Tuesday, December 30, 2008

2.000 Buruh Sawit Kalsel Terancam PHK

Jumat, 19 Desember 2008 | 16:57 WIB

BANJARMASIN, JUMAT - Krisis keuangan global yang terjadi saat ini, membuat lima perusahaan perkebunan di Kabupaten Kotabaru dan Tanah Bumbu (Tanbu) akan kembali melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalsel, Kurdiansyah, di Banjarmasin, Jumat, mengungkapkan, dari data yang telah dikumpulkan, lima perusahaan perkebunan di dua kabupaten tersebut, terpaksa tidak mampu melakukan perpanjangan kontrak kerja dengan sebagian besar karyawannya.
Kondisi tersebut terjadi karena perusahaan harus mengurangi produksinya, mengingat permintaan pasar dunia terhadap Crude Palm Oil (CPO) yang turun drastis dalam beberapa bulan terakhir.
"Saat ini, beberapa perusahaan perkebunan sawit terpaksa mengurangi produksi, karena permintaan dunia turun drastis, sehingga perusahaan terpaksa tidak lagi mempekerjakan karyawannya," tambahnya.
Namun demikian, tambahnya, untuk karyawan tetap, sebagian besar masih dipertahankan, sambil menunggu perubahan keadaan, siapa tahu pada 2009, perekonomian dunia membaik, dan permintaan CPO kembali tinggi.
"Pemutusan hubungan kerja lima perusahaan perkebunan sawit yang diperkirakan mencapai 2.000 orang tersebut, saat ini masih terbatas pada karyawan lepas," katanya.
Kurdiansyah optimis, pada 2009, perekonomian akan kembali membaik, sehingga pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam jumlah yang lebih besar diharapkan tidak akan terjadi.
Apalagi, tambahnya, pemerintah kini telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kondisi krisis di antaranya dengan segera membangun perusahaan CPO untuk industri lainnya, seperti biodisel.
Selain perusahaan perkebunan sawit, tambahnya, sektor perkayuan juga kembali melakukan PHK, karena juga terkena imbas krisis keuangan global.
Kondisi tersebut berbeda dengan sektor batu bara yang masih lumayan bertahan. Kendati permintaan batu bara dari Kalsel mengalami sedikit penurunan, tetapi belum membuat perusahaan batu bara yang ada di Kalsel tutup.
"Untuk perusahaan batu bara masih lumayan bertahan, belum ada yang melakukan PHK besar-besaran, hal ini karena permintaan batu bara untuk memenuhi kebutuhan PLTU relatif stabil," tambahnya.

Tuesday, December 16, 2008

480 Ribu Hektar Rawa Dikembangkan Sawit

Senin, 15 Desember 2008 11:28 redaksi

BANJARMASIN - Kepala Dinas Perkebunan Kalimantan Selatan, Ir Haryono, mengungkapkan, sekitar 480 ribu hektar lahan rawa yang kedalamannya kurang dari tiga meter di Kalsel dibolehkan untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit.

"Dari sekitar 480 ribu hektar lahan rawa yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit di Kalsel itu, kini sudah banyak perusahaan yang mendapat izin usaha," ujarnya, belum lama ini.

Dia menyebutkan, perusahaan perkebunan yang telah mendapat izin usaha untuk pengembangan kepala sawit tersebut, antara lain sembilan perusahaan berada di Kabupaten Tapin, dengan rencana pengembangan seluas 80 ribu hektar.

Selain itu, kata Haryono, tiga perusahaan di Kabupaten Barito Kuala (Batola), lebih kurang seluas 42 ribu hektar, dua perusahaan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) dan satu di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU).

Dia mengakui, untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit di lahan rawa tersebut memang harus menggunakan jenis kelapa sawit khusus seperti yang dikembangkan di daerah Sumatera, sesuai hasil pengkajian dari tim pengembangan rawa.

Keuntungan dari pengembangan perkebunan di lahan rawa tersebut, katanya, pada tahun-tahun awal produksinya besar mencapai enam ton tandan buah segar (TBS) setiap hektar, sedangkan yang ada di lahan kering berkisar antara 4-5 ton TBS/hektar.

Namun demikian, lanjutnya, pengembangan perkebunan kelapa sawit di lahan rawa tersebut rentan terhadap angin kencang yang bisa menyebabkan roboh, terutama apabila usia tanaman yang mencapai 15 tahun.

Guna mengantisipasi roboh tanaman kepala sawit yang sudah berusia tua pabila diterjang angin kencang, biasanya pengembangan perkebunan kelapa sawit di lahan rawa tersebut dimiringkan sehingga akarnya kuat.

Selain itu, kata Haryono, pengembangan perkebunan kelapa sawit di lahan rawa tersebut biaya operasionalnya tinggi, karena harus membangun infrastruktur yang cukup mahal.

Menyinggung luas perkebunan kelapa sawit di Kalsel, dia menyebutkan, sampai saat ini mencapai 254 ribu hektar dan sebagian besar dikuasai perkebunan besar swasta (PBS) yang berlokasi di Kabupaten Tanah Bumbu dan Kotabaru.

Untuk mengolah hasil perkebunan kelapa sawit seluas 254 ribu hektar tersebut, saat ini telah dibangun pabrik crude palm oil (CPO) sebanyak 14 buah dan sedang dibangun dua pabrik dengan produksi CPO mencapai 400 ribu ton/tahun. ani/mb05

Ratusan Hektare Perkebunan Kelapa Sawit Rusak

Rabu, 10 Desember 2008 11:41 redaksi

BATULICIN-Ratusan hektare perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu), Provinsi Kalimanatsen Selatan sejak dua tahun terakhir kondisinya rusak parah akibat serangan binatang liar seperti jenis tikus, babi hutan, serta jenis landak.

Tanaman kelapa sawit yang rata-rata sudah berumur satu hingga dua tahun dan mulai berbuah itu cenderung gagal panen karena pelepahnya digerogoti hama tikus dan buahnya dimakan atau diserang babi hutan.

"Kami kewalahan memusnahkan binatang itu, termasuk jenis landak, banyak sekali yang merongrong tanaman kelapa sawit hingga membuat pohonnya mati," kata Simbolon (41) petani kelapa sawit dari Desa Karya Bakti, Keacamatan Mantewe, saat ditemui kemarin.

Di sejumlah desa lain yang lokasi perkebunannya ikut terkena serangan hama adalah Desa Sepakat, Desa Sido Mulyo, dan juga Desa Mantewe di lingkungan Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanbu. Sejak awal 2007, jajaran dinas terkait sudah terhitung dua kali menyalurkan bantuan petani berupa bibit kelapa sawit di kawasan desa tersebut.

"Tapi sayang, hasilnya juga nihil. Bibit kelapa sawit yang kami terima, masih berumur terlalu muda sekitar tiga sampai empat bulan sehingga mudah diserang hama," ujar Sibolon, seraya mengeluhkan kondisi tanamanya.

Perkebunan kelapa sawit yang dikelola para petani mayoritas swadaya. Penderitaan yang dialami semakin bertambah parah akibat turunnya harga tandan buah segar (TBS) jenis kelapa sawit dari pengaruh krisis global beberapa bulan terakhir.

"Inipun masih ditambah dengan kelangkaan pupuk. Sementara kami di sini sudah tidak berdaya lagi untuk mengeluarkan biaya guna membuat pagar pengamanan supaya perkebunan sawit tidak dijarah binatang liar," katanya.

Meski kurang efektif, petanipun berusaha melindungi perkebunan-nya dengan kayu ala kadarnya. Sebab, untuk membuat pagar yang kuat dari jenis "Papan Ulin"(papan kayu keras, ciri khas dari Kalimantan Selatan- red) biayanya relatif mahal dan kurang terjangkau petani.an/mb03

Harga TBS Kelapa Sawit Kembali Anjlok

Kamis, 11 Desember 2008 12:33 redaksi

BANJARMASIN - Kepala Dinas Perkebunan Kalimantan Selatan, Ir Haryono, mengakui, akibat krisis keuangan global yang melanda dunia termasuk Indonesia, berdampak pada anjloknya harga tendan buah segar (TBS) kepala sawit di Kalsel.

"Harga TBS kelapa sawit di Kalsel bulan November kembali anjlok pada titik terendah yakni hanya seharga Rp686 untuk kelapa sawit yang berusia di atas 10 tahun, sedangkan yang berusia di bawah 10 tahun hanya Rp620/kg," ujarnya di Banjarmasin, kemarin.

Pengakuan Kepala Dinas Perkebunan Kalsel itu disampaikan sebelum mengikuti sosialisasi kebijakan pemerintah terhadap dampak krisis keuangan global yang melanda dunia dan Indonesia di Graha Abdi Persada Kantor Gubernur di Banjarmasin.

Menurut Haryono, bila dibandingkan dengan bulan Oktober 2008 lalu dimana harga TBS mencapai Rp1.013/kg, maka harga TBS kelapa sawit di Kalsel November ini mengalami penurunan yang sangat tajam dan sangat dialami petani.

Namun demikian, kata Haryono, melihat kondisi harga crude palm oil (CPO) di pasar dunia yang bergerak naik akhir-akhir ini, diharapkan bulan Desember 2008 ini harga TBS kelapa sawit mengalami kenaikan.

"Kini harga CPO di pasar dunia beberapa hari terakhir ini mendekati 500 Dollar AS, atau naik dari bulan November 2008 yang hanya sekitar 430 Dollar AS," ujarnya.

Dia menjelaskan, meskipun kemungkinan harga CPO di pasar dunia bergerak naik mendekati 500 Dollar AS, namun diperkirakan harga TBS kelapa sawit di Kalsel masih kurang dari Rp1.000/kg.

Harga TBS kelapa sawit di Kalsel tersebut, katanya, merupakan harga tertinggi, bila dibandingkan dengan harga TBS yang ada di daerah Sumatera.

Ketika ditanya produksi CPO di Kalsel, dia menyebutkan, dari sejumlah perkebunan kelapa sawit keseluruhan sebanyak 254 ribu hektar dan sudah yang berproduksi sampai saat ini, setahun produksi CPO Kalsel mencapai 400 ribu ton.

Produksi CPO tersebut, jelasnya, berasal dari 14 buah perusahaan CPO yang sudah dibangun dan dalam waktu dekat ini masih ada dua perusahaan yang membangun pabrik CPO yakni satu di Kabupaten Tanah Laut dan Kotabaru. ani/mb05

PT CPN Tak Melaksanakan Plasma?

Kamis, 11 Desember 2008
TANJUNG,- PT Cakung Permata Nusa (CPN) dalam aktivitasnya berinvestasi sektor perkebunan di Kabupaten Tabalong di Desa Kasiau, disinyalir tidak melaksanakan kewajibannya melakukan penanaman plasma untuk dimanfaatkan warga sekitar perkebunan karet dan kelapa sawit tersebut. Bahkan ada dugaan kalau sebagian lahan yang digarap menggunakan lahan milik perusahaan pertambangan batubara, PT Adaro Indonesia.

Menilik pasal 11 ayat 1 Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Pedoman Perijinan Usaha Perkebunan, setiap perusahaan perkebunan diwajibkan membuat plasma. Inti yang terangkum dari pasal 11 menyatakan, perusahaan perkebunan yang melibihi IUP dan IUP-B, mempunyai kewajiban membangun perkebunan plasma untuk masyarakat sekitar, paling rendah seluas 20 persen dari total seluruh luas areal perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan tersebut. Lokasi areal perkebunan plasma yang diusahakan bagi masyarakat sekitar, nyata berada diluar areal HGU.

Petinggi PT CPN maupun Humas PT CPN, belum ada yang dapat dikonfirmasi. Radar Banjarmasin yang kemarin siang sekira pukul 11.30 Wita mencoba mendatangi kantor PT CPN, nyatanya tak ada satupun dapat memberikan keterangan, termasuk Kabag Humas Stefanus yang tidak berada ditempat. “Kabag Humas sedang keluar daerah, sudah saya hubungi tapi tidak ada nomornya yang aktif bisa dihubungi,” kata seorang staf wanita, Theodore P. (day)

Warga Tuntut Janji PT KJW

Rabu, 10 Desember 2008
PELAIHARI,- Merasa habis masa kesabaran menunggu janji tak kunjung ditepati, sedikitnya 30 orang terdiri dari tokoh masyarakat didampingi Camat Kintap mewakili warga Desa Kintap Kecamatan Kintap mendatangi gedung DPRD Kabupaten Tanah Laut, Selasa (9/12) siang kemarin.

Dalam kunjungannya kali ini, warga diterima langsung anggota Komisi I DPRD Tanah Laut yang dipimpin A. Suntung Yani SSos. Dalam tuntutannya dihadapan anggota dewan, kepala dinas terkait dan perwakilan PT KJW, warga meminta PT Kintap Jaya Wanindo (KJW) menepati sekaligus merealisasikan janjinya sebelum membuka perkebunan kelapa sawit disekitar perkampungan warga.

Dalam tuntutannya yang ditandatangani 198 orang penduduk Desa Kintap, warga meminta PT KJW menepati janji terkait perjanjian antara masyarakat untuk tidak menggarap atau menjadikannya perkebunan kelapa sawit diatas lahan seluas 800 hektare, yang dicadangkan untuk masyarakat Desa Kintap, dengan kata lain warga meminta lahan tersebut dikembalikan kepada warga.

Warga juga meminta PT KJW menepati janjinya untuk tidak menggarap hutan nipah seluas 200 meter dari sungai, lantaran warga menilai nipah sudah menjadi salah satu sumber perekonomian bagi warga setempat.

Dalam poin ketiga, warga pun meminta PT KJW menepati janjinya menjadikan warga pemilik lahan sebagai plasma, sebagaimana dijanjikan PT KJW sebelum melakukan pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit.

“Hingga saat ini janji-janji tersebut belum juga ditepati pihak PT KJW. Dengan tidak ditepatinya janji itu, jelas warga sangat dirugikan dan merasa keberatan dengan sikap PT KJW yang tak merealisasikan janji-janji kepada warga,” ujar juru bicara warga, Suhaimi dalam kesempatan penyampaian aspirasinya.

Sementara itu, dalam menanggapi protes warga, Pjs Manager Plasma PT KJW, Apriansyah mempertanyakan aksi warga. Pasalnya, menurut Apriansyah permasalahan tersebut mengapa baru dipersoalkan saat ini, padahal menurutnya sebelum-sebelumnya warga tidak pernah mempersoalkannya.

“Kenapa masalah ini baru dipersoalkan sekarang, sebelumnya hal ini tidak pernah menjadi masalah,” ujar Apriansyah.

Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Tanah Laut Ir Rahman Said MM mengatakan, pihaknya menerbitkan izin perkebunan, jika tidak ada masalah lagi dengan warga.

“Namun masalah lahan yang dipersoalkan harus benar-benar dikaji terlebih dahulu lahan mana yang dimaksud warga. Jika pun benar, maka saya pikir harus ada kerjasama antara perusahaan dengan warga salah satunya melalui kerjasama plasma,” ujarnya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada kesepakatan jelas antara warga dengan PT KJW. Dewan sendiri masih menganilisa lebih jauh permasalahan yang dipersoalkan warga. (bym)

Tuesday, December 09, 2008

Jalan Kebun Cemari Sawah

Senin, 01-12-2008 | 07:55:06

PELAIHARI, BPOST - Usahatani padi yang digeluti petani Desa Batalang Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut (Tala), Kalsel terganggu sejak beberapa musim tanam balakangan ini. Ini menyusul acapkalinya sawah tercemar oleh keberadaan jalan kebun perusahaan sawit.

Pencemaran terutama terjadi pada musim penghujan. "Permasalahannya jalan kebun sawit itu kan dibuat mamanggal (membelah) persawahan. Masalahnya lagi, jalan itu tidak dirawat. Kalau hujan, tanahnya longsor ke sawah," sebut Syahruddin, Kaur Umum Desa Batalang.

Keluhan itu disampaikan Syahruddin dihadapan Wabup H Atmari dan jajaran pejabat teras Pemkab Tala, Jumat (28/11), pada acara sarasehan di desa setempat.

Para petani yang dirugikan selama ini tak bisa berbuat apaapa, kendati pertumbuhan dan perkembangan tanaman padinya terganggu. Umumnya mereka tak berani mengadu.

Pihaknya sendiri selaku aparatur pemerintah desa, sebut Syahruddin, pernah berupaya meminta solusi ke manajemen perusahaan. Namun sejauh ini tidak ada respon.

"Karena itu pada kesempatan ini, entah dari instansi apa, kami meminta bantuan Bapak-Bapak sekalian supaya bisa membantu menangani masalah itu," ucap Syahruddin.

Menyikapi hal itu, Wabup H Atmari mengatakan secepatnya jajaran terkaitnya akan menindaklanjutinya. Pengecekan lapangan akan dilakukan guna melihat langsung kondisi persawahan setempat, terutama yang ada di sekitar jalan perusahaan sawit.

Pemerintahannya juga akan memanggil manajemen perusahaan sawit setempat guna diklarifikasi. Jika memang keberadaan jalan itu mengganggu persawahan, maka pihak perusahaan akan diminta bertanggungjawab dan memperbaiki badan jalan.

Keluhan terhadap perusahaan sawit tak terhenti di situ. Warga Desa Batalang juga mengeluhkan kebijakan perusahaan sawit yang terus mengurangi jam kerja. Sekedar diketahui, sebagian warga Batalang menjadi pekerja lepas pada perusahaan sawit itu.

Semula dalam sebulan jam kerja 26 hari, sejak beberapa hari lalu dikurangi menjadi 14 hari kerja. Bahkan, kabarnya pihak perusahaan kembali akan  mengurangi menjadi 3 hari dalam seminggu.

Kebijakan itu dirasakan merugikan pekerja karena praktis mengurangi penghasilan. Padahal sebagian pekerja hanya menggantungkan hidup dari bekerja di perusahaan sawit itu.

Terkait  masalah itu, Kadisnakertrans I Ketut Ardika Suyatna mengatakan pihaknya lebih dulu akan memanggil pihak perusahaan guna menanyakan duduk permasalahannya. "Jika pengurangan jam kerja itu tidak sesuai kontrak (perjanjian kerjasama) dan tidak pernah diberitahukan sebelumnya kepada pekerja, itu jelas pelanggaran."

Namun, lanjut Ketut, jika pengurangan jam kerja jauh-jauh hari telah diberitahukan kepada pekerja, maka pihak perusahaan tidak bisa dipersalahkan. Bisa jadi, kebijakan itu terpaksa ditempuh karena finansial perusahaan sedang merugi menyusul anjloknya harga komoditas sawit saat ini.

"Mungkin juga itu merupakan upaya penyelamatan untuk menghindari PHK. Tapi, untuk jelasnya, kami akan cek recek dulu. Setelah mengetahui duduk permasalahannya, barulah kami bisa  bertindak," tegas Ketut.

Thursday, November 27, 2008

Pemkab Sambut Revitalisasi Perkebunan

Rabu, 26 November 2008
UPAYA pembangunan di sektor perkebunan yang tengah dilakukan PTPN XIII tampaknya bakal melaju di jalur tol. Betapa tidak, program revitalisasi kelapa sawit dalam bentuk kerjasama inti plasma antara perusahaan dan masyarakat mendapat apresiasi positif Pemerintah Kabupaten Tanah Laut.

Bupati Tanah Laut H Adriansyah melalui sambutan tertulis yang dibacakan Wakil Bupati Drs H Atmari menyatakan, pihaknya menyambut gembira karena upaya tersebut merupakan salah satu upaya mensukseskan pembangunan sub sektor perkebunan.

“Pembangunan sub sektor perkebunan sangat menunjang pembangunan daerah dan nasional karena merupakan penunjang peningkatan ekspor non migas, disamping memperluas kesempatan kerja dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang pada akhirnya bertujuan secara tidak langsung mengurangi tingkat kemiskinan yang jumlahnya masih cukup besar,” beber Atmari.

Terlebih lanjut Wabup, pada kondisi perekonomian yang kurang menggembirakan pada saat sekarang sebagai akibat krisis ekonomi global yang sudah tentu berdampak pada pemutusan hubungan kerja seperti yang terjadi di beberapa daerah di Nusantara belakangan terakhir.

“Kondisi ini harus kita waspadai dengan lebih berupaya meningkatkan pembangunan sektor-sektor lainnya sebagai faktor penyeimbang, dimana sektor perkebunan merupakan salah satu basis ketahanan ekonomi kerakyatan terlebih perkebunan yang meghasilkan komoditi ekspor seperti kelapa sawit dan karet,” terang suami Hj Latifah Atmari ini.

Disisi lain tambah Wabup, komoditas kelapa sawit merupakan komoditi strategis karena banyak melibatkan masyarakat luas seperti petani, buruh tani, pekerja pabrik, penyedia jasa transportasi untuk mengangkut hasil perkebunan.

“Kepada masyarakat yang bermitra dengan PT Perkebunan Nusantara XIII agar benar-benar melaksanakan apa yang sudah disepakati bersama dan apabila ada permasalahan agar dapat diselesaikan secara musyawarah dan terus berkoordinasi dengan instansi terkait,” tandasnya. (bym)


PTPN XIII Buka Kebun Plasma Kelapa Sawit

Rabu, 26 November 2008
PELAIHARI,- Warga Desa Batu Tungku Kecamatan Panyipatan, Selasa (25/11) siang kemarin patut bersyukur. Pasalnya, PT Perkebunan Nusantara XIII untuk pertama kalinya telah membuka perkebunan sawit plasma program revitalisasi pola satu manajemen. Dengan kata lain, setelah dibukanya perkebunan kelapa sawit dengan mekanisme plasma inti ini, masyarakat memiliki peran dan keuntungan lebih dan tak perlu menjual lahannya kepada perusahaan.

“Masyarakat selain sebagai pemilik lahan, dia juga bisa berperan sekaligus menjadi karyawan. Jadi tak hanya pembagian keuntungan saja yang akan diperoleh warga, lebih dari itu mereka juga mendapatkan upah dari statusnya yang juga sebagai karyawan perkebunan,” ujar General Manager PTPN XIII, Ir H Sunardi R Taruna MS MBA saat disinggung keuntungan yang diperoleh warga melalui mekanisme inti plasma tersebut.

Dijelaskannya, pada tahap pertama program revitalisasi kelapa sawit ini, pihaknya mencanangkan sedikitnya lebih kurang 2.000 hektare, dengan jumlah lokasi 9 desa berturut-turut Desa Batu Tungku I seluas 194 hektare, Batu Tungku II 106 hektare, Kandangan Lama 150 hektare, Bumi Asih 150 hektare, Sukaramah 100 hektare, Pantai Linuh 150 hektare, Desa Tanjung Kecamatan Bajuin seluas 256 hektare, Sebuhur 140 hektare, dan Desa Batu Mulia 50 hektare.

“Semua ada di empat kecamatan yakni Kecamatan Panyipatan, Kecamatan Pelaihari, Kecamatan Bajuin, dan Kecamatan Batu Ampar. Namun jumlah itu tersebut cenderung akan bertambah seiring meningkatnya permintaan dari masyarakat. Jadi pada prinsipnya bagi kami PTPN XIII sangat terbuka, jika masyarakat minta maka kami akan buka,” tegas Sunardi.

Sementara persyaratan menjadi plasma beber Sunardi terbilang mudah. Hal itu lantaran pihaknya mengaku terbuka bagi petani manapun asalkan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan untuk mempermudah proses berikutnya.

“Satu orang memiliki minimal 4 hektare dengan 2 sertifikat. Pendaftarannya melalui KUD baru kemudian KUD melanjutkannya ke PTPN XIII. Intinya semuanya agar mempermudahkan pola satu manajemen dalam perkebunan tersebut,” ujarnya. (bym)

Didukung Pabrik Pengolahan Berkapasitas 60 ton TBS per jam

Rabu, 26 November 2008
PERKEBUNAN kelapa sawit di wilayah kerja PT. Perkebunan Nusantara XIII (Persero) tampaknya akan kian berkembang pesat. Prediksi pesatnya perkembangan perkebunan kelapa sawit PTPN XIII ini lantaran didukung pabrik pengolahan sawit berkapasitas 60 ton tandan buah segar (TBS) per jam atau tipe sedang.

General Manager PTPN XIII, Ir H Sunardi R Taruna MS MBA mengatakan saat ini proses pembangunan pabrik tersebut sudah memasuki tahapan proses tender. “Direncanakan awal 2009 sudah mulai dibangun, dan awal 2010 sudah lepas atau beroperasi,” ujarnya.

Dijelaskannya pembangunan pabrik senilai Rp 80 miliar tersebut akan dibangun di lokasi eks pabrik gula Kabupaten Tanah Laut. Dengan begitu, Sunardi mengaku dalam waktu yang tidak lama lagi pihaknya tak perlu lagi mengirim bahan baku sawit ke Sinas Mas di Kecamatan Kintap karena produksi sawit dari perkebunan milik PTPN XIII sebanyak 100 ton per hari sudah terakomodir perngolahannya di pabrik yang baru dibangun tersebut.

“Kita berdoa saja, mudah-mudahan semua proses pembangunannya berjalan lancar,” tandasnya. (bym)

Sunday, November 16, 2008

Lahan Sawit Batola Rambah Kapuas

Sabtu, 15-11-2008 | 07:21:23

KUALAKAPUAS, BPOST - Tim Pembina Batas Daerah (TPBD) Kabupaten Kapuas, menemukan indikasi adanya perambahan batas wilayah oleh PT Agri Bumi Sentosa (ABS), sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Kabupaten Barito Kuala, Kalsel.

Berdasarkan inventarsasi yang dilakukan TPBD di lapangan belum lama ini, dugaan perambahan wilayah Kapuas itu terjadi pada dua kecamatan, yakni Kecamatan Kapuas Murung dan Pulau Petak. Ini ditandai dengan temuan sejumlah patok bercat merah yang dipasang oleh pihak perusahaan.

Disebutkan, kawasan yang patut diduga telah dirambah itu meliputi wilayah Handil Puntik Kelurahan Palingkau Lama Kecamatan Kapuas Murung, Handil Banama dan Handil Kakawang di Desa Palambang Kecamatan Pulau Petak, serta Handil Badandan Desa Narahan Kecamatan Pulau Petak.

Dalam melakukan inventarisasi, tim mengaku kesulitan karena pihak pekerja lapangan yang ketika itu mereka temui tidak mau memperlihatkan peta izin lokasi. "Tapi kami sudah meminta pihak perusahaan agar sementara waktu menghentikan aktivitasnya di kawasan itu sebelum masalah ini diselesaikan," ujar sekretaris TPBD Kapuas Lesmiriadi.

Sejauh ini, lahan yang diduga dirambah itu belum diketahui secara detil total luasannya. Namun berdasar pengukuran sementara yang dilakukan melalui pengukuran koordinat GPS, luasan 'daerah abu-abu' itu diperhitungkan mencapai 15 kilometer persegi.

Selain dugaan perambahan wilayah oleh perusahaan, tim yang mulai bekerja sejak 20 Oktober-20 November 2008 itu juga menemukan adanya sejumlah tugu tapal batas kedua kabupaten dari dua provinsi bertetangga ini yang ditempatkan tak sesuai.

"Setidaknya ada enam pilar yang kami temukan posisinya tidak sesuai dengan berita acara pemasangan patok batas. Tiga ada di Handil Puntik (pilar 53, 54, dan 55) dan tiga lainnya di Handil Pantang Baru pada pilar 56, 57, dan 58," timpal Lesmiriadi yang saat itu didampingi Kasubag Kependudukan, Agraria dan Kerja Sama, Budi Kurniawan.

Bahkan seperti di Handil Puntik, sebut Budi, mereka mendapati pilar 55 berada pada jarak sekitar 2.000 meter dari as sungai. Padahal sebagaimana berita acara, posisi pilar semestinya berada pada jarak 9.000 meter dari as sungai.

Garis batas Kalsel dan Kalteng di wilayah Batola-Kapuas tercatat memiliki panjang lebih kurang 130 kilometer. Batasannya meliputi wilayah kecamatan Kapuas Kuala, Kapuas Timur, Kapuas Hilir, Pulau Petak, dan Kapuas Murung. Di perbatasan itu telah telah terpasang 60 pilar batas utama (PBU) yang dibangun secara bertahap pada 1994-1998.
    Terkait posisi PBU yang tidak sesuai dengan letaknya, Lesmiriadi menyatakan akan mengoordinasikannya dengan Pemprov Kalteng untuk diselesaikan bersama Pemprov Kalsel, termasuk upaya  penyelesaian dugaan perambahan wilayah oleh perusahaan perkebunan di kawasan tersebut.
    "Kami yakin kesalahan ini karena pihak ketiga yang menjadi pelaksana saat pemasangan patok kurang diawasi. Ini mengingat medannya yang sulit dicapai," imbuhnya.

Tuesday, November 11, 2008

Perkebunan Sawit Diduga Merambah Kawasan Hutan

Selasa, 4 November 2008
PELAIHARI – Proyek pembukaan lahan untuk perkebunan sawit di Desa Pamalongan Kecamatan Pelaihari diduga masuk kawasan hutan. Menurut informasi warga setempat sebut saja Jatmiko, pembukaan lahan ribuan hektare tersebut diduga masuk kawasan hutan yang notabene dilindungi undang-undang.

Saat berita ini dikonfirmasi, Kepala Dinas Kehutanan Ir Aan Purnama MP di ruang kerjanya, Senin (3/11) siang kemarin mengaku pihaknya sudah menerima laporan tersebut. Kendati begitu pihaknya belum melakukan pemeriksaan ke lapangan.

“Kita baru saja mau mengecek langsung ke lapangan, apakah benar masuk kawasan hutan atau tidak. Intinya kita akan melakukan pengecekan terhadap lokasi yang diduga terambah oleh proyek pembukaan perkebunan sawit tersebut, dan jika memang benar demikian kita akan menertibkannya,” ujarnya.

Menurut Aan, perlu pembuktian lebih lanjut untuk untuk mengecek kebanaran laporan warga tersebut. “Karena memang kita tahu tidak sedikit orang yang tidak tahu apakah itu masuk kawasan hutan apa tidak. Dan rencana kita mengecek ke lapangan ini juga merupakan langkah sosialisasi dari Dinas Kehutanan kepada warga dan perusahaan yang melakukan pembukaan lahan di areal tersebut,” ungkapnya.

Pada prinsipnya, Aan mengaku tak akan mempersulit investor dalam melakukan usahanya di Kabupaten Tanah Laut. “Dengan klarifikasi ini justru kita ingin memberikan kepastian hukum dan jaminan usaha kepad investor, intinya kami hanya ingin meluruskan informasi ini,” ujarnya.

Menurut Aan, pihaknya harus bertindak lebih cermat terkait izin usaha perkebunan sawit di Kabupaten Tanah Laut. Pasalnya jika proyek tersebut harus merambah hutan sangat disayangkan lantaran tidak sedikit bahaya yang ditimbulkan akibat pembukaan areal perkebunan sawit secara besar-besaran.

“Idealnya perkebunan kelapa sawit itu diselingi pepohonan, karena jika hanya sawit saja, kerusakan lahan akibat itu bisa lebih parah, diantaranya bisa mengakibatkan bencana banjir, dan kekeringan akibat tidak adanya air yang tersimpan di dalam tanah. Untuk memperbaiki kondisi lahan yang rusak akibat itupun membutuhkan waktu cukup lama, misalkan perkebunannya berusia 25 tahun, maka upaya perbaikannya juga membutuhkan waktu sedikitnya 25 tahun juga,” ujarnya. Untuk itu pihaknya tetap akan melakukan pengecekan kelapangan untuk memastikan sekaligus sosialisasi kawasan hutan. (bym)


Tuesday, November 04, 2008

Harga Sawit Rp350 Tiap Kilogram

Kamis, 23 Oktober 2008 01:58 redaksi

PARINGIN - Nasib petani sawit rupanya tidak berbeda dengan penyadap karet. Di Kabupaten Balangan, sejak dua pekan terakhir harga TBS (tandan buah segar) di tingkat petani hanya dihargai Rp. 350 sampai Rp.400 perkilogram.

"Itu pun, masih harus dikurangi Rp.100 tiap kilo, sehingga pendapatan bersih petani Rp.250 saja tiap kilo," tutur Kurnain, pengepul sawit yang ditemui di Desa Sumber Rejeki, Kecamatan Juai, Senin (20/10).

Kurnain mengatakan, harga tersebut diperoleh setelah pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) yang berada di Kabupaten Tabalong menurunkan harga beli ke pengepul menjadi Rp.625 setiap kilogram TBS. "Sebab harga sawit dari pabrik turun, tentu kami juga menurunkan harga beli dari petani," kilahnya.

Semenjak harga sawit terus merosot, produksi TBS petani turut anjlok lantaran sebagian besar petani tak mampu beli pupuk. "Padahal, pupuk adalah kebutuhan utama untuk meningkatkan produksi," kata Kurnain.

Dia menilai, penurunan harga sawit di tingkat petani saat ini benar-benar "terlalu", mengingat pada bulan Agustus 2008 harga masih bertengger pada kisaran Rp.1.900 setiap kilogram. "Jatuhnya, sejatuh-jatuhnya," ungkap Kurnain.

Petani sawit yang memang tidak pernah bisa ikut menentukan harga, hanya pasrah menerima keadaan. Padahal belum lama berselang, biaya angkut dari kebun ke pabrik meningkat dari Rp.120 menjadi Rp.130 perkilogram TBS. Kenaikan ini dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan bakar minyak beberapa waktu lalu.

"Makin berat bagi petani karena mereka harus menanggung biaya produksi dan angkutan sekaligus," jelas Kurnain. Apalagi, perusahaan pembeli TBS kelapa sawit umumnya membeli di pabrik, bukan di kebun.

Terdesak Kebutuhan

Ashari, petani asal Desa Tigarun, Kecamatan Juai mengatakan, meski harga sawit terjun bebas, untuk sementara dia tetap akan menjualnya. "Terdesak kebutuhan," katanya. Ashari memiliki sehektare kebun kelapa sawit.

Dia mengungkapkan, produksi setiap satu hektar saat ini rata-rata 1,5 ton TBS perbulan. Jika harga jual Rp350 perkilogram, hasil penjualan yang dia dapat Rp.525 ribu setiap bulan.

Jumlah itu, masih harus dipotong biaya produksi, panen dan angkutan yang mencapai 40 persen dari hasil penjualan kotor. Uang yang masuk dompet Ashari pun rata-rata hanya 60 persen dari hasil penjualan kotor, atau Rp 315 ribu saja.

"Uang segitu tiap bulan harus irit seperti apalagi. Beli pupuk jelas tidak sanggup. Beli benih apalagi," ujarnya. Sebagai catatan, Kabupaten Balangan, sesuai data BPS (Badan Pusat Statistik), pada 2007 mampu memproduksi sawit sebanyak 39.630 ton. Angka ini diperkirakan bakal menurun pada 2008 karena sebagian petani sawit mandiri di sejumlah desa di Kecamatan Juai masih enggan membeli benih.

Warga Tolak Alihfungsi Perkebunan Sawit

Jumat, 17 Oktober 2008 11:34 redaksi

TANJUNG - Hampir seluruh desa dari tujuh desa yang ada di Kecamatan Banua Lawas merasa keberatan dengan rencana Pemkab Tabalong mengalihfungsikan perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan.

Empat desa sudah mengeluarkan pernyataan penolakan atas rencana tersebut. Pernyataan menolak kebijakan pemerintah itu, disampaikan sejumlah perwakilan warga kepada Mata Banua di Tanjung, Kamis (16/10).

Empat orang perwakilan warga, Muhammad dari perwakilan warga Desa Hapalah, Marjuni dari perwakilan warga Desa Bangkiling dan Hamli dari Desa Bangkiling Raya serta Iwan dari Desa Talan dengan didampingi Community Organizer Walhi Kalsel, Rachmat Mulyadi (Abu Sya'yap) rencananya menyerahkan pernyataan penolakan warga atas rencana itu ke Kantor Pemkab Tabalong.

"Walaupun sudah mengantongi ijin lokasi perkebunan dari Bupati Tabalong, namun warga masyarakat tidak pernah dimintai pesetujuan. Saat ini pihak Astra melalui PT Cakung Permata Nusa 2 (PT CPN 2) sudah mulai melakukan pembukaan lahan," ujar Muhammad, perwakilan warga Desa Hapalah Kecamatan Banua Lawas.

Salah satu poin yang menjadi alasan penolakan warga adalah dikarenakan perekebunan kelapa sawit akan mengancam pertanian dan kedaulatan warga atas tanah yang telah dilindungi dan dijamin dalam UU pokok Agraria tahun 1960.

"Kalau pemerintah tidak memperhatikan sikap warga ini, tidak tertutup kemungkinan akan ada aksi massa menuntut pemerintah untuk membatalkan rencana sepihak itu," ujar Rachmat dari Walhi.

Anggota DPRD Tabalong dari Fraksi PAN, H Tarsi mengakui memang permasalahan itu sudah pernah dibicarakan dan dibahas di DPRD Tabalong.

"Namun setahu saya DPRD belum pernah memberikan persetujuan atas rencana itu. Kalau rencana itu dilaksanakan tanpa persetujuan DPRD, harusnya ada langkah untuk meninjau kembali rencana tersebut," terangnya.

Sementara LSM Langsat Tanjung melalui ketuanya, Erwan Susandi SE menilai adalah hak masyarakat Banua Lawas menolak atau menerima dan bukan DPRD dan Pemkab yang menentukan dibuka atau tidaknya perkebunan kelapa sawit itu.

Oleh karena itu, aktivis muda Tabalong itu meminta kepada perusahaan untuk menahan diri. Karena menurutnya sosialisasi per-desa belum selesai. Masyarakat Desa Talan dampingan LSM LangsaT tidak pernah diajak penentuan batas.

"Ingat kesepakatan pengukuran patok areal antara masyarakat dengan pemerintah belum dilaksanakan. Jadi tolong, seperti pengerjaan yang mengakibatkan air sungai keruh dihentikan," tandasnya.

Tuesday, October 14, 2008

Warga Pamukan Utara Harapkan Plasma Sawit

Sabtu, 27 September 2008

KOTABARU – Keinginan warga Kecamatan Pamukan Utara yang berjumlah sekitar 16 ribu jiwa untuk dapat mengikuti program plasma sawit di 13 desa yang berada dalam kecamatan, sampai saat ini belum terealisasi. Camat Pamukan Utara, Johansyah menyatakan keinginan tersebut sebenarnya sudah lama didambakan warganya, namun tetap saja belum bisa terwujud karena tidak adanya program plasma di kecamatannya.

"Padahal, 13 desa di wilayah kami semuanya dikelilingi perkebunan kelapa sawit milik perusahaan PT Minamas Group," jelas Johansyah. Jumlah penduduk di kecamatan Pamukan Utara cukup besar, seperti Desa Binturung 3.204 jiwa, Lintang Jaya sebanyak 894 jiwa, Wonorejo 632 jiwa, Mulyo Harjo sebanyak 828 jiwa, Pamukan Indah sebanyak 405 jiwa, Sekayu Baru 989 jiwa, dan Desa Betung 1.238 jiwa, Desa Balai Mea sebanyak 867 jiwa, Bepara sebanyak 2.635 jiwa, Bakau sebanyak 2.025 jiwa, Kalian 604 jiwa, Harapan Baru sebanyak 1.602 jiwa dan Desa Tamiang sebanyak 317 jiwa.

Johansyah mengaku sudah tidak terhitung lagi usahanya melakukan pendekatan dengan pihak PT Minamas agar keinginan sekitar 16 ribu masyarakat Pamukan Utara terealisasi. Namun kenyataannya usaha tersebut sia-sia belaka.

Pihak perusahaan berdalih untuk membuka perkebunan plasma diperlukan lahan minimal 500 hektar dalam satu hamparan. Sementara lahan yang tersedia di setiap desa di wilayah Pamukan diperkirakan kurang dari 500 ha. Sebab, sisa lahan sudah berupa tanaman perkebunan kelapa sawit milik PT Minamas.

"Bahkan Desa Binturung yang telah dijanjikan perusahaan akan mendapatkan jatah plasma sekitar 350 ha sejak tiga tahun lalu belum terealisasi," kata Johansyah. Johansyah mengaku, kesulitan melakukan pendekatan kepada PT Minamas, agar keinginan masyarakatnya untuk memiliki perkebunan plasma kelapa sawit dikabulkan. Menurutnya, keinginan masyarakat Pamukan Utara untuk memiliki plasma perkebunan kelapa sawit cukup beralasan. Pasalnya, sejak berdirinya perusahaan perkebunan kelapa sawit di wilayah itu, masyarakat hanya jadi penonton dan karyawan biasa.

Mereka hanya mendapatkan upah sesuai dengan pekerjaannya, bukan sebagai pemilik plasma yang mendapatkan penghasilan dari hasil panen kelapa sawit. "Bagaimana masyarakat bisa maju dan lebih sejahtera, jika mereka tidak memiliki kebun sendiri. Sebab, gaji yang diterima setiap bulan pas-pasan untuk kebutuhan sehari-hari. Berbeda jika memiliki plasma, mereka akan mendapatkan penghasilan dari hasil panen dan mendapatkan gaji sebagai karyawan perkebunan," ujarnya.

Terpisah, Bupati Kotabaru H Sjachrani Mataja mengimbau semua perusahaan perkebunan kelapa sawit agar melibatkan masyarakat sekitar perusahaan dalam menjalankan usahanya. "Sudah ada aturan yang jelas, bahwa dalam izin hak guna usaha perusahaan harus bersedia menyisihkan lahannya 20 persen dari lahan inti untuk perkebunan plasma yang melibatkan masyarakat sekitar," katanya.(ins)

Tuesday, September 23, 2008

Indonesia-Malaysia Kampanye Pro Kelapa Sawit

Senin, 22 September 2008 12:37 redaksi

Lahan rawa yang dulunya dipenuhi hutan galam di beberapa kawasan Margasari, Kecamatan Candi Laras Selatan (Kabupaten Tapin) kini disulap dijadikan areal perkebunan skala besar kelapa sawit. Bibit sawit sebelum ditanam di beberapa lahan yang sudah disiapkan (fot:mb/dok)

INDONESIA dan Malaysia yang selama ini sering berseberangan kali ini bergandeng tangan dalam upaya menangkal isu miring seputar kelapa sawit yang dinilai merusak lingkungan dan bahkan membuat punahnya orang utan.

Kedua menteri pertanian negara serumpun sepakat melancarkan kampanye pro kelapa sawit di Eropa dengan mengadakan pertemuan segitiga dengan anggota Parlemen Eropa di gedung Parlemen Eropa di Brussel baru-baru ini.

Rombongan Menteri Pertanian Anton Apriyantono dan Menteri Industri Perladangan dan Komoditi Malaysia Datuk Peter Chin juga mengadakan kunjungan ke Denhaag dan mengelar konperensi dunia mengenai kelapa sawit, "World Sustainable Palm Oil Conference", di Royal Garden Hotel London.

Konferensi dunia yang bertemakan The Road Ahead for Sustainable Palm Oil berlangsung selama sehari penuh itu digelar oleh Dewan Palm Oil Malaysia bersama Institute Asian Strategis and Leadership Malaysian palm Oil Council dan dilanjutkan dengan joint press conference.

Menteri Pertanian Anton Apriyantono kepada koresponden Antara London mengatakan Indonesia dan Malaysia sepakat memberikan informasi yang tepat kepada dunia mengenai kelapa sawit.

"Kami merasa banyak sekali hal-hal yang dirasakan negatif mengenai minyak kelapa sawit," ujar Anton yang penah belajar di Universitas Reading, Inggeris. Menurut menteri, minyak kelapa sawit banyak keuntungannya dan juga bagi Indonesia maupun Malaysia menjadi komoditi yang sangat penting.

Indonesia dan Malaysia merupakan pemasok minyak kelapa sawit terbesar dunia termasuk ke Eropa yang mencapai sekitar 85 persen. Indonesia pada 2007 mampu menghasilkan 16,9 juta ton minyak kelapa sawit dan Malaysia memproduksi 15,82 juta ton minyak sawit. Sementara lebih dari lima juta tenaga kerja terlibat di perkebunan kelapa sawit mulai menanam, mengelola dan sampai memasyarakatkan.

Bahkan bisa mencapai lebih dari 11 juta tenaga kerja yang dapat diserap, belum lagi devisa Negara yang diperoleh dari minyak kelapa sawit. "Kami merasa banyaknya hal-hal yang negatif karena kesalahpahaman belaka, tapi mungkin ada juga unsur-unsur persaingan," ujarnya.

Untuk itu, Malaysia dan Indonesia sejak tahun lalu aktif melakukan kampanye bersama dengan mendatangi beberapa negara, institusi dan juga melakukan dialog dengan pengusaha untuk menjelaskan duduk perkara yang sesungguhnya.

Misi yang kali ini diharapkan akan membawa manfaat dan dapat melakukan berbagai rancangan bersama dengan Indonesia, ujar Menteri Industri Perladangan dan Komoditi Malaysia Datuk Peter Chin. Peter Chin mengatakan Indonesia memproduksi kelapa sawit lebih besar dari pada Malaysia dan untuk itu kerjasama sangat penting.

"Kita tidak melihat ini suatu persaingan," ujar Datuk Peter Chin. Menurut Anton, dari berbagai pertanyaan yang disampaikan dalam konferensi telah terjadi pergeseran dan banyak yang lebih paham mengenai keuntungan kelapa sawit.

Punah

Berbeda dengan apa yang ditudingkan oleh berbagai LSM mengenai tanaman kelapa sawit yang dituding merusak lingkungan dan juga penyebab punahnya orang utan. Ada indikasi kemajuan mengenai pemahaman mengenai industri minyak kelapa sawit, ujarnya.

Diakuinya berbagai informasi yang tidak benar mengenai kelapa sawit diantaranya isu deforestasi sesuatu hal yang tidak benar, industri kelapa sawit merusak hutan. "Itu tidak benar," tegasnya menambahkan argumentasi total lahan atau daratan 190 juta hektar yang 130 hektar merupakan areal hutan.

Dari 130 juta hektar areal hutan itu sekitar 86 juta hektar masih utuh dan sisanya sudah tidak utuh lagi dan ini disebabkan bukan karena kelapa sawit melainkan lebih kepada ilegal loging.

"Untuk itu, kami punya pekerjaan rumah untuk menghutankan kembali lahan yang disebabkan illegal loging ini," tegasnya. Areal pertanian masih dibawah 40 juta hektar sementara kelapa sawit hanya menempati areal sebesar 6,3 juta hektar, dan bila dibandingkan sangat jauh pengunaan areal pertanian.

Menurut Anton, Departemen Pertanian sangat konsen dengan koservasi hutan dan kita dedikasikan sebesar 32,6 juta hektar sebagai hutan lindung yang digunakan perlindungan orang hutan dan juga hutan konservasi.

"Tidak benar isu deforestasi itu kalaupun terjadi merupakan tindakan ilegal dan mungkin dilakukan masyarakat karena batasan hutan yang tidak jelas dan adanya inisiatif masyarakat untuk menanam kembali hutan. Jusru kami menanam kembali hutan hutan yang sudah ditinggalkan," ujarnya.

Menurut Menteri tidak ada peraturan di Indonesia yang membuka hutan untuk menanam kelapa sawit kecuali hutan konversi yang memang didedikasikan untuk pertanian. Sementara itu Dubes RI untuk Kerajaan Inggeris Raya dan Republik Irlandia Yuri Octavian Thamrin mengatakan Konperensi dunia mengenai kelanjutan kelapa sawit ini merupakan forum yang baik untuk mengklarifikasi salah pengertian mengenai CPO.

Diakuinya CPO merupakan komoditas yang sangat strategis yang menghasilkan devisa bagi Indonesia dan Malaysia selain kedua Negara menjadi pengekspor terbesar di dunia menguasai 87 persen pasar global. Diharapkannya forum yang dihadiri lebih dari 500 peserta dari berbagai kalangan itu akan dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah secara kooperatif baik dari pihak LSM, pemerintah dan juga pengusaha dan juga para ahli.

Langkah gencar Indonesia melobi Uni Eropa berlanjut dan Menteri Pertanian tahun lalu bertemu pihak Komisi Eropa yang menangani masalah pembaharuan energi Uni Eropa dan pekan silam Indonesia dan Malaysia mengeluarkan Komunike Bersama.

Komunike bersama yang antara lain berisi sanggahan terhadap kampanye negatif soal kelapa sawit hanya berdasar data sekunder dan tidak berdasar studi ilmiah. Dalam akhir pertemuan, Indonesia dan Malaysia kembali menegaskan dan mendesak Parlemen Eropa untuk mau mendengar sikap Indonesia dan Malaysia.

Nampaknya usaha bersama Indonesia dan Malaysia ini akan dapat mengubah citra kelapa sawit yang banyak digunakan berbagai keperluan, apalagi industri sawit antara kedua negara serumpun yang bermula dari Afrika dan ditanam di Taman Botani Bogor, Indonesia sejak tahun 1848 punya sejarah panjang. (zeynita gibbon

Tuesday, September 16, 2008

Polres Terus Periksa PT Smart

Selasa, 16-09-2008 | 09:34:03

BANJARMASIN, BPOST - Kapolres Kotabaru, Kalsel AKBP Saidal Mursalin bertindak tegas terhadap perusak cagar alam dengan melakukan penyidikan terhadap PT Smart. Sayangnya, Kapolres tak bersedia dikonfirmasi perkembangan lidik pabrik sawit milik PT Smart.

Perusahaan ini ditenggari berada di atas cagar alam, namun hingga sekarang belum ada pihak PT Smart yang ditetapkan sebagai tersangka, bahkan sejauh mana back up Polda Kalsel, atas kasus cagar alam juga tidak jelas.

"Nanti saja, tak enak kita bicarakan aib itu, usai program tableg," kata Saidal Mursalin di Masjid Mapolda Kalsel.

Sebelumnya, tanpa banyak yang tahu, diam-diam jajaran Polres Kotabaru melakukan penyidikan terhadap areal lahan sawit PT Smart di Desa Tarjun, Kotabaru.

Pasalnya, lahan perkebunan sawit yang berada dekat pabrik semen tersebut diduga berada di kawasan cagar alam yang seharusnya tidak boleh dialihfungsikan, kecuali dengan syarat tertentu. Untuk  itulah penyidik polres melakukan pemeriksaan.

Informasi diperoleh Metro Banjar, penyelidikan dari polisi ini bermula dari informasi tentang perkebunan sawit yang masuk di areal cagar alam. Berdasarkan hal itu, petugas kemudian melakukan pemeriksaan terhadap lahan sawit tersebut, sejak awal Juli 2008. Koordinat atas lahan itu pun diukur.

Meski begitu, petugas tak bisa bekerja sendiri. Untuk mendapat kepastian areal itu masuk ke cagar Alam Selat Laut Kotabaru atau tidak, maka polisi berkoordinasi dengan petugas Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalsel.

Pasalnya, pihak BKSDA lah yang mengetahui batasan cagar alam di sana. Lalu, BKSDA mengirimkan tim untuk melakukan pengukuran. Ditemani jajaran reskrim Polres, pengukuran pun dilakukan.

Info diperoleh Metro Banjar, hasil pengukuran pun akhirnya telah didapat. Ternyata, areal perkebunan sawit itu memang ada yang masuk dalam kawasan cagar alam Selat Laut, Kotabaru.

Kapolres Kotabaru, AKBP Drs Sahidal Mursalin, melalui Kasatreskrim, AKP Suhasto, yang dikonfirmasi, Minggu (27/7), membenarkan pihaknya tengah melakukan penyidikan atas kasus ini.

“Iya, telah masuk penyidikan,” cetusnya seraya menambahkan anggotanya tengah memintai keterangan berbagai pihak untuk kasus ini.

Disinggung tentang hasil pengukuran dari pihak BKSDA apakah lahan sawit PT Smart itu masuk dalam kawasan cagar alam, Suhasto tak menampiknya.

“Iya, hasil pengukuran BKSDA telah keluar. Memang, areal sawit PT Smart masuk dalam kawasan cagar alam,” ungkap mantan salah satu Kanit Tipikor Polda Kalsel ini.

Kembali ditanya berapa luas areal yang masuk dalam kawasan cagar alam, Suhasto mengatakan, sekitar 24 hektare.

“Kita telah memintai keterangan dua orang dari PT Smart,” ungkap pria yang pernah menangani kasus dugaan korupsi runway Bandara Syamsudin Noor.

Sementara itu, keterangan lain yang diperoleh, jajaran Polres Kotabaru tengah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa areal, baik pelabuhan khusus maupun sawit, yang diduga masuk kawasan cagar alam yang ada.

Saturday, September 13, 2008

Sekitar 16 Ribu Penduduk Berharap Jadi Peserta Plasma Sawit

Sabtu, 13 September 2008 12:35 redaksi

KOTABARU - Sekitar 16 ribu penduduk pada 13 Desa di Kecamatan Pamukan Utara, Kabupaten Kotabaru mendambakan bisa menjadi peserta dan petani plasma perkebunan besar swasta (PBS) kelapa sawit.

"Sudah lama warga kami mendaftarkan diri untuk bisa menjadi peserta dan petani plasma PBS kelapa sawit seperti halnya warga di daerah lain," kata Camat Pamukan Utara, Johansyah, Jum`at.

Padahal ke-13 desa di wilayah Pamukan Utara seluruhnya dikelilingi areal perkebunan kelapa sawit milik perusahaan PBS PT Minamas Group.

Pemerintah Kecamatan Pamuka Utara berharap keinginan warga dapat direspon pihak perusahaan PBS dan instansi terkait.

Calon peserta petani plasma tercatat di Desa Binturung sebanyak 3.204 jiwa, Desa Lintang Jaya sebanyak 894 jiw, Desa Wonorejo 632 jiwa, Desa Mulyo Harjo sebanyak 828 jiwa, Desa Pamukan Indah sebanyak 405 jiwa, Desa Sekayu Baru 989 jiwa, dan Desa Betung 1.238 jiwa.

Selain itu Desa Balai Mea sebanyak 867 jiwa, Desa Bepara sebanyak 2.635 jiwa, Desa Bakau sebanyak 2.025 jiwa, Desa Kalian 604 jiwa, Desa Harapan Baru sebanyak 1.602 jiwa dan Desa Tamiang sebanyak 317 jiwa.

Menurut Johansyah, sudah tidak terhitung lagi usahanya melakukan pendekatan dengan pihak PT Minamas agar keinginan sekitar 16 ribu warga masyarakat Pamukan Utara terealisasi, namun belum menunjukan tanda-tanda untuk disetujui.

Karena pihak perusahaan berdalih untuk membuka perkebunan plasma diperlukan lahan minimal 500 hektare (ha) dalam satu hamparan, sedangkan lahan yangt tersedia di setiap desa di wilayah kami, jumlah diperkirakan kurang dari 500 ha. Karena sisanya adalah sudah berupa tanaman perkebunan kelapa sawit milik perusahaan PT Minamas.

Bahkan desa Binturung yang telah dijanjikan perusahaan akan mendapatkan jatah plasma sekitar 350 ha, sejak tiga tahun lalu itupun hingga saat ini belum terealisasi.

Pihak Kecamatan Pamukan Utara mengaku kesulitan melakukan pendekatan kepada perusahaan PT Minamas, agar keinginan masyatakatnya untuk memiliki perkebunan plasma kelapa sawit dikabulkan.

Menurutnya, keinginan masyarakat Pamukan Utara untuk memiliki plasma perkebunan kelapa sawit cukup beralasan karena sejak berdirinya perusahaan perkebunan kelapa sawit di wilayah itu, masyarakat hanya jadi penonton dan karyawan biasa.

Mereka hanya mendapatkan upah sesuai dengan pekerjaanya, bukan sebagai pemilik plasma yang mendapatkan penghasilan dari hasil panenannya kelapa sawit.

"Bagaimana mereka bisa maju dan lebih sejahtera, jika mereka tidak memiliki kebun sendiri, karena gaji yang diterima setiap bulan pas-pasan untuk kebutuhan sehari-hari. Berbeda jika mereka memiliki plasma mereka akan mendapatkan penghasilan dari hasil panen dan mendapatkan gaji sebagai karyawan perkebunan," ucapnya.ant/elo

Tuesday, September 09, 2008

Perkebunan Sawit Eks Tebu Mulai Menghasilkan

Sabtu, 06 September 2008 13:37 redaksi

PELAIHARI - Dinas Perkebunan Kalimantan Selatan mencatat di Kabupaten Tanah Laut ini saja telah dibuka lahan perkerbunan sawit milik rakyat seluas 6.050 hektare.

"Program kelapa sawit rakyat ini berlangsung sejak tahun 2003 hingga 2006," kata Kepala Dinas Perkebunan Kalimantan Selatan Ir Hariyono.

Dari 6.050 hektare perkebunan kelapa sawit yang dimiliki sekitar 3.000 petani eks Plasma Tebu. Dari jumlah itu, sebanyak 1.325 hektare perkebunan sawit program tahun 2003 sebagian besarnya sudah menghasilkan.

Pada bulan Agustus 2008, petani menyebutkannya tanaman sawit sedang berbunga, dan dalam dua bulan kedepan petani bisa menikmati hasil produksi.

Walaupun begitu, petani masih saja bisa panen meski tidak begitu besar yakni 60 kilogram/hektare/15 hari atau 120 kilogram tandan buah segar/bulan/hekatre.

"Dalam satu bulan, kami panen 2 kali," ujar Asnan warga Tungkaran Salang, Desa Telaga Kecamatan Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut.

Asnan sendiri merupakan petani pengaraf lahan seluas 10 hektare, milik orang Banjarmasin. Di daerah ini, memang relatif sulit menemukan petani pemilik lahan kelapa sawit yang mengaraf langsung tanahnya. Kebanyakan lahan sawit milik transmigrasi ini sudah dijual kepada orang kota, seperti orang Banjarmasin.

Ucapan Asnan, senada dengan ucapan Mas'ud petani pemilik lahan seluas tujuh hektare dan Saleh yang mengaraf sendiri lahan seluas tiga hekatre. Dua petani asal daerah kelahiran Maselembo Jawa Timur, sudah satu terakhir menikmati hasil panen kelapa sawit.

Uniknya, rata-rata petani kelapa sawit didaerah ini tidak mengerti apa yang dinamakan CPO. Jadi ketika ditanya, pengaruh turunnya harga CPO, mereka tidak bisa menjawab.

Turunnya naiknya harga CPO hanya diketahui para pekebun besar, seperti PT Perkebunan Nusantara XIII (persero). General Manager PT PN XIII yang juga Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Kalimantan Selatan Sunardi R Taruna, menyebutkan harga CPO yang semula Rp9.000 hingga Rp10 ribu/kg, turun menjadi Rp6.500/kg untuk saat ini.

Hal ini tentunya berdampak pada tingkat harga beli

TBS dari semula Rp1.900/kg, menjadi Rp1.100/kg/tbs. Penurunan harga beli TBS ini memang belum dirasakan petani pemilik kelapa sawit, karena rata-rata petani menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul.

Dimasa untuk saat ini, hasil panen petani di Pelaihari diharga Rp1.200/kg."Dalam dua kali panen, saya menjualnya Rp1.200/kg," ujar Mas'ud, seraya menambahkan, untuk satu kali panen, dirinya dapat Rp60 ribu atau Rp120 ribu/hektare/bulan.tnr

PT Smart Bantah Pabrik Dalam Cagar Alam

Sabtu, 06 September 2008 13:43 redaksi

BANJARMASIN - PT Smart tbk membantah telah mendirikan pabrik pengolahan minyak goreng di kawasan cagar alam, melainkan kawasan budi daya Desa Tarjun Kecamatan, Kelumpang Hilir Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan (Kalsel).

Bantahan tersebut disampaikan juru bicara PT Smart, Rudy. kepada wartawan via telepon, Jumat.

Ia menilai, munculnya anggapan pabrik minyak goreng itu dibangun di lahan cagar alam hanya kesalah pahaman, karena adanya perbedaan sudut pandang.

Pembangunan pabrik minyak goreng yang dilakukan PT Smart hanya mengacu kepada tata ruang tata wilayah Kabupaten Kotabaru Kalsel, sehingga tidak mencaplok kawasan cagar alam, seperti apa yang telah diberitakan selama ini, katanya.

Sebelumnya dari catatan, Kapolda Kalsel Drs Anton Bachrul Alam mengungkapkan pihaknya telah melakukan penyelidikan terkait kasus dugaan pencaplokan kawasan cagar alam oleh PT Smart sebuah perusahaan sawit besar di Indonesia.

Perkembangan kasus PT Smart yang hingga saat ini ditangani Polres Kotabaru masih terus dipantau pihak Polda Kalsel guna memastikan kelanjutan kasus yang berpedoman pada ketentuan hukum yang berlaku, jelas Anton.

Pada kesempatan terpisah Bupati Kotabaru Sjachrani Mataja melalui Kasubag Humas Pemkabnya, Zapidi ketika di konfirmasi membenarkan Bupatinya mengeluarkan izin pembangunan pabrik pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit milik PTSmart tersebut.

Menurut peraturan tata ruang tata wilayah Kabupaten Kotabaru, kawasan Desa Tarjun Kecamatan Kelumpang Hilir itu bukanlah kawasan cagar alam sehingga Bupati berani memberikan izin pembangunan pabrik PT Smart, kata Zapidi.

PT Smart diduga mendirikan pabrik di kawasan cagar alam yang berada di Desa Tarjun Kecamatan Kelumpang Hilir seluas 13 Hektare. Atas dugaan tersebut, pihak Kepolisian setempat menurunkan tim untuk memproses kasus itu sesuai prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku.ant/mb06

Tuesday, September 02, 2008

Investasi Sawit Disetop

Minggu, 31-08-2008 | 00:48:20

PELAIHARI, BPOST - Jauh hari sebelum ahli/pengamat ekologi di daerah ini menyebut perkebunan kelapa sawit turut memperparah bencana banjir tahunan, Bupati Tala Drs H Adriansyah telah melakukan sesuatu. Investasi perkebunan kelapa sawit telah dibatasi.

“Kita sudah membatasi ekspansi kebun sawit, sangat kita perketat,” ucap Adriansyah kepada BPost usai menghadiri sidang paripurna dewan dengan agenda pendapat akhir fraksi DPRD terhadap LPj Tahun 2007, Kamis (28/8).
Orang nomor satu di Bumi Tuntung Pandang ini mengatakan pembatasan kebun sawit antara lain didasarkan atas besarnya ekspansi luasan perkebunan oleh perusahaan swasta. Sementara lahan yang tersedia kian menipis, padahal komoditas perkebunan lainnya dan sektor pertanian perlu ditingkat lagi.
Pertimbangan lainnya yakni karakteristik kelapa sawit yang tergolong tanaman rakus air tanah, sementara daya ikat terhadap air hujan tergolong kecil.
“Intinya dalam pengembangan perkebunan, perlu penyeimbang antarkomoditas produktif lainnya. Contohnya karet, ini perlu diperluas lagi, selain ekonomis dan mudah diperlihara, juga memiliki daya serap yang lebih baik terhadap air hujan,” jelas Aad begitu H Adriansyah disapa.
Sektor pertanian juga dinyatakannya mesti ditingkatkan lagi, baik tanaman padi maupun tanaman hortikultura lainnya. Lahan-lahan tidur produktif yang ada akan difokuskan untuk pengembangan sektor ini guna memperkuat ekonomi kerakyatan.
Namun Aad tidak sependapat jika kebun sawit dituding sebagai penyebab utama banjir. “Banjir di Tala sudah terjadi sejak dulu, ketika kebun sawit belum ada. Saya rasa ini terkait perubahan iklim global,” katanya.
Seperti diwartakan, ahli ekologi dan aktivis lingkungan menyebutkan meningginya volume dan intensitas banjir di Tala, Tanah Bumbu, dan Kotabaru disebabkan dangkalnya daerah aliran sungai (DAS). Laju sedimentasi tinggi akibat tingkat erosi yang tinggi pula.(roy)

Ratusan Ribu Hektare

KEBUN kelapa sawit di Tala memang cukup pesat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Dari catatan yang ada, setidaknya total luasannya mencapai ratusan ribu hektare.
Perusahaan kelapa sawit swasta yang tergolong besar yaitu PT Smart Tbk, PT Kintap Jaya Wattindo (KJW), PT Indoraya Everlatex, PT GMK (sebelumnya PT Damit Mitra Sekawan), PT Pola Kahuripan Inti Sawit (PKIS), PTPN XIII, PT SSJ, PT SSA.
Lokasi kebunnya tersebar di beberapa kecamatan, seperti Jorong, Kintap, Batu Ampar, Pelaihari, Takisung, dan Kurau. Satu perusahaan telah memiliki pabrik CPO (crude palm oil) yaitu PT Smart. Tiga perusahaan lainnya saat ini sedang membangun pabrik CPO, yaitu PT KJW, PT PKIS, dan PTPN XIII. Pembangunan pabrik CPO PT KJW bahkan baru selesai dan saat ini sedang uji coba. (roy)

Monday, September 01, 2008

Investasi Sawit Disetop

Minggu, 31-08-2008 | 00:48:20

PELAIHARI, BPOST - Jauh hari sebelum ahli/pengamat ekologi di daerah ini menyebut perkebunan kelapa sawit turut memperparah bencana banjir tahunan, Bupati Tala Drs H Adriansyah telah melakukan sesuatu. Investasi perkebunan kelapa sawit telah dibatasi.

“Kita sudah membatasi ekspansi kebun sawit, sangat kita perketat,” ucap Adriansyah kepada BPost usai menghadiri sidang paripurna dewan dengan agenda pendapat akhir fraksi DPRD terhadap LPj Tahun 2007, Kamis (28/8).
Orang nomor satu di Bumi Tuntung Pandang ini mengatakan pembatasan kebun sawit antara lain didasarkan atas besarnya ekspansi luasan perkebunan oleh perusahaan swasta. Sementara lahan yang tersedia kian menipis, padahal komoditas perkebunan lainnya dan sektor pertanian perlu ditingkat lagi.
Pertimbangan lainnya yakni karakteristik kelapa sawit yang tergolong tanaman rakus air tanah, sementara daya ikat terhadap air hujan tergolong kecil.
“Intinya dalam pengembangan perkebunan, perlu penyeimbang antarkomoditas produktif lainnya. Contohnya karet, ini perlu diperluas lagi, selain ekonomis dan mudah diperlihara, juga memiliki daya serap yang lebih baik terhadap air hujan,” jelas Aad begitu H Adriansyah disapa.
Sektor pertanian juga dinyatakannya mesti ditingkatkan lagi, baik tanaman padi maupun tanaman hortikultura lainnya. Lahan-lahan tidur produktif yang ada akan difokuskan untuk pengembangan sektor ini guna memperkuat ekonomi kerakyatan.
Namun Aad tidak sependapat jika kebun sawit dituding sebagai penyebab utama banjir. “Banjir di Tala sudah terjadi sejak dulu, ketika kebun sawit belum ada. Saya rasa ini terkait perubahan iklim global,” katanya.
Seperti diwartakan, ahli ekologi dan aktivis lingkungan menyebutkan meningginya volume dan intensitas banjir di Tala, Tanah Bumbu, dan Kotabaru disebabkan dangkalnya daerah aliran sungai (DAS). Laju sedimentasi tinggi akibat tingkat erosi yang tinggi pula.(roy)

Ratusan Ribu Hektare

KEBUN kelapa sawit di Tala memang cukup pesat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Dari catatan yang ada, setidaknya total luasannya mencapai ratusan ribu hektare.
Perusahaan kelapa sawit swasta yang tergolong besar yaitu PT Smart Tbk, PT Kintap Jaya Wattindo (KJW), PT Indoraya Everlatex, PT GMK (sebelumnya PT Damit Mitra Sekawan), PT Pola Kahuripan Inti Sawit (PKIS), PTPN XIII, PT SSJ, PT SSA.
Lokasi kebunnya tersebar di beberapa kecamatan, seperti Jorong, Kintap, Batu Ampar, Pelaihari, Takisung, dan Kurau. Satu perusahaan telah memiliki pabrik CPO (crude palm oil) yaitu PT Smart. Tiga perusahaan lainnya saat ini sedang membangun pabrik CPO, yaitu PT KJW, PT PKIS, dan PTPN XIII. Pembangunan pabrik CPO PT KJW bahkan baru selesai dan saat ini sedang uji coba. (roy)

Saturday, August 23, 2008

Kelapa Sawit Prosfektif Peserta Lemhanas Kunjungi Batola

Jumat, 22 Agustus 2008
MARABAHAN – Pemerintah Kabupaten Barito Kuala, kemarin kedatangan tamu penting. Mereka adalah rombongan peserta Studi Strategis Dalam Negeri Program Pendidikan Reguler Angkatan ke-42 Lemhanas RI.

Bertempat di aula Bahalap Marabahan, rombongan ini diterima oleh Bupati Barito Kuala H Hasanuddin Murad SH, Wakil Bupati Batola Drs H Sukardhi, dan pimpinan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) di daerah ini.

Pada kesempatan tersebut, Hasanuddin Murad memperkenalkan kepada rombongan Lemhanas tersebut, aneka prosfek dan potensi di Kabupaten Batola. Mulai dari pertanian hingga perkebunan, seperti kepala sawit.

”Salah satu potensi yang prosfektif dikembangkan di Batola, adalah komoditi kelapa sawit, dimana potensi ini sangat memerlukan pengelolaan dan pengembangan yang optimal, sebagai salah satu upaya dalam menggali potensi sumber daya alam daerah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Dikemukakan, saat ini telah terdapat tiga investor yang tengah melakukan kegiatan pengembangan kelapa sawit dengan luas lokasi mencapai 49.644 hektar. Lokasi terletak di Kecamatan Jejangkit, Rantau Badauh, Cerbon Tabukan, Wanaraya, Barambai, Marabahan, Bakumpai dan Kuripan.

Hasanuddin berharap kesempatan kunjungan peserta Lemhanas bisa memanfaatkan waktu dengan baik saat berada di daerah ini. Kepada pimpinan SKPD di Batola, ia juga meminta agar rombongan tersebut difasilitasi, terutama yang instansinya menjadi fokus dan lokasi studi strategis tersebut.

”Kita berharap, studi strategis yang dilaksanakan di daerah ini dapat berjalan dengan baik dan lancar sesuai dengan kegiatan dan agenda yang telah diprogramkan. Sehingga, pada gilirannya dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Serta dapat memberikan saran, masukan dan rekomendasi terbaik bagi daerah,” ujarnya. (tri)


Monday, August 18, 2008

Pulau Laut Bebas Perluasan Sawit

 

07 August, 2008 09:28:00

KOTABARU - Pulau Laut yang memiliki enam wilayah kecamatan dari 20 kecamatan di Kotabaru, Kalimantan Selatan (Kalsel), dibebaskan dari perluasan perkebunan kelapa sawit, ujar Pelaksana Tugas (PlT) Sekretaris Daerah Kotabaru, H Anang Choiransyah, Kamis.

"Seperti yang disampaikan Bupati Kotabaru, H Sjachrani Mataja, bahwa Pulau Laut Kotabaru dibebaskan dari perluasan areal perkebunan kelapa sawit. Terkecualai untuk tanaman palawija seperti singkong, dan tanaman musiman lainnya," jelas Anang.

Menurutnya, tanaman kelapa sawit yang baru akan menghasilkan tandan buah segar (TBS), sekitar 5-6 tahun itu, kurang cocok jika dikembangkan di Pulau Laut.

"Pemerintah menghendaki agar masyarakat segera dapat menikmati hasil panen, mereka dianjurkan untuk mengembangkan tanaman palawija atau tanamaan musiman," terangnya.

Sebagai gantinya untuk lokasinya pengembangan tanaman kelapa sawit, pemerintah daerah membuat kebijakan perluasan tersebut diaarahkan di daratan Pulau Kalimantan.

"Pemerintah daerah telah membuat kebijakan, untuk pengembangan tanaman palawija akan dikembangkan di Pulau Laut dan Kalimantan, tetapi kelapa sawit dan karet akan diarahkan khusus di darataan Pulau Kalimantan," kata Anang yang juga menjabat Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda Kotabaru.

Terpisah, Gusti Rahmad, Kabid Perkebunan pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kotabaru, mengatakan, ada sejumlah perusahaan kelapa sawit telah mengajukan ijin lokasi perluasan hak guna usaha (HGU) di Pulau Laut.

"Tetapi pemerintah daerah telah bersepakat bahwa untuk ijin perluasan areal pekrebunan kelapa sawit tidak dapat dikabulkan. Namun pemerintah mengarahkannya ke daratan Kalimantan," jelas Rahmad.ant/elo

Tak Hanya Sawit dan Batu Bara

Rabu, 13-08-2008 | 00:33:27

Kalsel Serius Kembangkan UKM
BANJARMASIN, BPOST
- Usaha kecil menengah harus lebih ditumbuhkembangkan termasuk di Kalsel. Itu karena hampir 90 persen lebih usaha kecil menengah terserap dalam berbagai sektor di Indonesia.

Demikian permintaan Ketua Komisi VI DPR-RI Muhidin dalam rapat kerja bersama Disperindag Kalimantan Selatan yang dihadiri pula sejumlah BUMN seperti PT Inhutani II, PT Inhutani III, PT Pupuk Kaltim, serta PT Pertani, Senin (11/8).

"Dengan bertumbuhnya usaha kecil dan menengah ini tentunya akan memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah," kata Muhidin.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalsel, Subardjo menyambut baik semua masukan itu. " Ke depannya kita akan menggalakkan dan mengembangkan UKM daerah untuk menghasilkan produk khusus yang bisa dijadikan komoditas unggulan yang bernilai jual tinggi, dengan market yang luas," terang Subardjo.

Subardjo mengakui pembinaan terhadap usaha kecil dan menengah memang belum dilakukan secara merata di berbagai sektor di kabupaten/kota se-Kalimantan Selatan. Namun selama ini, Disperindag, imbuhnya, telah melakukan pembinaan terhadap sejumlah UKM yang menghasilkan produk unggulan di kabupaten/kota.

Contohnya di HSU, pembinaan terhadap usaha mebel dan di Nagara HSS, Disperindag pun membina UKM yang mengembangkan industri rumah tangga dan pandai besi.

"Selama ini memang ekspor didominasi SDA Kalsel seperti batu bara dan sawit. Seharusnya jangan cuma batu bara dan kelapa sawit, tapi berbagai komoditas lainnya yang bernilai jual tinggi. Untuk itu, kita akan berusaha ekspor yang mengarah ke diversifikasi produk Kalsel," tandas Subardjo.

Kunjungan Komisi VI DPR RI yang membidangi perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, UKM dan BUMN ini, sekaligus mengadakan peninjauan terkait rencana pembangunan PT Krakatau Steel di Batulicin yang dimulai akhir 2008. (aa)

Thursday, August 14, 2008

Tolak Lewati Jalan Khusus

13 August, 2008 08:33:00

BANJARMASIN - Pengusaha perkebunan sawit rakyat mengaku keberatan untuk melewati jalan khusus untuk mengangkut hasil kebun hingga di lokasi pengolahan CPO, sesuai dengan Perda No 3/2008.

Kepala Dinas Perkebunan Kalsel, Haryono, mengungkapkan, kalau pengusaha perkebunan kelapa sawit rakyat dipaksa untuk menggunakan jalan kusus untuk mengangkut hasil kebunnya, mereka memilih untuk tidak produksi.

Hal tersebut karena petani tidak akan mampu membayar sewa jalan khusus atau membangun sendiri jalan tersebut, karena biaya yang cukup mahal, sehingga tidak sesuai dengan pendapatan yang bakal mereka terima.

Sesuai Perda No 3/2008, Pemerintah Provinsi Kalsel melarang angkutan batubara dan industri besarnya melewati jalan raya, yang pemberlakukannya mulai 23 Juli 2009 mendatang.

Pengusaha batubara dan tambang lainnya serta perusahaan perkebunan besar, wajib melewati jalan khusus yang mereka bangun sendiri atau menyewa untuk mengangkut hasil tambang maupun hasil kebunnya.

"Peraturan tersebut sangat memberatkan bagi perkebunan rakyat, karena keuntungan yang mereka terima akan jauh berkurang, apalagi dengan pemberlakukan BBM non subsidi bagi industri," katanya.

Sekretaris Daerah Muchlis Gafuri mengungkapkan, kondisi tersebut tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, tim harus segera menindaklanjuti dengan kembali melakukan pertemuan.

Kalau perlu, harus ada perjanjian dengan pengusaha batubara, siapa tahu akan ada solusi, misalnya untuk perusahaan perkebunan rakyat bisa ikut menyewa untuk memanfaatkan jalan mereka dengan biaya murah.

Sementara itu, Kepala Biro Ekonomi, Arbain, mengungkapkan, dalam Perda tersebut yang dilarang melewati jalan umum adalah angkutan batubara dan perkebunan besar.

Untuk perkebunan rakyat atau perkebunan skala kecil akan diatur kembali melalui peraturan gubernur, jadi belum tentu tidak boleh melewati jalan raya, namun bisa diatur tonasenya asalkan tidak melebihi ketentuan.

Namun, tambahnya, pihaknya akan kembali membicarakan dan mengundang perusahaan perkebunan besar maupun kecil untuk kembali musyawarah. an/mb07

Tuesday, August 05, 2008

Pulau Laut Bebas Perluasan Sawit

07 August, 2008 09:28:00

Mata Banua- KOTABARU - Pulau Laut yang memiliki enam wilayah kecamatan dari 20 kecamatan di Kotabaru, Kalimantan Selatan (Kalsel), dibebaskan dari perluasan perkebunan kelapa sawit, ujar Pelaksana Tugas (PlT) Sekretaris Daerah Kotabaru, H Anang Choiransyah, Kamis.

     "Seperti yang disampaikan Bupati Kotabaru, H Sjachrani Mataja, bahwa Pulau Laut Kotabaru dibebaskan dari perluasan areal perkebunan kelapa sawit. Terkecualai untuk tanaman palawija seperti singkong, dan tanaman musiman lainnya," jelas Anang.

     Menurutnya, tanaman kelapa sawit yang baru akan menghasilkan tandan buah segar (TBS), sekitar 5-6 tahun itu, kurang cocok jika dikembangkan di Pulau Laut.

     "Pemerintah menghendaki agar masyarakat segera dapat menikmati hasil panen, mereka dianjurkan untuk mengembangkan tanaman palawija atau tanamaan musiman," terangnya.

     Sebagai gantinya untuk lokasinya pengembangan tanaman kelapa sawit, pemerintah daerah membuat kebijakan perluasan tersebut diaarahkan di daratan Pulau Kalimantan.

     "Pemerintah daerah telah membuat kebijakan, untuk pengembangan tanaman palawija akan dikembangkan di Pulau Laut dan Kalimantan, tetapi kelapa sawit dan karet akan diarahkan khusus di darataan Pulau Kalimantan," kata Anang yang juga menjabat Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda Kotabaru.

     Terpisah, Gusti Rahmad, Kabid Perkebunan pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kotabaru, mengatakan, ada sejumlah perusahaan kelapa sawit telah mengajukan ijin lokasi perluasan hak guna usaha (HGU) di Pulau Laut.

     "Tetapi pemerintah daerah telah bersepakat bahwa untuk ijin perluasan areal pekrebunan kelapa sawit tidak dapat dikabulkan. Namun pemerintah mengarahkannya ke daratan Kalimantan," jelas Rahmad.ant/elo

Saturday, July 26, 2008

Dewan Kritisi Perusahaan Kelapa Sawit

Berita Martapura
Jumat, 25 Juli 2008

Martapura,-  Sorotan miring terhadap sepak terjang PT Mondrad Intan Barakat (MIB), ternyata bukan hanya datang dari kalangan eksekutif saja. Kalangan legislatif pun ternyata tak kalah berangnya dalam menyikapi persoalan yang ditumbulkan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ingin mengembangkan kebunnya di wilayah Kabupaten Banjar tersebut.

“Ya kalau dicari, masalah yang ditimbulkan perusahaan yang satu ini lumayan banyak. Soal lahannya yang lebih luas dari apa yang terdapat dalam dokumen Hak Guna Usaha (HGU), itu saya rasa baru satu persoalan saja,” ujar Ketua F-PPP DPRD Banjar Khairuddin, kemarin.

Menurut dia, hal lebih signifikan adalah mengapa perusahaan tersebut berani melakukan itu semua. Untuk itulah, Khairuddin mengajak semua pihak untuk bersama-sama introspeksi diri. Dimana kira-kira sumber kesalahannya. Sehingga perusahaan yang dalam hal ini berposisi sebagai investor di Kabupaten Banjar tidak melulu pada pihak yang dipersalahkan.

“Sekarang begini, okelah PT MIB terbukti berbuat kesalahan. Salah satunya melakukan pencaplokan lahan seluar 400 meter x 10 kilometer. Yang jadi pertanyaan saya, mengapa itu bisa terjadi? Karena logikanya perusahaan tidak akan berani melakukan hal-hal di luar kewenangannya tanpa ada peluang. Lalu dimana peluangnya,” katanya mempertanyakan.

Khairuddin pun mencoba menganalisa, jika persoalan itu muncul tidak lebih lantaran pembinaan dan pengawasan pemerintah daerah terhadap investor memang minim. Sehingga yang terjadi kemudian, karena merasa tidak dibina dan diawasi pihak perusahaan berbuat semaunya.

“Jujur saja, saya termasuk yang telah lama mengikuti sepak terjang perusahaan ini. Terus terang sejauh ini tidak ada bukti konkret sikap perduli perusahaan terhadap masyarakat sekitar. Saya tidak tahu apakah memang belum ada gerakan atau memang sama sekali tidak ada,” katanya.

Seperti pernah diberitakan, banyaknya persoalan yang dibuat perusahaan perkebunan sawit PT Mondrad Intan Barakat (MIB), membuat Bupati Banjar KH Khairul Shaleh berang. Akibatnya, proses perizinan perusahaan tersebut untuk berinvestasi di Kabupaten Banjar terancam ditinjau ulang.

“Perusahaan perkebunan sawit yang satu ini memang selalu saja bikin masalah. Beberapa waktu lalu ada masalah dengan warga. Kemudian dengan campur tangan pemerintah, persoalan itu bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Sekarang meeka kembali berulah. Kali ini ulahnya sudah kelewatan,” ungkap Kadisbun Banjar Wildan Amin.

Ulah tersebut menurut Wildan, adalah melakukan mark up luas areal di luar peta yang terdapat di dalam dokumen Hak Guna Usaha (HGU)-nya. Akibatnya, tentu saja persoalan tersebut menyulut kemarahan warga.

“Dalam peta HGU-nya sangat jelas jika areal perkebunan perusahaan ini tidak sampai di kawasan Desa Garis Hanyar dan Desa Cinta Puri. Namun tiba-tiba warga ribut, dan mengklaim jika kawasan di dua desa sebagian masuk dalam areal PT MIB. Nah, ternyata setelah di cek ke lapangan, informasi itu benar adanya,” katanya. (yan)

Distanbunak Kembangkan Integritas Ternak dan Palawija

Rabu, 6 Juni 2007

BATULICIN,-  Masyarakat petani kebun tidak hanya menaman padi, karet dan kelapa sawit saja. Lebih dari itu, untuk menunjang penghasilan mereka, Dinas Pertanian Perkebunan dan Peternakan (Distanbunak), melaksanakan proyek pemanfaatan lahan bawah dengan mengembangan integritas ternak serta palawija.

“Upaya ini kami lakukan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di Kabupaten Tanbu,” katanya, ketika disambangi koran ini di ruang kerjanya, kemarin.

Dipaparkannya, pemanfaatan lahan bawah ini sebenarnya sangat perlu dilakukan. Pasalnya, lahan yang kosong bisa dimamfaatkan petani dengan cara menanam kacang hijau dan jagung. Dari hasil tanam itu, sedikit banyaknya bisa membantu memenuhi keperluan hidup para petani. Sehingga ke depannya, masyarakat tani tidak hanya melakukan pekerjaan menunggu kelapa sawit berbuah selama kurun waktu empat tahun lamanya.

“Yang pasti, selain mendapat hasil, langkah ini berguna untuk menunjang produksi tanaman kelapa sawit dan karet,” katanya.

Hanya saja, terang Edward, rencana ini harus memerlukan campur tangan dari perusahaan sekitar perkebunan. “Artinya, jika perusahaan melakukan pembangunan kebun secara kemitraan, masyarakat harus dilibatkan,” ujarnya.

Sejauh ini, imbuh dia, Distanbunak telah melakukan beberapa kali pertemuan dengan perusahaan-perusahaan swasta dalam rangka pembinaan dan pengawasan kerja perusahaan untuk mendorong para petani supaya lebih maju. (kry)

Lahan CLS dan CLU untuk Sawit

jumat, 25 Juli 2008

RANTAU,-  Lahan rawa di Desa Baringin A kecamatan Candi Laras Selatan (CLS) kabupaten yang rencananya akan ditanami bibit karet oleh seorang pengusaha dari Banjarmasin ternyata memang belum diketahui oleh pihak Pemkab Tapin.

“Selama yang kami ketahui, lahan rawa di kawasan kecamatan Candi Laras Selatan dan Candi Laras Utara (CLU) maupun pada kecamatan lainnya diperuntukan untuk tanaman kelapa sawit,” tandas Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan kabupaten melalui Kabid Keamanan dan Sumberdaya H. Masyraniansyah kepada wartawan belum lama tadi di Rantau.

Menurut Masyraniansyah, yang akrab dipanggil H Oneng ini, lahan bawah yang terdiri dari kawasan rawa selama ini telah dicadangkan untuk penanaman perkebunan kelapa sawit dan untuk kawasan atas dicadangkan untuk perkebunan karet.

“Kalau memang ada investor atau pihak perorangan yang akan mengembangkan tanaman perkebunan karet di kawasan lahan bawah atau lahan rawa selama ini belum diketahui oleh pihak kami,” bebernya.

Dijelaskan H Oneng, menurut pengetahuannya selama ini bibit karet yang dapat tumbuh di kawasan rawa masih belum ada, dan kalaupun ada yang tumbuh itupun berada pada kawasan tanah basah saja bukan berada pada kawasan rawa yang terendam.

Untuk itu, ia pun merasa sanksi siapa tahu hal itu hanya janji atau akal-akalan saja dari pihak-pihak tertentu yang akan mengelabui masyarakat sehingga berkembanglah isu bahwa lahan rawa dapat ditanami karet dan sawit tergeser.

Sementara itu, secara terpisah Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tapin Abdurrahman, SH yang dikonfirmasi koran ini pun menjelaskan kalau memang ada pihak perorangan yang mengaku berasal dari Banjarmasin telah menguasai lahan rawa di desa Baringin A kecamatan CLS yang rencananya akan melakukan penanaman bibit karet.

“Siapun orangnya, boleh saja untuk menanam tanaman termasuk bibit karet di daerah ini, namun yang menjadi permasalahannya adalah orang tersebut bertempat tinggal di luar wilayah kecamatan CLS,” tegas Abdurrahman.

Dijelaskannya, berdasarkan PP nomor 224 tahun 1961 tentang Pelaksanaan pembagian tanah dan pemberian ganti rugi tanah telah diatur penguasaan tanah secara absenti tidak dibenarkan, karena pemiliknya beralamat di luar wilayah kecamatan.

Karena itu, tegasnya, hak kepemilikan tanah yang dikuasai di wilayah kecamatan CLS dan pemiliknya berada di Banjarmasin harus dikaji kembali dan diteliti secara faktual termasuk perolehannya berdasarkan apa.

Dijelaskannya pula, status tanah yang dikuasainya juga harus dilihat apakah berasal dari tanah Negara, tanah masyarakat karena menggarap tanah Negara atau lahan masyarakat berdasarkan atas penggarapan secara tradisional. (nti)

Friday, July 18, 2008

Bupati Mengajak Berkebun

abtu, 14 Juni 2008

,-

BATULICIN - Bupati Tanbu H M Zairullah Azhar meminta warganya untuk berkebun guna meningkatkan pendapatan dan perekonomian masyarakatnya. Mengingat luas wilayah Kabupaten Tanah Bumbu yang dapat dijadikan lahan perkebunan.

“Tanah Bumbu dengan luas wilayah 5.066,96 kilometer persegi harus benar-benar dikelola secara optimal dipelbagai bidang. Salah satunya, mari kita olah lahan milik kita yang selama ini belum tergarap menjadi lahan perkebunan,” ajak Bupati di hadapan warga Desa Kersik Putih Kecamatan Batulicin.

Lebih lanjut disela-sela pelantikan Badan Perwakilan Desa (BPD) dan Peresmian Kantor LKMS-BMT Bersujud Desa Kersik Putih, beberapa waktu lalu, Bupati juga mengajak agar mereka menanam jagung atau ubi.

“Jagung dan ubi tidak perlu waktu lama untuk panen. Dalam setahun bisa 2-3 kali panen,” ujarnya.

Dikatakannya, dalam menunjang berjalannya program pemanfaatan lahan tidur, menjadi areal perkebunan bagi pendapatan perekonomian masyarakat, Pemerintah Daerah melalui dinas dan Instansi terkait akan berusaha membantu melalui sokongan dana maupun bantuan pupuk.

Sementara itu, untuk meningkatkan sumber daya laut, mantan Kadinkes Provinsi Kalsel ini berkeinginan membangun pabrik di Kecamatan Kusan Hilir (Pagatan), agar para nelayan mudah memasarkan hasil tangkapan ikan.

Misalnya di dearah tersebut, didirikan pabrik pengolahan kerupuk ikan dan abon ikan serta pabrik pengolahan hasil laut lainnya.

Sementara itu, Kepala Desa Kersik Putih Rahmatullah mengatakan, desanya memiliki sektor strategis arus perekonomian desa yang menjanjikan. Karena letaknya berdekatan dengan pusat perkantoran Pemerintah Daerah di Gunung Tinggi.

Adapun sektor strategis itu, yaitu pembangunan perumahan bagi pegawai Pemkab Tanbu karena tanah di daerah tersebut sangat cocok dibangun perumahan.

Ditambahkannya, telah beroperasinya terminal angkutan antar daerah di Desa Kersik Putih, juga akan berdampak kepada usaha pendapatan masyarakat setempat.

Terkait pelantikan BPD desa Kersik Putih, Rahmatullah mengatakan BPD merupakan mitra kerja pemerintah dalam melaksanakan program serta memberikan pemikirannya dalam membantu pembangunan di desa. Keberadaan BPD diharapkan dapat mensukseskan program pemerintah di desa sehingga pembangunan di desa, baik itu pelayanan publik atau pun menambah pendapatan perekonomian warga desa.

Dalam kegiatan itu, Bupati menyerahkan sertifikat BMT kepada perwakilan dari anggota LKMS-BMT Bersujud Desa Kersik Putih.

Sementara itu, Dandim 1004 Kotabaru-Tanbu Letkol Bagus yang hadir dalam acara itu ikut menyerahkan bantuan paket sembako kepada perwakilan dari warga desa setempat. (kry)

HGU PT MIB Ditinjau Ulang?

Selasa, 8 Juli 2008
Martapura – Banyaknya ulah yang dibuat perusahaan perkebunan sawit PT Mondrad Intan Barakat (MIB), membuat Bupati Banjar KH Khairul Shaleh berang. Akibatnya, proses perizinan perusahaan tersebut untuk berinvestasi di Kabupaten Banjar terancam ditinjau ulang.

“Perusahaan perkebunan sawit yang satu ini memang selalu saja bikin masalah. Beberapa waktu lalu ada masalah dengan warga. Kemudian dengan campur tangan pemerintah, persoalan itu bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Sekarang mereka kembali berulah. Kali ini ulahnya sudah kelewatan,” ungkap Kadisbun Banjar Wildan Amin.

Ulah tersebut menurut Wildan, adalah melakukan mark up luas areal di luar peta yang terdapat di dalam dokumen Hak Guna Usaha (HGU)-nya. Akibatnya, tentu saja persoalan tersebut menyulut kemarahan warga.

“Dalam peta HGU-nya sangat jelas jika areal perkebunan perusahaan ini tidak sampai di kawasan Desa Garis Hanyar dan Desa Cinta Puri. Namun tiba-tiba warga ribut, dan mengklaim jika kawasan di dua desa sebagian masuk dalam areal PT MIB. Nah, ternyata setelah di cek ke lapangan, informasi itu benar adanya,” katanya.

Dijelaskannya, dari batas peta HGU PT MIB, areal yang dicaplok lumayan luas. Luasnya sekitar 400 x 1000 meter per segi. Atas perbuatan tersebut, membuat Bupati Khairul langsung memerintahkan bawahannya untuk mempelajari secara mendetail, sejauh mana kesalahan investor tersebut selama melaksanakan investasinya di Kabupaten Banjar.

Al hasil ungkap Wildan, belakangan terungkap jika kelakuan perusahaan tersebut bukan hanya sebatas melakukan mark up areal saja. Lebih dari itu, perusahaan tersebut sama sekali tidak melaksanakan amanah perundang-undangan mengenai kegiatan perkebunan.

“Dalam aturan sudah sangat jelas. Bahwa setiap aktivitas perkebunan harus menyiapkan lahan seluas 20 persen dari total areal untuk kegiatan plasma. Namun perusahaan ini ternyata sama sekali tidak memiliki areal yang dimaksud,” ujarnya.

Selain itu katanya lagi, pihak perusahaan sudah memberikan laporan yang sama sekali tidak sesuai dengan kondisi lapangan. Antara lain, laporan soal kemajuan kegiatan perkebunan. Dari laporan per Mei 2008 lalu, disebutkan jika aktivitas perkebunan sudah sesuai dengan target atau 5.000 hektare. Namun setelah dicek di lapangan, aktivitasnya jauh di bawah luasan tersebut.

“Kegiatannya, hanya berkisar antara 25 sampai 30 persen dari luasan 5000 hektare itu. Sementara yang dilaporkan kegiatan sudah mencapai 5000 hektare,” ujarnya.

Atas segala perbuatan tersebut, tegas Wildan, Pemkab Banjar melalui Disbun Banjar akan memberikan surat peringatan keras. Dan tentu saja, surat tersebut nantinya akan berbuntut pada surat perjanjian dari perusahaan yang bersnagkutan untuk tidak lagi mengulangi kesalahan-kesalahan. (yan)

Wednesday, July 16, 2008

Terdesak Perkebunan Sawit

Minggu, 22-06-2008 | 00:35:28

• Tiga Tahun Lagi Orangutan Punah
BANJARBARU, BPOST - Centre for Orangutan Protection (COP) mendesak Departemen Kehutanan lebih proaktif melindungi orangutan yang berada di luar kawasan konservasi di Kalimantan Tengah. Lembaga ini memrediksi orangutan di luar kawasan konservasi akan punah dalam waktu tiga tahun mendatang.

Hardi Baktiantoro, Executive Director COP di Jakarta melalui siaran persnya menyatakan, berdasarkan data 2004, jumlah orangutan di Kalimantan Tengah sebanyak 31.300 ekor. Dengan laju kepunahan sembilan persen per tahun atau 2.817 ekor, jumlahnya saat ini diperkirakan 20.032 ekor.

Ambisi pemerintah daerah untuk meningkatkan penghasilan melalui sektor perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan pembabatan hutan besar-besaran, termasuk habitat orangutan. Pemantauan COP sepanjang tahun 2007-2008 di seluruh habitat orangutan di seluruh Kalimantan Tengah, setidaknya 8.613 orangutan berada dalam kondisi terancam karena tinggal di luar kawasan konservasi.

"Habitat mereka sewaktu-waktu dapat dihancurkan untuk perkebunan kelapa sawit. Dengan laju kepunahan sebesar 2.817 per tahun, maka orangutan yang berada di luar kawasan konservasi di kalimantan Tengah akan punah dalam tiga tahun mendatang," beber Hardi.

Menurutnya, pengelola sebuah perkebunan kelapa sawit di desa Tumbang Koling Kecamatan Cempaga Hulu Kabupaten Kotawaringin Timur dinilai mengancam kelangsungan hidup koloni terakhir orangutan. Jika dibiarkan, katanya, prediksi kepunahan orangutan akan menjadi kenyataan tiga tahun lagi.

Parahnya, saat COP menghubungi Departemen Kehutanan di berbagai level, dari BKSDA Kalimantan Tengah hingga Menteri Kehutanan, tidak satupun pejabat yang menjanjikan penyelesaian masalah ini.

Sebaliknya, Departemen Kehutanan nyaris tidak mampu berbuat apapun untuk melindungi orangutan di luar kawasan konservasi. COP tidak dapat menerima alasan bahwa Departemen Kehutanan menghindari benturan dengan pemangku kawasan setempat, yakni Dinas Kehutanan dari pemerintah daerah.

COP juga tidak dapat menerima alasan belum ada peraturan yang melindungi habitat orangutan yang berstatus bukan kawasan konservasi. Sejauh ini, Departemen Kehutanan hanya bisa melakukan evakuasi. Orangutan dipindahkan ke hutan lain atau dikirim ke pusat rehabilitasi, itupun orangutan yang berada dalam kondisi luka parah atau masih bayi karena induknya telah mati dibunuh.

Kini seluruh pusat rehabilitasi telah penuh dan kelebihan daya tampung. Pusat Rehabilitasi Orangutan Nyarumenteng di Kalimantan Tengah hanya bisa menerima bayi orangutan, tidak untuk orangutan dewasa karena sudah tidak ada tempat lagi. (niz)

Wednesday, June 18, 2008

Industri Sawit Tingkatkan Ekspor

Minggu, 27-04-2008 | 00:35:05

BANJARMASIN, BPOST - Ekspor produk kelapa sawit asal Kalimantan Selatan (Kalsel) meningkat tajam sekitar 259 persen. Dari ekspor mencapai 8,95 juta kilogram pada Januari-Maret 2007 menjadi 32,09 juta kilogram pada periode yang sama 2008.

Kepala Seksi Ekspor hasil Industri Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Gt Yasni Iqbal di Banjarmasin, Senin (21/4), mengungkapkan, peningkatan ekspor terjadi pascaberoperasinya lima pabrik minyak kelapa sawit (CPO) di Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) dan Kotabaru.

"Sejak dua tahun terakhir ada sekitar lima perusahaan CPO telah beroperasi di Kalsel, sehingga mampu mendongkrak volume ekspor hingga beberapa kali lipat," tambahnya.

Peningkatan volume ekspor kelapa sawit tersebut, juga mendongkrak nilai ekspor dari sebelumnya hanya 1,45 juta dolar AS menjadi 29,47 juta dolar AS.

"Meningkatnya nilai ekspor tersebut terjadi selain karena kenaikan volume ekspor, didongkrak oleh harga minyak dunia yang terus melambung beberapa bulan terakhir," kata Iqbal. (ant)

Impikan Pabrik Minyak Goreng

Jumat, 11-04-2008 | 00:45:15

BATULICIN - Harga minyak goreng yang terus meroket dan kerap langka di Batulicin, membuat pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) berniat mendirikan pabrik pengolah minyak goreng tersebut.

Kabid Perdagangan, Disperindakop Tanbu, Suhartoyo mengatakan, rencana itu sudah lama ingin diwujudkan, namun masih menunggu investor. Pemkab pernah menyampaikan ke Pemprov Kalsel, agar di kabupaten ini bisa berdiri pabrik tersebut.

Apalagi, lanjut Suhartoyo, Tanbu didukung perkebunan sawit yang luasnya mencapai 10 ribu hektare. Karena itu, layak dibangun pabrik pengolahnya hingga menjadi minyak goreng siap pakai.

"Kalau kebun sawitnya sangat luas. Persoalannya, ya pabrik tadi,"imbuhnya. Jika bisa memproduksi minyak goreng, lanjutnya, selain bisa menekan melonjaknya harga juga mengatasi kelangkaan serta mengurangi biaya produksi, khususnya di sektor transportasi selain menciptakan lapangan kerja.

Selama ini upaya menekan lonjakan harga, hanya dengan operasi pasar, termasuk subsidi dari pemerintah. Namun belum bisa mengatasi masalah. (coi)

Warga Protes Perusahaan Sawit

Sabtu, 19-04-2008 | 01:08:10

RANTAU, BPOST - Warga dua desa di Kecamatan Tapin Tengah, Kabupaten Tapin memprotes perusahaan kelapa sawit yang akan membuka areal perkebunan.

Kepala Desa Pematang Karangan, Syahrui dan Kepala Desa Pandaan, Saipi Kamis (17/4) menyebutkan,  pihaknya sudah menyampaikan surat keberatan itu kepada Bupati Tapin, Idis Nurdin Halidi, 12 April 2008 lalu.

Keberatan yang diajukan warga di antaranya terkait Surat Keputusan Bupati Tapin Nomor 71 tahun 2007, tentang Izin Lokasi Rencana Areal Perkebunan Sawit PT Putra Bangun (PBB).

Permohonan izin lokasi PT PBB meliputi areal di lima desa yaitu Desa Pematang Karangan dan Desa Pandahan. Keduanya masuk Kecamatan Tapin Tengah. Sedangkan tiga desa lainnya, Kaladan, Sungai Salai dan Desa Sungai Salai Hilir masuk Kecamatan Candi Laras Utara (CLU).

Berdasarkan kondisi di lapangan, seluruh areal di tiga desa di Kecamatan CLU sudah terdapat kegiatan masyarakat, sehingga tidak memungkinkan bagi perusahaan itu memperoleh areal hak guna usaha (HGU).

Sedangkan areal lahan di dua desa di Kecamatan Tapin Tengah juga sudah ada kegiatan masyarakat berupa pebukaan lahan untuk kebun karet dan pantung. “Karena itu sisa lahan di dua desa kami tidak memungkinkan untuk areal lahan PT PBB,” kata Kades mengutif surat protes itu.

Warga meminta agar sisa lahan di kedua desa itu tak digarap perusahaan sawit itu, karena digunakan warga sebagai cadangan areal plasma dengan PT Kharisma Inti Usaha (PT KIU) untuk masyarakat. 

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Tapin, Yusriansyah mmengakui mendapat laporan warga mengenai masalah tersebut. “Senin (21/4) kami bersama investor, tokoh masyarakat dan camat meninjau lokasi yang dipermasalahkan itu,” katanya.(ck2)

Warga Kembali Protes

Senin, 31-03-2008 | 00:31:36

SEMENTARA itu, Kamis (27/3), warga sejumlah desa kembali mendatangi lokasi kebun di perbatasan Kalsel dan Kalteng. Mereka memprotes reaksi pihak perusahaan yang merobohkan sejumlah pondok kayu yang mereka bangun untuk menjaga lahan yang diklaim sebagai tanah ulayat.

Pada kesempatan itu, warga berhasil berdialog dengan manajemen PT BCL. Namun dalam dialog itu, terungkap luasan lahan yang semula diklaim tanah warga sekitar 1.600 hektare, diralat 300 hektare.

Ginting dari PT BCL pun meluruskan pihaknya tidak take over lahan dari PT Antang tapi dari PT Aspam sejak tahun 2005. Total HGU yang dimiliki bukan 5.000 hektare, tapi 6.100 sesuai dengan yang diambil alih dari PT Aspam dan dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Masalah kemitraan itu sudah ada program kita. Tapi dalam arti tidak mengurangi wilayah HGU, termasuk yang katanya 300 hektare itu," ujarnya.

Soal pembangunan akses jalan, yang dipermasalahkan warga katanya sudah seizin pemerintah desa setempat yang dilalui. Sebab keberadaan jalan tersebut sama-sama menguntungkan.

Ginting menambahkan pihaknya juga tidak sembarangan mengelola lahan HGO. Meskipun jadi wilayah operasionalnya, pihaknya tetap memperhatikan dan menghormati bila ada makam atau patung milik warga dayak di lahan yang akan di garap. (nda)

Warga Waling Demo Perusahaan Sawit


Rabu, 26-03-2008 | 00:30:30

• Rebut Kembali Tanah Ulayat

TANJUNG, BPOST - Perselisihan antara masyarakat suku Dayak di Desa Waling, Pangi dan sekitarnya di Kecamatan Bintang Ara dengan perusahaan perkebunan sawit grup Astra, PT Badra Cemerlang (BCL) memuncak. Senin (24/3), sekitar empat puluh warga sejumlah desa itu mendatangi kebun yang berlokasi di perbatasan Kalsel dan Kalteng.

Warga menuding pihak perusahaan menyerobot tanah ulayat warisan leluhur mereka seluas 1.600 hektare (ha). Padahal tanah adat itu tidak pernah diserahkan atau diizinkan untuk digarap oleh perusahaan tersebut.

Sebagai bukti kepemilikan, warga menunjukkan keberadaan patung-patung baluntang--patung khas dayak berupa batang kayu berukir-- di lahan ulayat. Bukti lainnya, berupa tanaman karet peliharaan warga yang telah diganti dengan pohon sawit.

Dengan mengendarai motor, puluhan warga yang semuanya laki-laki juga membawa bekal senjata tajam dan gergaji mesin menuju tanah ulayat itu, tepatnya di Batu, masuk kawasan Desa Waling Kecamatan Bintang Ara. Mereka sudah bertekad merebut tanah ulayatnya kembali.

Akses jalan menuju kebun yang kebanjiran karena air sungai sedang pasang tidak menyurutkan niat warga. Padahal, untuk melewatinya, mereka harus bergotong royong memanggul motor karena terjebak banjir sedalam sekitar satu meter.

Sesampainya di perbatasan tanah ulayat dengan kebun perusahaan, warga langsung menebangi sejumlah pohon di perbatasan lahan untuk membuat pondok. Mereka pun membawa bekal mie instan sebagai ransum selama bertahan di sana.

"Pokoknya kami akan pertahankan tanah leluhur kami. Mereka jelas menyerobotnya. Sebab HGO PT Antang yang diambil alih BCL cuma sekitar 5.000 ha. Tapi yang digarap lebih 6.000 ha. Berarti kan menyerobot," kata salah satu warga.

Mahir Danello, warga lainnya menambahkan selain menyerobot lahan, BCL juga telah melakukan banyak pelanggaran. Di antaranya tidak mengantungi izin membawa alat berat di lokasi kebun dan tidak mengantungi izin galian C, tapi tetap nekat menggali tanah tanah untuk pembuatan akses jalan yang tembus ke Desa Pangi.

Saat melakukan aksi, tidak ada satu pun perwakilan perusahaan BCL yang nampak. Namun tak jauh dari lokasi warga mendirikan pondok, tampak sejumlah aparat TNI berjaga-jaga dengan membawa senjata laras panjang.

Warga menyatakan akan tetap bertahan di lahan itu, sampai pihak perusahaan menyerahkan tanah hak mereka. Sambil bertahan mereka mengacung-acungkan poster, di antaranya bertuliskan ‘ingat BCL jangan asal cabut, konfirmasi dulu dengan kami yang berkepentingan’. Di tanah yang kemarin diduduki warga, tampak tumbuh tanaman sawit berusia sekitar dua tahun setinggi satu meter.(nda)

Tuesday, June 10, 2008

Warga Protes Perusahaan Sawit

Sabtu, 19-04-2008 | 01:08:10

RANTAU, BPOST - Warga dua desa di Kecamatan Tapin Tengah, Kabupaten Tapin memprotes perusahaan kelapa sawit yang akan membuka areal perkebunan.

Kepala Desa Pematang Karangan, Syahrui dan Kepala Desa Pandaan, Saipi Kamis (17/4) menyebutkan,  pihaknya sudah menyampaikan surat keberatan itu kepada Bupati Tapin, Idis Nurdin Halidi, 12 April 2008 lalu.

Keberatan yang diajukan warga di antaranya terkait Surat Keputusan Bupati Tapin Nomor 71 tahun 2007, tentang Izin Lokasi Rencana Areal Perkebunan Sawit PT Putra Bangun (PBB).

Permohonan izin lokasi PT PBB meliputi areal di lima desa yaitu Desa Pematang Karangan dan Desa Pandahan. Keduanya masuk Kecamatan Tapin Tengah. Sedangkan tiga desa lainnya, Kaladan, Sungai Salai dan Desa Sungai Salai Hilir masuk Kecamatan Candi Laras Utara (CLU).

Berdasarkan kondisi di lapangan, seluruh areal di tiga desa di Kecamatan CLU sudah terdapat kegiatan masyarakat, sehingga tidak memungkinkan bagi perusahaan itu memperoleh areal hak guna usaha (HGU).

Sedangkan areal lahan di dua desa di Kecamatan Tapin Tengah juga sudah ada kegiatan masyarakat berupa pebukaan lahan untuk kebun karet dan pantung. “Karena itu sisa lahan di dua desa kami tidak memungkinkan untuk areal lahan PT PBB,” kata Kades mengutif surat protes itu.

Warga meminta agar sisa lahan di kedua desa itu tak digarap perusahaan sawit itu, karena digunakan warga sebagai cadangan areal plasma dengan PT Kharisma Inti Usaha (PT KIU) untuk masyarakat. 

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Tapin, Yusriansyah mmengakui mendapat laporan warga mengenai masalah tersebut. “Senin (21/4) kami bersama investor, tokoh masyarakat dan camat meninjau lokasi yang dipermasalahkan itu,” katanya.(ck2)

Thursday, May 22, 2008

Camat Segera Dipanggil

Senin, 31-03-2008 | 00:31:37

• Verifikasi Konflik Warga dengan BCL

TANJUNG, BPOST - Pemerintah Kabupaten Tabalong melalui Bagian Pemerintahan setempat akan membantu menengahi perselisihan antara masyarakat keturunan Dayak di Desa Waling, Pangi dan sekitarnya di Kecamatan Bintang Ara dengan perusahaan perkebunan sawit grup Astra, PT Badra Cemerlang (BCL).

Rencananya dalam waktu dekat, Kabag Pemerintahan Mawardi memanggil Camat Bintang Ara, Rahman Fahmi untuk melakukan verifikasi dan perkembangan kasus tersebut.

Ditemui di ruang kerjanya, Jumat lalu, Mawardi mengatakan persoalan antara PT BCL dengan warga Waling dan sekitarnya sudah lama terjadi. Dulu, tahun 2006 dan 2007 pihaknya juga sudah pernah memfasilitasi pertemuan kedua belah pihak.

Namun karena setiap ada perkembangan maupun kesepakatan kedua belah pihak (baik BCL maupun warga) tidak melapor, maka ia berdalih tidak mengetahui kondisi terakhir. Sampai ketika kemarin ada pemberitaan di media massa, kasus sengketa tanah warga dengan PT BCL kembali mencuat.

"Kita akan panggil Camat Bintang Ara dulu untuk mengetahui kondisi terakhir. Sebab persoalan ini cukup pelik karena terkait pemekaran di Kalteng, di mana dulu wilayah yang berbatasan dengan Tabalong adalah Barito Selatan, sekarang Barito Timur," katanya.

Menurut Mawardi, dulu pada pertemuan tahun 2007, PT BCL menyatakan siap mengeluarkan lahan yang terbukti milik warga, meskipun ada dalam kawasan HGU mereka. Tapi sampai sekarang realisasinya, pihaknya tidak tahu.

Soal tapal batas yang masih belum jelas, Mawardi mengakui. Namun itu sudah ditangani petugas dari Departemen Dalam Negeri yang terjun langsung mengecek posisi kedua wilayah sejak akhir 2006. Hanya saja belum ada laporannya sampai sekarang. (nda)

Thursday, March 27, 2008

Warga Waling Demo Perusahaan Sawit

Rabu, 26-03-2008 | 00:30:30


• Rebut Kembali Tanah Ulayat

TANJUNG, BPOST - Perselisihan antara masyarakat suku Dayak di Desa Waling, Pangi dan sekitarnya di Kecamatan Bintang Ara dengan perusahaan perkebunan sawit grup Astra, PT Badra Cemerlang (BCL) memuncak. Senin (24/3), sekitar empat puluh warga sejumlah desa itu mendatangi kebun yang berlokasi di perbatasan Kalsel dan Kalteng.

Warga menuding pihak perusahaan menyerobot tanah ulayat warisan leluhur mereka seluas 1.600 hektare (ha). Padahal tanah adat itu tidak pernah diserahkan atau diizinkan untuk digarap oleh perusahaan tersebut.

Sebagai bukti kepemilikan, warga menunjukkan keberadaan patung-patung baluntang--patung khas dayak berupa batang kayu berukir-- di lahan ulayat. Bukti lainnya, berupa tanaman karet peliharaan warga yang telah diganti dengan pohon sawit.

Dengan mengendarai motor, puluhan warga yang semuanya laki-laki juga membawa bekal senjata tajam dan gergaji mesin menuju tanah ulayat itu, tepatnya di Batu, masuk kawasan Desa Waling Kecamatan Bintang Ara. Mereka sudah bertekad merebut tanah ulayatnya kembali.

Akses jalan menuju kebun yang kebanjiran karena air sungai sedang pasang tidak menyurutkan niat warga. Padahal, untuk melewatinya, mereka harus bergotong royong memanggul motor karena terjebak banjir sedalam sekitar satu meter.

Sesampainya di perbatasan tanah ulayat dengan kebun perusahaan, warga langsung menebangi sejumlah pohon di perbatasan lahan untuk membuat pondok. Mereka pun membawa bekal mie instan sebagai ransum selama bertahan di sana.

"Pokoknya kami akan pertahankan tanah leluhur kami. Mereka jelas menyerobotnya. Sebab HGO PT Antang yang diambil alih BCL cuma sekitar 5.000 ha. Tapi yang digarap lebih 6.000 ha. Berarti kan menyerobot," kata salah satu warga.

Mahir Danello, warga lainnya menambahkan selain menyerobot lahan, BCL juga telah melakukan banyak pelanggaran. Di antaranya tidak mengantungi izin membawa alat berat di lokasi kebun dan tidak mengantungi izin galian C, tapi tetap nekat menggali tanah tanah untuk pembuatan akses jalan yang tembus ke Desa Pangi.

Saat melakukan aksi, tidak ada satu pun perwakilan perusahaan BCL yang nampak. Namun tak jauh dari lokasi warga mendirikan pondok, tampak sejumlah aparat TNI berjaga-jaga dengan membawa senjata laras panjang.

Warga menyatakan akan tetap bertahan di lahan itu, sampai pihak perusahaan menyerahkan tanah hak mereka. Sambil bertahan mereka mengacung-acungkan poster, di antaranya bertuliskan ‘ingat BCL jangan asal cabut, konfirmasi dulu dengan kami yang berkepentingan’. Di tanah yang kemarin diduduki warga, tampak tumbuh tanaman sawit berusia sekitar dua tahun setinggi satu meter.(nda)