Saturday, June 27, 2009

Warga Demo Bupati HSS

Sabtu, 30 Mei 2009 | 06:46 WITA

KANDANGAN, SABTU - Sekitar 1.000 warga Negara, Kecamatan Daha Utara, Selatan dan Barat Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan berunjuk rasa dengan turun ke jalan, Jumat (29/5). Mereka menolak perkebunan sawit di kecamatan itu, dengan alasan lahan itu masih produktif untuk berkebun palawija.

Massa datang dengan menumpang 11 truk dan empat mikrolet. Mereka memadati Lapangan Lambung Mangkurat, yang berseberangan dengan rumah dinas bupati. Warga berharap bisa menyampaikan langsung  aspirasi itu kepada Bupati HSS, Muhammad Safi'i.

Karena tidak berhasil bertemu dengan bupati, akhirnya massa bergerak ke Simpang Empat depan kantor DPRD dan Kantor Bupati HSS, dengan berjalan kaki, sambil meneriakan yel-yel menolak perkebunan sawit di Negara.

Massa menumpahkan kekesalannya dengan membakar kaos bergambar bupati dan wakilnya, yang sengaja dibentangkan sehingga jelas terlihat gambarnya.

Menurut warga, lahan pertanian sayuran dan buah-buahan yang menjadi andalan perekonomian warga kini dijadikan lahan perkebunan sawit yang hanya menguntungkan segelintir orang. "Karena itu, kami tidak ingin Negara dijual karena lahan pertanian di kecamatan itu  produktif. Selama ini warga memenuhi kebutuhan hidup dari hasil pertanian itu,"kata warga dalam tuntutannya.

Koordinasi aksi, Abu mengatakan, program kelapa sawit sekitar 60 ribu hektare mencerminkan penguasaan tanah oleh segelintir orang. Untuk proyek itu, pemkab mengeluarkan izin perkebunan sawit dengan luas lahan mencapai 20 ribu hektare di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Daha Utara, Selatan, dan Barat.

Menurutnya, hamper 80 persen warga kecamatan tersebut mengandalkan bertani palawija sebagai mata pencaharian.

Meski berlangsung tertib, banyaknya massa kemarin, membuat Polres HSS mengerahkan 200 anggotanya, untuk keamanan. Kapolres HSS AKBP Suherman Febrianto menyesalkan kepala daerah tak bersedia menemui massa untuk memberikan penjelasan mengenai program sawit tersebut. Namun, menurut informasi, Safi'i sedang di luar kota saat warga berunjuk rasa. Baik bupati maupun wakil bupati, telpon genggamnya tidak bisa dihubungi.

Kebun Sawit CPN Diprotes Warga

Jumat, 29 Mei 2009 | 06:20 WITA

TANJUNG, JUMAT - Konflik masalah lahan antara masyarakat dan perusahaan kembali terjadi di Kabupaten Tabalong. Sejumlah warga Desa Wayau, Tanjung, Kabupaten Tabalong memprotes pembukaan lahan kebun sawit oleh PT Cakung Permata Nusa (CPN) di desa itu.

Menurut warga, Desa Wayau tidak termasuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) atau lahan yang dikerjakan PT CPN. Dalam  peta wilayah usaha PT CPN hanya menyebutkan Desa Kambitin Raya.

Untuk itu, masyarakat meminta perusahaan mengembalikan lahan yang tidak termasuk dalam HGU tersebut dan menghentikan penebangan sebelum ada keputusan bersama.

"Saat pertemuan dengan perusahaan beberapa waktu lalu, perusahaan menyatakan siap menghentikan penebangan selama penentuan batas desa di wilayah usaha perusahaan," kata Kades Wayau, Saparin Anwar, Kamis (28/5).

Namun, setelah kesepakatan tersebut itu, perusahaan tetap melakukan penebangan hingga memicu emosi masyarakat. "Puncaknya terjadi Rabu, 20 Mei, warga kesal," katanya.

Informasi diperoleh, diduga karena tak mengindahkan kesepakatan itu, ratusan warga lengkap dengan senjata tajam berunjuk rasa ke perusahaan itu. Bupati Tabalong H Rachman Ramsyi didampingi Wakil Bupati H Muchlis  berusaha memfasilitasi pertemuan masyarakat dan perusahaan, Kamis (28/5), di Aula Pemkab Tabalong.

Untuk memperjelas persoalan HGU, hadir Kepala BPN Tabalong H Syarwani, Kadisbun Tabalong HMJ Saleh,  Camat, Kepala Desa setempat dan unsur muspida.

Bupati Tabalong Rachman Ramsyi menyatakan kurang mengetahui jelas wilayah usaha PT CPN, karena yang menerbitkan HGU perusahaan adalah BPN Pusat. "Pada waktu itu (2001) Pemkab Tabalong tidak dilibatkan," katanya.

Mengenai lahan PT CPN bisa masuk ke Desa Wayau, menurut  Rachman, kemungkinan karena melihat situasi tanah yang luas dan tidak ada yang menggarap, akhirnya diplot.

Sebelum dikerjakan, semestinya kata bupati perusahaan menosialisasikannya kepada masyarakat. Untuk mengatasi persoalan ini, menurutnya perlu dibentuk tim kecil terdiri dari dewan, tokoh masyarakat, pemerintah dan perwakilan masyarakat.