Friday, June 29, 2007

Petani Cengkih Diminta Beralih Komoditas

Friday, 29 June 2007 01:27

PELAIHARI, BPOST - Dinas Perkebunan Kabupaten Tanah Laut menyarankan agar petani cengkih mengembangkan komoditas unggulan yang pasarnya semakin terbuka, seperti karet dan kelapa sawit, menyusul jebloknya harga cengkih.

Pemerintah sulit melakukan intervensi harga, karena bukan komoditas unggulan. "Harga cengkih bergantung pasar. Sulit bagi kami melakukan perlindungan harga, karena cengkih bukan komoditas unggulan," kata Kepala Dinas Perkebunan HA Rachman Said Rabu (27/6).

Proteksi harga, kata Rachman hanya bisa diterapkan terhadap komoditas unggulan, seperti, karet dan kelapa sawit, karena komoditas ini sangat banyak dibudidayakan petani.

Seperti halnya gabah di sektor pertanian tanaman pangan, jika harga karet dan kelapa sawit anjlok, pemerintah bisa melakukan intervensi dengan menetapkan harga terendah.

Rachman mengatakan, di Tala kini semakin banyak petani mengembangkan karet dan kelapa sawit. Sedangkan petani cengkih jumlahnya terus berkurang. Kebun cengkih yang masih ada umumnya di wilayah Kecamatan Takisung dan sebagian di Panyipatan.

Penyusutan kebun cengkih hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Ini terkait kebijakan pemerintah mengurangi konsumsi rokok yang dimulainya dari larangan merokok di tempat umum.

Kendati masih eksis, produksi perusahaan rokok secara nasional dan internasional terus menurun. Hal ini berdampak pada menurunnya permintaan bahan baku (cengkih). "Untuk itu kami terus menerus memberikan penyuluhan supaya petani cengkih di daerah ini mulai mengalihkan komoditas, apakah karet atau kelapa sawit. Ini satu-satunya solusi terbaik," ketanya. roy


Thursday, June 28, 2007

Petani Sawit Sukacita

Friday, 22 June 2007 01:26

PELAIHARI, BPOST - Petani kelapa sawit di Tanah Laut kini tersenyum. Kelangkaan minyak goreng yang melanda sejumlah daerah di Indonesia, memicu naiknya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Per kilogram TBS di Tala saat ini, menembus Rp 1.200.

"Terakhir kami menjual bulan Mei lalu. Harganya bervariasi sesuai kualitas TBS. Yang kualitasnya bagus per kilogramnya mencapai Rp 1.200," tutur Zakaria, Sekretaris KUD Agro Berseri Tala, Rabu (20/6).

KUD Agro Berseri merupakan induk dari sejumlah 11 KUD yang anggotanya adalah eks peserta plasma tebu PTPN XIII. Pascadilikuidasinya pabrik tebu tahun 2000 silam, eks plasma tebu menerima bantuan dari pemerintah pusat dan daerah berupa Kebun Rakyat dengan komoditas kelapa sawit.

Namun hanya sedikit petani yang menikmati harga menggiurkan ini, yakni petani sawit di Desa Telaga dan Kelurahan Karang Taruna Kecamatan Pelaihari. Mereka memang memelihara kebun sawitnya secara intensif sehingga produksinya pun memuaskan, buah TBS banyak dan berwarna kemerahan.

Namun sebagian besar petani sawit lainnya menikmati harga Rp 900 per kilogram TBS. Namun ada juga yang hanya per kilogram TBS dihargai Rp 250 bahkan Rp 150.

Harga rendah itu, sebut Zakaria, tidak bisa dihindari karena memang kualitas TBS rendah. Ini sebagai akibat kurangnya perawatan kebun sawit. roy


Monday, June 18, 2007

Gubernur: Bangun Pabrik Minyak Goreng! Pemerintah perketat ekspor

Saturday, 16 June 2007 03:26

BANJARMASIN, BPOST - Gubernur Kalsel Rudy Ariffin akan mengeluarkan surat edaran (SE) yang ditujukan kepada 17 perusahaan pengolahan crude palm oil (CPO) di Kalsel. Intinya, Rudy meminta agar perusahaan itu mendirikan pabrik minyak goreng di banua.

"Dalam waktu dekat kita keluarkan SE agar mereka mendirikan pabrik minyak goreng di Kalsel," ungkapnya, Rabu (15/6).

Menurutnya, dengan mendirikan pabrik minyak goreng, maka CPO yang merupakan bahan baku minyak goreng dari kelapa sawit itu tidak lagi dikirim ke luar negeri.

Rudy mengatakan, untuk pendirian pabrik minyak goreng, pemerintah akan membantu berupa memberikan kemudahan perizinan maupun kesiapan lahannya.

"Permintaan lisan yang kita sampaikan direspon PT Sinar Mas Group. Katanya, tahun depan akan mulai membangun pabriknya di Kotabaru," bebernya.

Sementara menurut Kepala Dinas Perkebunan Kalsel, Haryono, PT Smart Tbk juga tertarik untuk mendirikan pabrik minyak goreng di Kalsel di Tarjun, Kotabaru.

Sayangnya, lokasi yang ditentukan, sebagian masuk dalam kawasan hutan lindung. Selain itu, yang mereka pikir-pikir, karena produksi CPO di Kalsel masih kecil sementara kapasitas produksi PT Smart Tbk cukup besar. "Produksi CPO di Kalsel hanya sekitar 40.000 sementara kapasistas produksi PT Smart Tbk mencapai 30.000. Jadi pas-pasan saja," tandasnya.

Diperketat

Sementara itu, Menko Perekonomian Boediono menambahkan, pemerintah menaikkan tarif pungutan ekspor (PE) untuk produk kelapa sawit dan turunannya untuk menstabilkan harga minyak goreng. Kenaikan tarif pungutan ekspor berlaku sejak diputuskan kemarin.

Boediono mengatakan, kenaikan pajak ekspor merupakan langkah terbaik yang dilakukan saat ini untuk menstabilkan harga minyak goreng. "Tujuannya untuk mengamankan suplai minyak sawit dan minyak goreng untuk kepentingan dalam negeri dengan harga yang lebih terjangkau di masyarakat," kata Boediono. ais/mio

Tak Serius, Jatah Sawit Dialihkan Petani non eks plasma tebu punya peluang

Wednesday, 13 June 2007 04:16

PELAIHARI, BPOST - Tahun ini program terakhir kebun rakyat bagi eks plasma tebu PTPN XIII yang dibiayai pemerintah. Dinas Perkebunan Tanah Laut mengancam akan mengalihkan program tersebut ke petani lain jika eks plasma tebu tidak serius.

"Kami akan selalu melakukan pengecekan di lapangan, terutama kesiapan lahan. Jika fakta di lapangan ada petani eks plasma tebu yang tidak serius, terpaksa jatah sawitnya akan kami alihkan ke petani lain," tegas Kadis Perkebunan Tala HA Rachman Said.

Menurutnya, indikasi adanya ketidakseriusan mulai terlihat. Ada beberapa peserta eks plasma tebu yang sama sekali belum menyiapkan lahannya, padahal diperkirakan tidak lama lagi bibit sawit akan datang.

Sekadar diketahui pemerintah pusat bersama Pemprov Kalsel dan Pemkab Tala meluncurkan program kebun rakyat bagi para eks plasma tebu PTPN XIII. Program ini merupakan wujud kepedulian pemerintah guna membantu ekonomi eks plasma tebu pascatutupnya pabrik tebu PTPN XIII di pengujung 2.000 silam.

Program kebun rakyat itu mulai dilaksanakan sejak beberapa tahun lalu. Sharing dananya, pusat (APBN) menanggung biaya pengolahan lahan, APBD I menanggung pengadaan biaya bibit sawit, dan APBD II menyediakan biaya pengadaan sarana produksi seperti pupuk dan obat-obatan.roy

Saturday, June 02, 2007

Kebijakan DMO Mundur

Sabtu, 02 Juni 2007

Pembahasan soal Mekanisme Kontrol Belum Tuntas

Jakarta, Kompas - Pemerintah menunda satu sampai dua minggu kebijakan kewajiban pasokan minyak sawit mentah (CPO) untuk memenuhi pasar dalam negeri (DMO). Penundaan ini berkaitan dengan belum selesainya pembahasan mekanisme kontrol kebijakan DMO itu di tingkat menteri.

Menteri Pertanian (Mentan) Anton Apriyantono, Kamis (31/5), seusai meresmikan Dewan Minyak Sawit Indonesia di Jakarta, mengungkapkan, karena pelaksanaan program stabilisasi harga juga mengalami kemunduran, pemerintah memutuskan untuk memberikan toleransi waktu pelaksanaan DMO.

Dalam pembahasan di tingkat menteri, selain mempersiapkan kebijakan DMO dengan matang, muncul juga pemikiran pemberlakuan tarif ekspor atau pajak ekspor, seperti yang selama ini dilakukan Malaysia. Kelebihan tarif atau pajak ekspor itu nantinya dialokasikan untuk pengembangan industri minyak sawit. Namun, mekanisme penganggarannya berbeda dengan Malaysia.

Tetap menyiapkan

Meskipun penerapan kebijakan itu tertunda, Departemen Pertanian telah menyiapkan payung hukum dan formula bagi implementasi DMO. Formula itu tertuang dalam Keputusan Mentan Nomor 339/2007 tentang CPO untuk Kebutuhan Dalam Negeri guna Stabilisasi Harga Minyak Goreng Curah. Keputusan Mentan tertanggal 31 Mei 2007 ini berlaku khusus untuk pasokan CPO bagi industri minyak goreng dalam negeri bulan Mei dan Juni 2007, dan berlaku surut 1 Mei 2007.

Dalam Keputusan Mentan disebutkan, pasokan CPO dalam rangka stabilisasi harga minyak goreng curah untuk bulan Mei 2007 sebesar 97.525 ton dan Juni 2007 sebesar 102.800 ton.

Jaminan CPO wajib dipenuhi perusahaan perkebunan minyak sawit di Indonesia, baik anggota Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) maupun non-anggota Gapki. Oleh perusahaan perkebunan, CPO dikirim ke pabrik minyak goreng anggota Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia dan Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia untuk diolah menjadi minyak goreng dengan rasio 1 kg CPO menjadi 1 kg minyak goreng.

Penyerahan CPO ke pabrik dilakukan dengan harga menurun secara bertahap sampai harga akhir sebesar Rp 5.700 per kg, termasuk PPN sebesar 10 persen. Harga itu adalah harga di lokasi pabrik minyak goreng yang telah ditentukan.

Pemerintah juga menugasi Gapki melakukan koordinasi menentukan alokasi CPO ke pabrik minyak goreng dan mengawasi jumlah penyerahan CPO dari perusahaan perkebunan. Gapki juga wajib melaporkan tugas pelaksanaan kepada Mentan dengan tembusan kepada Menko Perekonomian, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara BUMN.

Laporan pelaksanaan program dianggap sah apabila diaudit oleh akuntan publik. Perusahaan perkebunan yang tidak melaksanakan keputusan ini dikenai sanksi administrasi.

Pendapatan ekspor

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Kamis (31/5), yang ditemui di Kantor Kepresidenan di Jakarta, mengemukakan, untuk menstabilkan harga minyak goreng di dalam negeri, keuntungan ekspor harus dikelola bersama. Saat ini ekspor minyak goreng Indonesia lebih besar daripada yang dikonsumsi di dalam negeri.

"Jadi ada keuntungan juga dari ekspor dengan harga yang tinggi. Sekarang bagaimana kita mengimbangi keuntungan dari ekspor tersebut untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng dalam negeri. Hal ini memerlukan koordinasi yang baik antara produsen, prosesor, dan bagaimana menjualnya di dalam negeri," ujarnya.

Dalam upaya menjaga stabilitas harga minyak goreng di dalam negeri ini, tengah dilakukan koordinasi interdepartemen dengan membentuk tim teknis. Tim teknis ini sedang membahas regulasi yang tepat untuk menjaga keadaan yang terjadi sekarang. (mas/inu)