahan limpasan dari Sungai Negara,” kata Laksono.

Perusahaan mereka, sebutnya dengan perhitungan bisnis. Akhirnya mencoba untuk menerapkan aplikasi teknologi kebun sawit di daerah itu. Biasanya, selama ini PT SAM (Astra Group) berkebun pada lahan-lahan mineral.

Membuktikan komitmen. Mulai Agustus 2008 PT SAM sudah melakukan operasional. Sekitar 36 eksavator diturunkan untuk melakukan pembuatan kanal. “Karena bukan tanaman air. Jadinya kami melakukan kanalisasi. Sehingga ketika musim hujan tidak kebanjiran. Lalu musim kemarau tersedia air. Bahasa teknisnya mengelola tata airnya dulu,” sebutnya.

Nah, saat penggarapan kanal inilah mulai muncul kendala teknis. Menurut Laksono, ada lahan yang ternyata bukan lahan kosong tanpa peradaban. Tapi dimiliki masyarakat, yakni perladangan atau pertanian. Laksono juga mengakui mereka tidak maksimal sosisaliasi dan silaturahmi dengan masyarakat. Mungkin pula saat acara sosialisasi ada yang tidak hadir. Lalu yang hadir tidak paham dan enggan bertanya.

Persoalan inilah yang akan dipecahkan mereka. Perusahaan siap memberikan kompensasi sesuai perhitungan bisnis. Lalu ada kerjasama berupa plasma dan fasilitasi modal lainnya. “Kami datang ke sana bukan bisnis murni. Tapi untuk berpartisipasi dalam pembangunan,” janjinya.

Bahkan, bisnis perkebunan ini juga jangka panjang. Sekitar 30 tahunan ke depan. Jumlah tenaga kerja yang dapat direkrut mencapai 17 ribu orang. Tentunya, ini dipriotaskan bagi masyarakat setempat. “300 orang yang menolak. Dibalik itu ada ribuan orang yang mengharapkan kami,” ungkapnya.

Kantor Perusahaan Sawit Diserbu Warga

Selasa, 14 April 2009 | 07:21 WITA

KANDANGAN, SELASA - Penolakan warga terhadap PT Subur Agro Makmur (SAM), perusahaan kelapa sawit yang akan membuka lahan di Kecamatan Daha, Hulu Sungai Selatan (HSS), semakin deras. Bahkan kali ini warga mendatangi kantor PT SAM di Desa Sungai Pinang Kecamatan fDaha Selatan, kemarin.

Kedatangan warga yang berjumlah sekitar 300 orang tersebut menuntut PT SAM menghentikan beroperasinya alat berat yang mengeruk lahan pertanian mereka. Bahkan mereka memberikan waktu sepuluh hari agar perusahaan menarik kembali alat beratnya.

Aksi yang dilakukan warga sempat membuat ketegangan setelah salah satu kaca kantor PT SAM pecah. Belum diketahui kerusakan tersebut apakah akibat pengrusakan atau faktor ketidak sengajaan.

Kapolres HSS AKPB SUherman melalui Kapolsek Daha Selatan Iptu Sudirman mengakui kejadian tersebut. Menurutnya kedatangan warga untuk meminta pihak PT SAM melakukan negoisasi terhadap beroperasinya alat berat tersebut. "Warga yang datang sekitar 300 orang lebih mereka datang untuk menuntut agar alat berat tidak lagi beroparasi," ujarnya.

Ditambahkan Sudirman kronologis kejadian berawal saat PT SAM berjanji datang untuk menenui warga terkait beroperasinya alat berat di lahan mereka di Desa Barus Jaya. "Namun saat pertemuan tidak ada satu pun perwakilan perusahaan yang datang, mereka lalu mendatangi kantor PT SAM," tambahnya.

Mengenai kaca yang pecah, Sudirman masih melakukan penyidikan apakah disengaja atau tidak. "Massa yang datang kan banyak jadi kemungkinan akibat desakan massa yang datang sehingga kaca ada yang pecah. Sementara dari pihak perusahaan belum memberikan komentar mengenai hal tersebut," katanya.

Sementara meski ditentang warga PT SAM masih nekat beroperasi. Bahkan kali ini mereka sudah mengerahkan alat berat untuk membuka lahan perkebunan sawit disana sejak beberapa hari terakhir.

"Kami tidak pernah memberi izin. Bahkan, saya dengar Pak Camat pun tak mengizinkan. Tapi pihak perusahaan berdalih sudah mengantongi izin Bupati," ujar Kepala Desa Badaun Kecamatan Daha Barat, Irwani mewakili warga.

Tidak hanya itu penolakan juga dilakukan warga, Kepala Desa dan tokoh masyarakat dengan membuat pernyataan sikap yang dituangkan dalam bentuk petisi yang ditandatangi warga,

Menurutnya penolakan pembukaan lahan sawit dilakukan karena  ruas jalan yang menghubungkan Nagara dengan Desa Bajayau, diputus dan dikeruk pihak PT SAM.

Akibatnya, jalan itu tak lagi bisa dipergunakan. Sehingga, warga dan tenaga pengajar yang ingin ke Desa Bajayau, terpaksa menggunakan jalur air yang relatif lebih lama.

Tidak hanya itu tiga aliran sungai terputus akibat tertutup jalan hasil pengerukan PT SAM. Akibatnya, para petani ikan kesulitan. Pengerukan dan pembuatan kanal juga dinilai banyak membuat lahan produktif milik warga menjadi korban.

"masa demi pembukaan lahan saja lahan kami juga harus dioambil padahal lahan tersebut sudah saya beri pagar namun ditabrak alat berat hingga hancur," kata Aliannor, dari Kelompok Tani Usaha Bersama yang lahannya di Siang Gantung.

Sementara belum ada komentar dari PT SAM. Heru Setiawan, Humas PT SAM yang ditemui enggan memberikan komentar.

Sebelumnya Kadishutbun HSS, Udi Prasetyo mengatakan proyek perkebunan kelapa sawit ini sudah berjalan sejak Desember 2007 lalu. Sebelum dikerjakan proyek ini sudah dilakukan identifikasi, pendataan dan kelayakan.

"Selain itu proyek ini pun sudah disetujui 300 kepala keluarga warga disana, sementara yang menolak proyek ini hanya sekitar 500 orang itu pun sebagian sudah menyatakan setuju sehingga proyek ini tetap kita jalankan," ujarnya.

Dalam proyek perkebunan kelapa sawit ini pihaknya telah menyediakan lahan seluas 300-500 hektar sementara pihak yang mengerjakan dari PT Subur Agro Makmur dan dan PT Subur Maju Makmur. "Dishutbun hanya sebagai penyedia lahan sementara dananya dari pihak perusahaaan," pungkasnya.