Wednesday, September 09, 2009

120 Hektare Lahan Warga Tergarap PT PDL

Jumat, 26 Juni 2009 | 11:18 WITA

AMUNTAI, JUMAT - Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) berjanji mencarikan lahan pengganti untuk PT Perdana Dinamika Lestari (PDL), karena 120 hektare lahan yang digarap perusahaan itu masuk areal lahan pertanian warga.

Perusahaan yang bergerak di perkebunan kelapa Sawit tersebut telah mengeruk lahan pertanian warga Desa Pulau Nyiur di Pulau Damar, Kecamatan Banjang. Hal itu diketahui setelah setelah Komisi II DPRD HSU meninjau ke lokasi, Jumat (19/6) dan memeriksa peta lahan dengan menggunakan GPS.

Hasilnya, sekitar 120 hektare lahan yang dikeruk anak perusahaan PT Astra itu merupakan lahan pertanian milik petani setempat. Komisi II menilai, lahan pertanian milik warga tersebut memang tidak boleh diganggu gugat.

Dewan meminta Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun), mencarikan lahan pengganti untuk perkebunan milik PT PDL itu.  "Kita setuju Dishutbun mencari lahan penggantinya di daerah lain," kata anggota DPRD HST, Hamdani dan Imam Gazali di hadapan Humas PT PDL dan Kepala Dinas Hutbun dan Kabag Humas Pemkab HSU, Rabu (24/6).

Kepala Dinas Hutbun, Syaifani berjanji mencarikan solusi, agar PT PDL terus beroperasi serta tidak terhambat masalah lahan tersebut. Sebaliknya, warga setempat bisa bertani untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. "Soal lahan penggantinya, belum kami tentukan. Mungkin di daerah Pinang Habang, karena masih satu kecamatan dengan Pulau Damar," ujarnya.

Humas PT PDL Kastalani menyatakan, permasalahan lahan antara masyarakat dengan perusahaan sudah selesai, setelah DPRD dan Dishutbun terjun langsung ke lapangan.

"Jadi tidak ada lagi lahan pertanian milik warga yang tergarap PT PDL. Tapi perusahaan tetap meminta segera dicarikan lahan pengganti seluas 120 hektare,"katanya. Kabag Humas Pemkab HSU Yusfihany, meminta PT PDL terus berkomunikasi dengan pihaknya, karena keberadaan perkebunan itu untuk kemajuan kabupaten di utara Kalsel itu.

Polisi Kerja Keras Kumpulkan Alat Bukti

Kamis, 25 Juni 2009 | 07:18 WITA

TANJUNG, KAMIS - Satuan Resserse dan Kriminalitas (Reskrim) Polres Tabalong mengumpulkan alat bukti terkait dugaan kasus pemalsuan tandatangan untuk realisasi ganti rugi lahan Desa Wayau oleh PT Cakung Permata Nusa (CPN).

Wakapolres Tabalong, Kompol Pasma Royce menyatakan, Rabu (24/6) mengatakan, selain mengembangkan penyelidikan kasus itu, polisi meminta keterangan saksi pelapor dan saksi yang diduga mengetahui persis masalah ganti rugi lahan pada 2001 itu.

"Kita sudah mengirim surat panggilan kepada dua saksi agar datang untuk memberi keterangan di Polres, Jumat (26/6) besok," kata Kasatreskrim Polres Tabalong, AKP Rafael Sandy Cahya secara terpisah.

Namun Sandhy enggan menyebutkan apakah saksi itu termasuk tim 15 yang dilaporkan warga atau tim pengawasan dan pengendalian (wasdal) Tabalong yang mengetahui proses ganti rugi lahan itu.

Seperti diberitakan, sejumlah warga Desa Wayau melapor ke Mapolres Tabalong, Rabu (17/6), atas dugaan pemalsuan tanda tangan oleh tim 15 terkait berita acara ganti rugi lahan milik warga Desa Wayau dari PT CPN pada Mei 2001 lalu.

Informasi diperoleh, pada 10 Mei 2001 itu, ada kesepakatan penyelesaian sengketa tanah adat masyarakat Desa Bentot Kecamatan Petangkep Tutui, yang berlokasi di Desa Kambitin Raya dan sekitarnya Kecamatan Tanjung dengan pergantian uang dari PT CPN.

Kemudian, 28 Mei 2001, ganti rugi direalisasikan oleh perusahaan kepada tim 15 dengan dana senilai Rp 300 juta lebih. Penyerahannya disaksikan Tim Wasdal Tabalong, Muspika Tanjung dan Petangkep Tutui.

Untuk pembayarannya, dibagi 15 berita acara dengan nilai antara Rp 9-41 juta lebih sesuai jumlah warga yang diatasnamakan. Tim 15 yang terdiri atas 15 orang berinisial In, Be, Lu, Ya, Ok, Cu, Ri, Wi, Da, Ku, Su, Ya, IL dan Re.

Namun dalam berita acara penyelesaian sengketa tanah adat itu ada indikasi pemalsuan data, baik nama, alamat dan tanda tangan warga penerimanya. Bahkan luas tanah yang dicantumkan dalam berita acara itu diduga fiktif.

Masyarakat Desa Wayau merasa dirugikan karena lokasi tanah sengketa yang diganti rugi adalah lahan di wilayah Wayau yang sekarang menjadi sengketa dengan PT CPN karena Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan diduga salah alamat.

DPRD Tabalong Panggil Tim Konflik Lahan PT CPN

Jumat, 19 Juni 2009 | 10:35 WITA

TANJUNG, JUMAT - Komisi 1 DPRD Kabupaten Tabalong, Kalsel hari ini, Jumat (19/6) sekitar pukul 09.00 Wita, menggelar pertemuan dengan tim kecil terkait PT CPN di Graha Sakata Kota Tanjung.

Pertemuan ini menindaklanjuti penyelesaian permasalahan lahan Hak Guna Usaha PT CPN dengan masyarakat Desa Wayau, Tabalong. Karena HGU milik PT CPN diduga salah alamat

Ganti Rugi Lahan Diduga Rekayasa

Jumat, 19 Juni 2009 | 07:56 WITA

TANJUNG, JUMAT - Sengketa lahan antara warga Desa Wayau, Tanjung, Kabupaten Tabalong dengan PT Cakung Permata Nusa (CPN) terus berkembang. Selain izin hak guna usaha (HGU) PT CPN diduga salah alamat, belakangan muncul tim 15 yang diduga merekayasa berita acara ganti rugi lahan dari perusahaan tersebut.

Informasi diperoleh, pada 10 Mei 2001, ada kesepakatan penyelesaian sengketa tanah adat masyarakat Desa Bentot Kecamatan Petangkep Tutui berlokasi di Desa Kambitin Raya Kecamatan Tanjung soal ganti rugi dari PT CPN.

Pada 28 Mei 2001, perusahaan membayar ganti rugi itu kepada tim 15 sekitar Rp 300 juta lebih. Penyerahan disaksikan tim Wasdal Tabalong, Muspika Tanjung dan Petangkep Tutui.

Untuk ganti rugi lahan itu dibagi 15 berita acara dengan nilai antara Rp 9-41 juta lebih, sesuai jumlah warga yang diatasnamakan tim 15 yang berinisial In, Be, Lu, Ya, Ok, Cu, Ri, Wi, Da, Ku, Su, Ya, IL dan Re.

Namun dalam berita acara penyelesaian sengketa tanah adat itu diduga ada pemalsuan data, baik nama, alamat dan tanda tangan warga yang menerima ganti rugi. Bahkan luas tanah yang dicantumkan diduga fiktif.

Masyarakat Desa Wayau merasa dirugikan karena lokasi tanah sengketa yang diganti rugi adalah lahan di wilayah Wayau yang sekarang menjadi objek sengketa dengan PT CPN. Padahal lahan itu tidak termasuk lahan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan tersebut.

Dengan dasar itu, sejumlah tokoh masyarakat Desa Wayau yang terdiri H Basran, H Syaifudin, Syamran, Karlani, Amrullah, Sarkani, Yusran, Harun, Suriansyah dan Faturrahman melaporkannya ke Polres Tabalong, Rabu (17/6).

"Kami sangat dirugikan karena tim 15 mengatasnamakan warga. Padahal kami tidak pernah meminta mereka mewakili," tegas Amrullah. Kapolres Tabalong AKBP Taufik Supriyadi berjanji segera menindaklanjuti laporan itu, dengan meminta keterangan pihak terkait dalam berita acara penyelesaian sengketa tanah adat waktu itu.

Sawit Pengganti Galam

Sabtu, 6 Juni 2009 | 22:40 WITA

MARABAHAN, SABTU -Investor perekebunan kelapa sawit, PT Citra Putra Kebun Asri (CPKA) yang beroperasi di Kecamatan Kuripan, Barito Kuala, akan merekrut seluruh kepala keluarga di desa sekitar yang mau bekerja di perusahaan sawit mereka. Karena untuk tenaga kerja,komitmen mereka mengutamakan warga desa setampat.

"Pasti, tenaga kerja adalah warga sekitar, kalau dari luar daerah malah lebih mahal karena kita harus menyediakan mes lagi untuk mereka," ujar Estate Manager  PT CPKA, Muchlis kepada BPost,saat kunjungan  Bupati Barito Kuala,H Hasanuddin Murad,di Desa Jambu Kecamatan Kuripan,Sabtu (6/6)

Muchlis mengatakan,tenaga kerja berasal dari warga sekitar telah mereka ikutkan sejak pembibitan sawit di desa Jambu yang telah dilakukan sejak satu tahun terakhir. "ini aja  pembibitan dilakukan oleh warga di sini, dan mereka mendapat upah Rp 35 ribu per hari," tambah Muchlis.

Diungkapkan Muchlis, untuk penanaman perdana sawit di Kecamatan Kuripan pada bulan ini memang akan dilakukan, dimulai di Desa Jambu dengan jumlah bibit sekitar 7.713 di lahan seluas 400 hektar.

Dijelaskannya, kebun PT CPKA yang direncanakan 10.000 hektar diperkitakan akan selesai penanaman hingga 2012. "Dan untuk tenaga kerja, biasanya adalah 0,2 orang per hektar per hari, jadi jika 10.000 hektar, maka kami memerlukan sekitar 2 ribu orang pekerja setiap harinya, itu artinya kesempatan bekerja bagi warga di sini sangat besar,"lanjutnya.

Selain itu ujarnya, berdasarkan pengalaman pengembangan sawit di Sumatera dengan sistem perkebunan inti, saat puncak produksi,warga yang bekerja bisa menerima upah hingga Rp  8 juta per bulan. "Itu belum lagi,dengan lahan plasma yang masing-masing mereka miliki dua hektar, desa akhirnya menjadi makmur," ucapnya.

Sementara Bupati Barito Kuala, H Hasanuddin Murad mengatakan,dengan adanya investor yang membuka perkebunan sawit dengan sistem inti dan plasma di Kecamatan Kuripan, dia berharap migrasi pekerjaan bisa dilakukan oleh warga yang selama ini mata pencahariannya  sangat tergantung dengan alam. "Migrasi pekerjaan harus dilakukan, kalau hanya mengandalkan mencari kayu  galam, sebentar cepat habis,hasilnya juga hanya cukup seperti itu,' ucapnya.

Dengan adanya sawit ujar Bupati, masyarakat selain tetap bisa mencari ikan pada saluran-saluran air yang ada pada kebun,penghasilan dari sawit dengan sistem inti dan plasma juga lebih menguntungkan.

Seperti diketahui, PT CPKA merupakan investor lokal Kalsel yang membuka perkebunan sawit  di Kecamatan Kuripan dan Bakumpai Barito Kuala. Selain perkebunaan, perusahaan ini juga merencanakan mendirikan pabrik CPO untuk pengolahan sawit dari kebun mereka di Desa Jambu Kecamatan Kuripan.

Ancam Gugat CPN, Warga Ngeluruk ke DPRD

Kamis, 4 Juni 2009 | 08:07 WITA

TANJUNG, KAMIS  - Tidak ingin penyelesaian sengketa lahan di Desa Wayau, Tanjung dengan PT Cakung Permata Nusa (CPN) berlarut-larut, ribuan warga desa itu berunjuk rasa ke DPRD Tabalong, Rabu (3/6).

Mereka meminta pemkab dan dewan proaktif mengawasi penyelesaian sengketa lahan tersebut, terutama mengawasi tim kecil yang terdiri dari camat, BPN, dinas perkebunan, muspika dan masyarakat.

Menurut mereka, berdasarkan Hak Guna Usaha (HGU) yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 27/HGU/BPN/2001 yang diperpanjang HGU Nomor 98/HGU/BPN/2005, disebutkan, salah satu objek HGU milik PT CPN adalah di Desa Kambitin Raya, Tanjung.

Namun, entah kenapa sejak 1992, lahan yang digarap perusahaan justru di Desa Wayau. Beberapa pihak terkait dalam penerbitan HGU milik PT CPN, menurut warga terkesan membiarkan lahan yang digarap perusahaan itu salah alamat sampai sekarang.

"Apabila sengketa lahan ini tidak selesai, kami bisa mengajukan gugatan perdata terhadap PT CPN atau Pemda setempat," kata Faturrahman, koordinator aksi warga Desa Wayau di hadapan anggota dewan.

Warga pun meminta DPRD dan Pemkab Tabalong memfasilitasi agar perusahaan menghentikan semua kegiatan operasional perkebunannya di lahan Desa Wayau yang luasnya mencapai 592,67 hektare.

Aksi warga dimulai sejak pukul 10.00 Wita itu berjalan tertib, dengan pengawalan aparat kepolisian. Mereka mengusung beberapa poster bertuliskan, seperti HGU Salah Alamat, Tim Kecil Efektif atau Tidak, Jangan Adu Kami Dengan BPN dan Abah Bupati Tolong Pang Buka Mata Pian.

Setelah berkumpul di gedung Graha Sakata, 24 orang perwakilan berdialog dengan  17 anggota dewan  yang hadir. Seakan baru mendengar sengketa lahan di Desa Wayau dan belum memahami kronologis masalahnya, beberapa anggota dewan menyarankan apa yang menjadi tuntutan warga tersebut diserahkan kepada Komisi I bidang pemerintahan dan kesejahteraan rakyat.

Anggota Komisi I, Murjani yang sebelumnya mengikuti rapat di aula Pemkab Tabalong, Kamis (28/5), menyatakan dewan akan membentuk tim kecil untuk menyelesaikan sengketa ini.

Warga Minta PT CPN Hentikan Kegiatan

Senin, 1 Juni 2009 | 06:21 WITA

TANJUNG, SENIN - Konflik kepemilikan lahan antara warga Desa Wayau, Tanjung, Kabupaten Tabalong dengan PT Cakung Permata Nusa (CPN) terus berlanjut. Warga meminta PT CPN menghentikan seluruh kegiatan perkebunannya di desa itu, karena diduga tidak termasuk lahan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan tersebut.

Berdasarkan HGU yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor:27/HGU/BPN/2001, 10 Oktober 2001, yang kemudian diperpanjang pada 2005 dengan Nomor:98/HGU/BPN/2005, 8 Juni 2005 disebutkan, objek HGU milik PT CPN ada di Desa Kambitin Raya, Kecamatan Tanjung.

"Faktanya, kegiatan perkebunan PT CPN juga ada di Desa Wayau seluas 592,67 hektare. Warga meminta perusahaan menghentikan kegiatan perkebunannya yang tidak masuk izin HGU itu," kata Fathurrahman, warga Wayau, Minggu (31/5).

Dasar tuntutan wargat diperkuat dengan kesepakatan dari masing-masing kepala desa dan tokoh masyarakat yang lahannya berbatasan dengan Desa Wayau yaitu Desa Kambitin Raya, Desa Garunggung (Pangi) dan Desa Bentot (Kalimantan Tengah).

Hal itu sesuai SK Tim Gabungan Provinsi Nomor:04/KPTS/TIM GAB/1982, tentang Penunjukan dan Penetapan Batas Peta Situasi Jalur Pelacakan Kalselteng.

Sesuai SK Tim Gabungan Provinsi, batas Desa Wayau adalah dari Sungai Muara Raan ke Muara Duyung sampai ke Sungai Kepala Duyung (batas Desa Wayau dengan Desa Garunggung).

Selanjutnya, dari Gunung Rinjan hingga Jalan Gerobak (Gunung Suya) menuju kuburan umum trans blok A (batas Desa Wayau dan  dengan Desa Kambitin Raya) serta Jalan Fhilipine (batas Desa Wayau dengan Desa Bentot).

"Dengan demikian, HGU yang menjadi dasar kegiatan perkebunan PT CPN diduga salah alamat selama 17 tahun dari tahun 1992 (pertama beroperasi) sampai sekarang," kata Fathurrahman, dibenarkan Kepala Desa Wayau, Saparin Anwar.

Menurut cerita tokoh masyarakat setempat, kekecewaan warga terhadap kegiatan perkebunan PT CPN di Desa Wayau setelah PT Cakra karena tidak melibatkan warga dalam pengelolaan lahan yang dimulai sejak tahun 1992 itu.

Sedangkan lahan yang dikerjakan PT CPN pada saat itu, dulu merupakan lahan pertanian warga setempat. Selain tidak melibatkan warga dalam operasionalnya, warga merasa dirugikan akibat limbah pupuk dan zat kimia dari perkebunan tersebut.

"Ditambah lagi, PT CPN sejak beroperasi hingga sekarang tidak melakukan kewajiban kemitraan dengan membuat lahan plasma 20 persen dari luas lahan yang dikerjakan untuk masyarakat berdasar Permentan Nomor : 26/Permentan/OT.140/2/2007, tentang pedoman perijinan usaha perkebunan," tandas Fathurrahman.