Tuesday, December 18, 2007

RSPO ke V Libatkan Petani dalam Pengelolaan Sawit Lestari

Kamis, 22 November 2007

Kuala Lumpur, Kompas - Pengelolaan minyak sawit berkelanjutan seharusnya melibatkan petani, pemilik kebun kelapa sawit skala kecil. Sebab, mereka dan masyarakat sekitar perkebunan adalah pihak-pihak yang paling merasakan dampak dari munculnya perkebunan skala besar di sebuah wilayah.

Hal ini disampaikan juru bicara petani Indonesia, Yurni Sedariah, dalam sidang ke V Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) di Kuala Lumpur, Malaysia, Rabu (21/11).

Yurni, petani kelapa sawit asal Kalimantan Timur, menghadiri sidang RSPO bersama lembaga swadaya masyarakat pemerhati kelapa sawit dari Bogor, Sawit Watch.

Dikatakan, perusahaan dan pemerintah harus menghentikan kegiatan perluasan perkebunan yang mengabaikan hak masyarakat. Menurut Yurni, pengakuan terhadap hak masyarakat akan memudahkan perusahaan perkebunan itu beroperasi.

Data Departemen Pertanian menyebutkan, dari 6,07 juta hektar areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia, seluas 600.000 hektar di antaranya milik pemerintah, dan 2,7 juta hektar dikelola perusahaan swasta. Sisanya, 2,77 juta hektar, merupakan perkebunan rakyat.

Direktur Scale Up Ahmad Zazali mengatakan, selama ini diskusi RSPO hanya menitikberatkan pada persoalan lingkungan, sementara pembahasan tentang masalah sosial terabaikan.

Padahal, lanjut Ahmad Zazali, keberadaan sebuah perkebunan kelapa sawit dan industrinya sering bersentuhan dengan masalah sosial.

"Keterlibatan petani dalam semua diskusi untuk minyak sawit berkelanjutan tentu akan memudahkan semua pihak untuk mendengar persoalan mereka. Pengusaha, petani, dan pemerintah dapat secara bersama-sama melakukan negosiasi merumuskan solusi yang adil untuk mengatasi pelbagai masalah," kata Achmad Zazali.

Dalam diskusi terbuka RSPO, yang dibagi dalam 13 kelompok, topik masyarakat dan minyak sawit diminati banyak peserta sidang. Forum tersebut menjadi satu-satunya forum yang berdiskusi dalam Bahasa Indonesia karena diikuti oleh petani dan tokoh adat, selain tentu saja para pengusaha. Diskusi yang dipandu aktivis Sawit Watch itu menyediakan penerjemah bagi peserta asing.

Persoalan yang mengemuka dalam diskusi tersebut adalah pengakuan hak atas tanah. Diskusi menyoroti bahwa sering kali masyarakat menjadi korban akuisisi lahan oleh perusahaan. Ini karena pemerintah menerbitkan izin tanpa lebih dulu melakukan verifikasi terhadap kepemilikan lahan.

Kondisi seperti itu menimbulkan konflik, tidak hanya di Indonesia. Menurut Marcus Colchester dari LSM Forest Peoples Programme, konflik akibat pengalihan kepemilikan lahan masyarakat kepada pemilik modal juga terjadi di Malaysia, khususnya di wilayah timur.

Selama dua hari sidang RSPO, isu keterlibatan petani dalam implementasi prinsip dan kriteria RSPO terus menjadi bahan pembahasan.

Dalam sidang hari Selasa (20/11), pembicara dari perusahaan-perusahaan perkebunan, yang telah menguji coba prinsip dan kriteria RSPO secara sukarela, menyampaikan persoalan yang sering dihadapi petani dan kelompok tani, yaitu lemahnya kelembagaan.

Petani yang sejak awal menjadi plasma atau mitra perkebunan jauh lebih mudah dibina dan diorganisasi daripada petani mandiri. Untuk petani mandiri, peran pemerintah harus lebih menonjol. Ini demi tercapainya program.

Sekretaris Jenderal RSPO Andrew Ng berpendapat, konflik yang terjadi bukan hanya antara perkebunan dan masyarakat, tapi juga karena masalah politik.

"Hal ini seharusnya bukan hanya menjadi perhatian RSPO, tetapi juga pemerintah karena pemerintah juga terlibat," ujarnya. (Hamzirwan dari Malaysia)

Sidang RSPO ke V Siap Buktikan CPO Ramah Lingkungan

Selasa, 20 November 2007

 

Kuala Lumpur, Kompas - Para pemangku kepentingan kelapa sawit siap melawan kampanye yang menentang kelapa sawit mentah atau CPO dan produk turunannya. Mereka siap membuktikan CPO dan produk turunannya ramah lingkungan.

Hal itu akan dibahas dalam Roundtable on Suistainable Palm Oil (RSPO) V di Kuala Lumpur, Malaysia, yang dimulai hari ini, Selasa (20/11). Menurut Ketua Panitia Pelaksana Sidang RSPO ke V Teoh Cheng Hai, Senin di Kuala Lumpur, RSPO menyiapkan prinsip dan kriteria pengelolaan minyak sawit lestari sejak tahun 2005.

Beberapa perusahaan, yang telah menguji coba standar RSPO dalam usahanya, akan membagi pengalamannya. Perusahaan itu, antara lain Synergy Drive Berhad (Malaysia), SMART Tbk (Indonesia), dan Agropalma Group (Brasil). Jika lolos sertifikasi, produk mereka layak mendapat harga lebih mahal dari produk serupa di pasar global.

Sebanyak 530 peserta dari 30 negara mewakili pemangku kepentingan kelapa sawit hadir dalam RSPO V, mewakili pemangku kepentingan kelapa sawit.

Ada delapan pihak yang merupakan pemangku kepentingan minyak sawit, yaitu perkebunan, industri pengolahan minyak sawit, pedagang, industri manufaktur produk konsumsi, pengecer, perbankan, investor lingkungan, sampai lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Saat ini, kampanye menentang CPO dan produk turunannya semakin gencar, terutama di pasar Eropa dan Amerika Serikat.

Para aktivis lingkungan hidup mengklaim rangkaian proses produksi CPO merusak lingkungan. Yaitu, mengubah hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. Mereka mengajak konsumen memboikot produk yang mengandung CPO dan tidak berbelanja di tempat yang memperdagangkannya.

Selain menyosialisasikan pengelolaan minyak sawit lestari, RSPO juga akan mengumumkan lembaga penyedia jasa sertifikasi produk minyak sawit lestari. Ada dua lembaga yang sudah siap menyertifikasi, namun identitasnya baru akan diungkap pada pertemuan RSPO.

Pemasok terbesar

Indonesia dan Malaysia sangat berkepentingan dengan penerapan pengelolaan minyak sawit lestari karena keduanya memasok hampir 87 persen produksi CPO dunia pada tahun 2006. Kontribusi Indonesia 15,9 juta ton dan Malaysia 15,8 juta ton.

Wakil Ketua Bidang Usaha Perkebunan Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Daud Dharsono mengatakan, Indonesia menyiapkan 120 indikator dalam penerapan standar pengelolaan kelapa sawit yang berkelanjutan. Mulai 1 Desember 2007, para pemangku kepentingan kelapa sawit yang mampu menerapkannya akan disertifikasi.

"Untuk tahap awal, indikator ini bisa dipakai pihak-pihak yang secara sukarela mau menerapkannya," ujar Daud.

Namun, perusahaan lain harus belajar untuk menerapkannya. "Sebab, untuk jangka panjang sertifikat pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan akan menjadi tuntutan pasar," kata Daud. (Hamzirwan dari Malaysia)

3.000 Hektare Perkebunan Rakyat Direalisasikan

Sabtu, 10 November 2007

Radar Banjarmasin

BATULICIN - Salah satu program unggulan di bidang perkebunan, dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, Pemkab Tanbu memfasilitasi pembangunan kebun rakyat. Melalui program itu, masing-masing kepala keluarga (KK) diberikan lahan seluas 1 hektare untuk ditanam karet maupun kelapa sawit.

“Masyarakat tinggal memilih kedua komuditi tadi. Tergantung selera merekalah,” ujar Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Tanbu Ir Edward Thurrahman, Kamis (8/11), kemarin.

Menurutnya, program ini akan dilaksanakan hingga tahun 2010 mendatang. Sementara itu, mendekati akhir tahun 2007 ini, sudah berhasil direalisasikan sebanyak 1000 hektare lebih. Pada tahap pertama ini, pembangunan kebun rakyat ini, berada di Kecamatan Mantewe, Karang Bintang dan Angsana.

Berikutnya, pada tahun 2008 mendatang, akan dikembangkan lagi seluas 3.000 hektare yang berada di Kecamatan Satui, Kusan Hulu, Mantewe dan Karang Bintang. Selain beberapa kecamatan yang disebutkan tadi, tidak menutup kemungkinan pembangunan kebun rakyat ini dilaksanakan di kecamatan lain yang lahannya masih belum tergarap.

“Target kami, tahun 2010 dapat mencapai 11.000 hektare. Dengan harapan, tiga tahun berikutnya setelah tanam, seluruh masyarakat di pedesaan dapat memiliki penghasilan tiap bulannya,” katanya. (kry)


Swasta Kuasai Perkebunan Kalsel

Kamis, 1 November 2007
Radar Banjarnasin

BANJARMASIN ,- Hampir 54 persen kawasan perkebunan di Kalsel adalah perkebunan besar yang dikelola pihak swasta. Di tahun 2006 lalu saja, ada sekitar 531.913,63 hektare lahan perkebunan di provinsi ini yang dikelola perusahaan swasta.

Data tersebut di atas telah disampaikan Kepala Dinas Perkebunan Kalsel Ir Haryono, pada seminar produk UKM Ekspor, baru-baru tadi di Bank Indonesia Banjarmasin.

Menurut Haryono, perusahaan perkebunan besar swasta saat ini memang paling mendominasi perkebunan di Kalsel. ”Setelah itu perkebunan rakyat dan perkebunan besar negara,” katanya.

Untuk pengelolaan swasta yang hak guna usahanya aktif, ada sekitar 38 perusahaan perkebunan. ”Sedangkan hak huna usaha yang terlantar ada 7 perusahaan perkebunan dan izin lokasi sebanyak 24 perusahaan perkebunan,” jelasnya.

Kondisi komoditas unggulan perkebunan ini kebanyakan ada di sektor kelapa sawit dan karet. Sedangkan komoditas perkebunan lainnya yang sedang dikembangkan adalah kopi, kakao, cengkeh, lada, nilam dan ilang-ilang.

“Untuk kelapa sawit, areal perkebunannya di Kalsel cukup besar. Yaitu sekitar 243.451 hektare. Yang terbanyak ada di Kotabaru, Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu. Ditargetkan tahun 2008 nanti bisa meningkat menjadi 300 hektare,” katanya.

Yang menggembirakan, prospek pengembangan kelapa sawit sangat menjanjikan. Apalagi kalau di Kalsel berhasil dibangun pabrik minyak goreng yang tentunya akan meningkatkan nilai jual hasil perkebunan kelapa sawit Kalsel.

Diinformasikan Haryono, sekarang ini ada beberapa pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) yang beroperasi di Kalsel. Misalnya, Sinar Mas Group yang merupakan pabrik pengolahan kelapa sawit terbesar di Kalsel dengan tiga pabrik, yaitu di Batu Ampar, Sei Kupang dan Senakin.

“Total jenderal ada 14 pabrik pengolahan kelapa sawit yang beroperasi di Kalsel, dengan total rata-rata produksi perbulannya mencapai 6.212 ton,” pungkasnya. (sya)

[ Kembali ] [ Atas ]

Thursday, December 06, 2007

Penertiban Bingungkan Perusahaan

Tambang Emas Ancam Pandahan

Selasa, 30-10-2007 | 21:16:39

PELAIHARI, BPOST - Aktivitas tambang emas di kawasan Palm, Banjarbaru, dikhawatirkan kembali mencemari air sungai Pandahan, di Kecamatan Bati-Bati Kabupaten Tanah Laut.

Chomaruddin, perwakilan warga Desa Pandahan saat dialog di Kecamatan Jorong, Minggu (28/10) mengatakan, sekarang pencemaran belum terlihat. Tapi, pengalaman tahun lalu, pencemaran terjadi di musim hujan.
Chomaruddin bermukim di kawasan Liang Anggang, tak jauh dari Desa Pandahan. Namun dia mengaku punya banyak kerabat di Pandahan. Sebagian warga setempat mulai risau kemungkinan tercemarnya kembali sungai ini menjelang musim hujan.
Kerisauan terutama dirasakan oleh mereka yang mengandalkan air bersih (air minum) dari Sungai setempat. Sebagian warga yang  ekonominya mapan, membeli air bersih untuk kebutuhan air minum keluarga. Namun umumnya warga menggunakan air sungai untuk mandi dan mencuci.
Tahun lalu, kata Chomaruddin, warna air berubah menghitam. Ikan sungai juga banyak yang mati. Penyebabnya diduga akibat pencemaran dari limbah tambang emas di Banjarbaru.
Pencemaran hanya terjadi saat musim penghujan karena tanggul limbah perusahaan tambang tersebut tidak mampu lagi menampung air limbah yang bercampur air hujan. Akibatnya, limbah tersebut meluap dan mengalir ke Sungai Pandahan. Pencemaran seperti itu mulai terjadi sejak setahun lalu.
Seperti pernah diberitakan, Bagian Bangda turun membangun tanggul sebagai penyekat, sehingga limbah tambang di Banjarbaru tidak meluap ke Sungai Pandahan.
Dikonfirmasi  Senin (29/20), Kepala Kantor LH Tala Zulkifli Chalid meminta warga Pandahan secepatnya melapor jika mendapati pencemaran di sungai itu sehingga pihaknya segera  mengambil sampel.roy

Truk Sawit Rusak Jalan Negara

Perlu Patok Batas Kawasan Hutan

Jumat, 26-10-2007 | 21:59:24

  • Sulit Kenali Hutan Lindung

PELAIHARI, BPOST- Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Tanah Laut, Aan Purnama menyatakan, perlu pembuatan patok tata batas kawasan hutan, untuk mengamankan dan menghindari perambahan kawasan hutan oleh aktivitas perusahaan maupun masyarakat.

Patok dianggap sangat penting, supaya orang mudah mengenali bahwa suatu tempat masuk kawasan hutan atau tidak. "Jika perlu, bentuknya tak sekadar patok, tapi monumen, supaya lebih jelas dilihat," katanya saat rapat koordinasi pemantapan penertiban perkebunan di aula Kantor Dinas Kehutanan Tala, Jumat (26/10).

Pertemuan kemarin dihadiri pejabat dari institusi terkait, termasuk dari Polres Tala. Aan mengungkapkan, selama ini ada kecenderungan dari pihak investor untuk memanfaatkan lahan kosong sebagai lokasi usaha.

Banyak dari mereka yang tidak mengetahui bahwa lokasi tersebut berada dalam kawasan hutan. Pantauan BPost, secara faktual sejumlah kawasan hutan di daerah ini memang sulit dikenali. Termasuk kawasan seperti hutan lindung, suaka margasatwa atau taman wisata alam.

Ini karena secara fisik, kawasan hutan atau kawasan lindung tersebut tidak lagi ditumbuhi hutan perdu, tetapi hanya berupa semak belukar. Umumnya populasi kayunya telah ludes oleh aktivitas penebangan liar.

Selain pembuatan patok tata batas, Aan mengatakan perlunya pengawasan yang terus menerus terhadap kawasan hutan. Langkah ini salah satu bagian penting dalam upaya mengamankan, menjaga, dan melestarikan hutan di daerah ini.

Dishut Tala kini melakukan pengamanan kawasan hutan, dengan penertiban tambang (batu bara dan bijih besi) yang masuk kawasan hutan melalui pewajiban mengurus izin pinjam pakai ke Menhut.

Hingga kini baru satu perusahaan tambang yang telah mendapatkan izin pinjam pakai yaitu PT Amanah Anugerah. Pertengahan tahun tadi, Dishut Tala mengumumkan 16 perusahaan perkebunan yang arealnya masuk kawasan hutan. Bupati Tala H Adriansyah membentuk tim untuk menertibkan perkebunan tersebut.

Akhir Desember tahun ini adalah batas waktu terakhir bagi perusahaan perkebunan tersebut untuk mengajukan permohonan pengecekan lahan kepada tim. Hingga kini baru enam perusahaan perkebunan yang telah mengajukan permohonan. roy 

no       Perkebunan Perambah Hutan

1         Sarana Subur Agrisindo

2         Candi Arta

3         Bumi Raya Investindo

4         Lunik Anugerah

5         Meratusindo Nugraha Sentosa

6         Citra Putra Kebun Asri

7         Emida

8         Kintap Jaya Wattindo

9         Smart and Co

10       Damit Mitra Sekawan

11       Indoraya Everlatex

12       Malindo Jaya Diraja

13       Sinar Surya Jorong

14       Bridgeston Kalimantan Plantation

15       Pola Kahuripan Inti Sawit

16       PTPN XIII

17       Bangun Kalimantan

Sumber Data: Dinas Kehutanan Tanah Laut

Ekspansi Kebun Sawit Ancam Populasi Bekantan

Sabtu, 06-10-2007 | 00:36:07

PELAIHARI, BPOST- Populasi bekantan di Kabupaten Tanah Laut ternyata tidak hanya berada di Desa Muara Asam-Asam dan Sabuhur Kecamatan Jorong. Belakangan, binatang berhidung panjang itu ditemukan di Desa Panjaratan Kecamatan Pelaihari.

Namun eksistensi satwa langka yang berkoloni di Panjaratan tersebut dilaporkan bakal terancam. Ini menyusul rencana ekspansi kebun kepala sawit PT Kintap Jaya Wattindo (KJW).

"Ada laporan dari warga Panjaratan di desa mereka terdapat bekantan. Namun keberadaan satwa langka ini terancam karena akan masuk program sawit PT KJW," tutur Kabid Perlindungan dan Konservasi Alam Dinas Kehutanan Tala Syukraeni Syukran, Kamis (4/10).

Syukraeni lantas memperlihatkan surat pengaduan dari warga Panjaratan tersebut. Dalam suratnya 6 Agustus yang ditujukan kepada bupati itu, warga Panjaratan yang menyebut diri sebagai masyarakat peduli bekantan mengutarakan kekhawatirannya atas rencana pengembangan sawit.

Mereka mengatakan terbuka dan senang jika ada perusahaan perkebunan sawit yang ingin masuk ke Panjaratan. Namun di lain pihak, dikhawatirkan pembukaan kebun sawit tersebut akan berdampak pada punahnya populasi bekantan.

Mereka meminta permasalahan ini disikapi bijak oleh Pemkab Tala. Dinas Kehutanan Tala berencana turun ke lapangan untuk menyurvei keberadaan bekantan Panjaratan.

"Namun ini belum bisa terlaksana sampai sekarang karena belum ada jawaban dari BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Banjarbaru," ucapnya.

Syukraeni menyatakan, pihaknya tidak bisa bergerak sendiri karena yang berwenanga mengelola kawasan suaka margasatwa dan taman wisata alam adalah BKSDA. Survei lapangan tersebut penting untuk mengetahui jumlah populasi bekantan di Panjaratan.

Keberadaan satwa langka yang menjadi maskot Provinsi Kalsel itu kian melengkapi kekayaan Bumi Tuntung Pandang. Pasalnya sebelumnya juga telah ditemukan bekantan di Desa Muara Asam-Asam dan Sabuhur Kecamatan Jorong.

Populasi bekantan di dua tempat tersebut telah disurvei oleh Dishut maupun BKSDA. Kedua tempat itu bahkan akan ditetapkan menjadi kawasan Suaka Margasatwa karena jumlah populasi bekantan di hutan setempat yang cukup banyak.roy

Enam Perusahaan Hentikan Produksi

Senin, 01-10-2007 | 01:02:12

  • Satu PMA, Lima PMDN

KOTABARU, BPOST - Enam perusahaan di Kotabaru, yang dibiayai penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA), tidak dapat melakukan aktivitasnya kembali.

“Setelah kami cek ke lapangan ternyata perusahaan tersebut tidak beraktivitas lagi, sehingga diputuskan terdaftar sebagai perusahaan macet,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Penanaman Modal Kotabaru, Mukhlis Hamidi, melalui Kepala Seksi Penanaman Modal/Investasi, Abdul Hadi, Sabtu (29/9).
Hadi mengaku hingga saat ini pihaknya belum mengetahui faktor penyebab kemacetan perusahaan yang memiliki nilai investasi ratusan miliar rupiah tersebut.    
PT Ladang Serumpun Subur Abadi, jenis usaha perkebunan kelapa sawit dengan nomor surat persetujuan 140/PMDN/2000, tertanggal 31 Agustus 2000, nomor izin usaha tetap 1085/Pertanian/Industri/2005.
Dengan rencana investasi sekitar Rp219,7 miliar, dan terealisasi sekitar Rp 159,2 miliar, rencana tenaga kerja yang direkrut empat orang tenaga kerja asing dan 1.378 tenaga kerja Indonesia, baru terealisasi 349 tenaga kerja Indonesia.
PT Wahana Argo Semesta, jenis usaha perkebunan kelapa sawit surat persetujuan 23/1/PMDN/1996 tertanggal 4 Januari 1996, rencana investasi Rp 73 miliar dan terealisasi Rp 500 juta, jumlah tenaga kerja yang akan direkrut 10 tenaga kerja asing dan 2.010 tenaga Indonesia, macet pada kontruksi.
PT Pamukan Djala LTD jenis usaha Logeng dan Sawn Timber, lokasi di Kecamatan Pamukan Utara, surat persetujuan B.165/Pres/12/1970 tanggal 13 Desember 1970, nomor izin usaha tetap 31/Industri/1988, rencana investasi Rp 28 miliar, dan terealisasi Rp30,5 miliar rencana merekrut empat tenaga asing dan 194 tenaga lokal.
PT Semen Meratus Jaya jenis usaha industri semen portlan, surat persetujuan 001/KAPET/BTL/A/I/PMDN.2000, rencana investasi Rp 3,8 triliun, realisasi sekitar Rp 1,2 miliar, rencana merekrut lima tenaga asing dan 1.400 tenaga kerja lokal, terealisasi tenaga kerja yang diserap 41 orang dan macet pada kontruksi.
Sedangkan satu perusahaan macet yang dibiayai oleh permodalan asing, yakni PT Scorpion Sampanahan Min, jenis usaha pertambangan umum, dengan nomor surat persetujuan 99177/A/I/PMA/1996, tertanggal 20 September 1996, rencana investasi Rp 4,3 miliar dan terealisasi sekitar Rp 3,5 miliar, macet saat produksi.
“Masalah kemacetan ini telah kami sampaikan kepada pemerintah pusat, untuk bahan laporan,” kata Abdul Hadi. ant

Warga Bisa Tambang Sendiri Baru Bara

2008, Revitalisasi 539 Ribu Ha Kebun

Rabu, 17-10-2007 | 01:24:00

JAKARTA, BPOST - Pemerintah akan merevitalisasi lahan perkebunan seluas 539 ribu hektare (Ha) tahun depan. Pelaksanaan revitalisasi ini termasuk perluasan, peremajaan, dan rehabilitasi tiga komoditas utama perkebunan.

“Tahun depan kebun-kebun sawit, karet dan kakao akan direvitalisasi. Revitalisasi dilakukan dengan bentuk perluasan lahan sebesar 394 ribu hektare, peremajaan seluas 135 ribu hektare, dan rehabilitasi lahan seluas 10 ribu hektare,” ungkap Dirjen Perkebunan Departemen Pertanian, Achmad Mangga Barani di Jakarta, Senin (15/10).
Achmad menjelaskan, revitalisasi lahan perkebunan sawit akan dilakukan berupa perluasan kebun seluas 350 ribu Ha dan peremajaan 50 ribu Ha.
Sementara itu, untuk kebun karet akan dilakukan perluasan mencapai 15 ribu Ha, sedangkan untuk peremajaan kebun karet, Deptan akan melakukan peremajaan kebun seluas 70 ribu Ha.
Adapun untuk perbaikan atau rehabilitasi akan dilakukan pada kebun kakao seluas 10 ribu Ha. Pasalnya, perkebunan kakao yang ada saat ini sebagian besar dikuasai rakyat. Sehingga, perkebunan yang ada banyak yang mengalami serangan hama atau kurang perawatan. Untuk itu diperlukan rehabilitasi. “Semua kegiatan ini merupakan bagian dari revitalisasi perkebunan khusus tahun anggaran 2008,” tambah Achmad.
Terkait pelaksanaan program revitalisasi perkebunan tahun 2007, Achmad mengatakan, realisasi fisik program sampai Agustus baru mencapai 32,76 persen. Pelaksanaan terbesar terjadi pada kebun sawit yang mencapai luas lahan 154,71 ribu Ha.
Luasan ini telah mencapai 41,48 persen dari target fisik sebesar 373 ribu Ha. Sedangkan, lokasi realisasi fisik ini terletak di 10 provinsi.
Kendati begitu, untuk kebun karet, Achmad mengakui pelaksanaan revitalisasi sampai Agustus masih belum ada atau 0 persen. Padahal, target revitalisasi kebun karet tahun ini seluas 60 ribu Ha. miol

Monday, December 03, 2007

40 Perusahaan Besar Investasi Sawit

Jumat, 07-09-2007 | 02:11:24

* Luas Lahan Sekitar 243 Ribu Hektare

BANJARMASIN, BPOST - Sebanyak 40 perusahaan

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berskala

besar dan Penanaman Modal Asing (PMA) menanamkan

investasinya pada perkebunan kelapa sawit di

daerah ini, sampai Pertengahan 2007.

Kepala Dinas Perkebunan Kalsel, Ir Haryono,

kemarin, mengatakan besarnya minat perusahaan

tersebut menanamkan investasinya perkebunan

perkebunan sawit karena potensinya masih cukup

besar, ditambah dukungan kuat dari pemerintah

daerah setempat.

Pemerintah Provinsi Kalsel, lanjut dia, telah

mencadangkan lahan seluas 430 ribu hektare untuk

pengusaha besar pemegang hak guna usaha (HGU),

dari target seluas 1,086 juta hektare.

Dari 40 perusahaan tersebut, 32 perusahaan di

antaranya telah aktif melaksanakan penanaman

kelapa sawit, dengan luas lahan yang telah

ditanam mencapai sekitar 243 ribu hektare.

Sedangkan delapan perusahaan lainnya, masih dalam

proses pengurusan HGU, izin prinsip, maupun izin

lokasi.

Ia mengharapkan, cadangan perkebunan kelapa sawit

akan mendapat tambahan minimal 500 ribu hektare

menyusul adanya perubahan tata ruang Pemprop

Kalsel.

Haryono mengungkapkan, saat ini potensi

perkebunan baik kelapa sawit maupun karet

memiliki nilai ekonomi dan prospek komoditi yang

cukup cerah.

Sayangnya, dibanding daerah lain, seperti Kalteng

dan Kaltim, luasan lahan di Kalsel jauh lebih

kecil, sehingga perlu terobosan baru untuk

menjadikan Kalsel sebagai kawasan agro industri.

Saat ini tambahnya, Kalsel sedang mempersiapkan

pengembangan perusahaan CPO dan komoditas

lainnya, yang bahan bakunya diambil dari beberapa

provinsi tetangga. Untuk mewujudkan hal tersebut,

beberapa perusahaan telah siap menanamkan

investasinya di Kalsel.

Sementara itu, beberapa daerah yang masih

potensial untuk perkebunan kelapa sawit

diantaranya, Kabupaten Tanah Bumbu, Kotabaru,

Tabalong, Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten

Banjar. ant

Investor Hanya Garap Lahan Rawa

Kamis, 06-09-2007 | 01:56:00

KANDANGAN, BPOST - Meski izin usaha perkebunan kelapa sawit sudah dikeluarkan oleh Bupati HM Safii tahun 2005 lalu, investor belum bisa melaksanakan penanaman.

Mereka masih membangun drainase dan jalan menuju areal perkebunan, karena lokasinya merupakan lahan rawa-rawa yang perlu penanganan serius sebelum bibit ditanam.
Pemkab HSS, 2006 lalu membantu bibit sawit di daerah kering seluas 1.000 hektare. Sumber dananya berasal dari APBD kabupaten dan dana sharing APBN-APBD provinsi. Sedangkan investor yang ingin menanamkan modalnya dapat menggarap lahan rawa.
Sejauh ini baru satu investor sawit yang menanamkan modalnya di HSS. Areal yang ditanami berupa kebun inti rencananya seluas 10.000 hektare. Sedangkan untuk plasma seluas 2.000 hektare.
“Mereka hanya boleh menggarap lahan rawa-rawa. Sedangkan pada lahan kering atau di tanah khusus kebun rakyat dikelola warga difasilitasi Pemkab HSS,” kata Hj Erni Wahidah, Kabid Budidaya, Dinas Kehutanan, Selasa (4/9).
Perusahaan yang sudah masuk saat ini, jelas Erni sedang melaksanakan pengerukan sungai dan badan jalan. Mereka menggarap di lahan rawa di Kecamatan Kandangan, Angkinang, Simpur dan Kalumpang.                
“Pekerjaannya pembibitan di Desa Lungau, Kecamatan Kandangan,” ujarnya. Tahun 2007, pemkab menambah areal tanaman sawit di kebun rakyat seluas 450 hektare, di Kecamatan Loksado dan Padang Batung.
“Kalau di lahan rawa atau basah agak sulit pengelolaannya, sehingga Pemkab HSS mengizinkan investor menggarap lahan basah itu. Jika dikelola pemkab, akan memerlukan biaya besar,” imbuhnya. ck2

Swasta Kuasai Perkebunan Kalsel

Kamis, 1 November 2007

BANJARMASIN ,- Hampir 54 persen kawasan perkebunan di Kalsel adalah perkebunan besar yang dikelola pihak swasta. Di tahun 2006 lalu saja, ada sekitar 531.913,63 hektare lahan perkebunan di provinsi ini yang dikelola perusahaan swasta.

Data tersebut di atas telah disampaikan Kepala Dinas Perkebunan Kalsel Ir Haryono, pada seminar produk UKM Ekspor, baru-baru tadi di Bank Indonesia Banjarmasin.

Menurut Haryono, perusahaan perkebunan besar swasta saat ini memang paling mendominasi perkebunan di Kalsel. ”Setelah itu perkebunan rakyat dan perkebunan besar negara,” katanya.

Untuk pengelolaan swasta yang hak guna usahanya aktif, ada sekitar 38 perusahaan perkebunan. ”Sedangkan hak huna usaha yang terlantar ada 7 perusahaan perkebunan dan izin lokasi sebanyak 24 perusahaan perkebunan,” jelasnya.

Kondisi komoditas unggulan perkebunan ini kebanyakan ada di sektor kelapa sawit dan karet. Sedangkan komoditas perkebunan lainnya yang sedang dikembangkan adalah kopi, kakao, cengkeh, lada, nilam dan ilang-ilang.

“Untuk kelapa sawit, areal perkebunannya di Kalsel cukup besar. Yaitu sekitar 243.451 hektare. Yang terbanyak ada di Kotabaru, Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu. Ditargetkan tahun 2008 nanti bisa meningkat menjadi 300 hektare,” katanya.

Yang menggembirakan, prospek pengembangan kelapa sawit sangat menjanjikan. Apalagi kalau di Kalsel berhasil dibangun pabrik minyak goreng yang tentunya akan meningkatkan nilai jual hasil perkebunan kelapa sawit Kalsel.

Diinformasikan Haryono, sekarang ini ada beberapa pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) yang beroperasi di Kalsel. Misalnya, Sinar Mas Group yang merupakan pabrik pengolahan kelapa sawit terbesar di Kalsel dengan tiga pabrik, yaitu di Batu Ampar, Sei Kupang dan Senakin.

“Total jenderal ada 14 pabrik pengolahan kelapa sawit yang beroperasi di Kalsel, dengan total rata-rata produksi perbulannya mencapai 6.212 ton,” pungkasnya. (sya)


  [ Kembali ]  [ Atas ]

Wednesday, November 21, 2007

Ekspor Produk Turunan CPO Merosot Tajam

Rabu, 31 Oktober 2007

Jakarta, Kompas - Sejak tarif pungutan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya diberlakukan secara progresif, ekspor produk turunan minyak sawit justru merosot.

Sebaliknya, ekspor minyak sawit mentah (CPO) terus meningkat. Padahal, kenaikan pungutan ekspor diharapkan dapat memastikan ketersediaan CPO untuk diolah di dalam negeri menjadi produk yang bernilai tambah lebih tinggi.

Data Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menunjukkan, ekspor produk turunan CPO merosot sejak tarif pungutan ekspor (PE) CPO diberlakukan Juni 2007.

Pada periode Juni-September 2007, volume ekspor produk turunan CPO, antara lain refined bleached and deodorized (RBD), Palm Olein, RBD Palm Stearin, dan produk olahan lain tercatat sebesar 1,43 juta ton, anjlok dari volume ekspor 2,18 juta ton pada periode yang sama tahun 2006.

Sementara itu, volume ekspor CPO pada Juni-September 2007 tercatat 1,79 juta ton, meningkat dari 1,44 juta ton pada periode yang sama tahun 2006.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Departemen Perdagangan Erwidodo di Jakarta, Selasa (30/10), mengatakan, pemerintah tidak menutup kemungkinan evaluasi kebijakan penerapan PE sesuai perkembangan harga dunia dan kondisi industri di dalam negeri.

"Sekarang (tarif PE yang berlaku) masih dipertahankan, tetapi mungkin tidak dibiarkan sampai setahun kalau memang ada sesuatu yang membuat kebijakan tidak efektif," ujar Erwidodo.

Disinsentif

Secara terpisah, Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga menyatakan, industri hilir kini tak lagi termotivasi berproduksi akibat mahalnya PE.

Pada saat bersamaan, pasar ekspor lebih banyak menyerap CPO karena harga patokan ekspornya lebih murah dari produk turunan.

Nilai PE CPO saat ini 78,4 dollar AS per ton, sementara PE RBD Palm Olein (minyak goreng) mencapai 82,4 dollar AS per ton.

Tingkat tarif PE tersebut menjadi disinsentif bagi pengembangan industri hilir nasional. Utilisasi industri hilir CPO saat ini baru sekitar 20 persen dari kapasitas terpasang 21 juta ton per tahun. (DAY/HAM)

Monday, October 22, 2007

komoditas Licinnya Minyak Goreng Posman Sibuea

Kamis, 06 September 2007

Meski pemerintah telah menerapkan kenaikan pungutan ekspor atas produk minyak sawit mentah atau CPO—dari 1,5 persen menjadi 6,5 persen—sejak pertengahan Juni, tetapi licinnya minyak goreng membuat harga komoditas yang satu ini tetap liar dan tak terkendali. Harganya naik sekitar 100 persen dalam empat bulan terakhir ini.

Kenaikan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) di pasar internasional dari sekitar 600 dollar AS per ton menjadi 800-an dollar AS per ton telah mendongkrak harga minyak goreng sawit (MGS) di pasar domestik. Tidak hanya pemilik industri makanan yang menjerit, tetapi juga membuat panik ibu-ibu rumah tangga yang kerap membutuhkan minyak goreng untuk melezatkan makanan. Meski anggaran rumah tangga untuk kebutuhan minyak goreng relatif rendah, hanya sekitar 1,9 persen, tetapi ketika harga terus melambung hingga mencapai Rp 10.000-Rp 12.000 per kilogram, tetap saja membebani anggaran keluarga sebab minyak goreng sudah menjadi unsur sembako.

Penuh ironi

Makin beratnya beban hidup sebagian besar warga di tengah kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia menjadi hal paradoks. Kita menghuni negeri yang penuh ironi. Negeri yang memiliki segalanya, tetapi kekurangan banyak hal. Luas laut yang kita miliki sekitar 5,8 juta kilometer persegi dan kaya akan ikan, tetapi sejumlah besar anak Indonesia masih kekurangan gizi protein karena jarang mengonsumsi ikan. Kita juga punya banyak kandungan minyak bumi, tetapi minyak tanah kerap hilang bak ditelan setan sehingga rakyat harus mengantre hanya untuk mendapatkan 2-3 liter.

Ironi lain dan masalahnya sudah menjadi ritual tahunan adalah beras. Makanan pokok ini telah bermetamorfosa menjadi komoditas politik yang menguras energi. Setiap tahun kita impor beras dari Vietnam dan Thailand, negara yang dulu belajar bertani kepada Indonesia. Kita gagal membangun ketahanan pangan di negeri agraris. Sejumlah warga kerap mengalami kekurangan pangan karena harga beras kian mahal. Tragisnya, keadaan ini memaksa sejumlah warga mengonsumsi nasi aking (nasi sisa/basi yang dikeringkan untuk dimasak kembali).

Kini muncul ironi minyak goreng sawit. Persoalannya bergulir bak bola salju. Semula pemerintah menganggap kenaikan harga MGS hanya bersifat sementara dan akan cepat turun jika dilakukan operasi pasar (OP), sebuah kebijakan yang sifatnya amat temporal. Namun, sudah berbulan-bulan lamanya harga minyak goreng bertengger tinggi dan kemungkinan harganya akan makin mahal sebab masyarakat Indonesia akan memasuki bulan puasa dan rencana pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri sipil.

Pemerintah berdalih bahwa penyebab harga MGS belum juga turun meski OP telah dilakukan dan pungutan ekspor (PE) dinaikkan adalah para agen MGS masih memegang stok lama dengan harga pembelian yang masih tinggi. Lantas, model pembangunan pertanian macam apa yang dilakukan pemerintah selama ini? Pertanyaan kritis masyarakat ini mengemuka sebab penanganan MGS yang dilakukan pemerintah terkesan setengah hati karena tak pernah menyentuh ke akar masalah yang menyebabkan persoalan timbul tenggelam dan dampaknya kerap berulang.

Kita boleh bangga sebagai bangsa penghasil minyak sawit mentah terbesar di dunia dengan total produksi 16 juta ton tahun 2006. Namun di tengah melimpahnya produksi CPO, rakyat berteriak atas langkanya MGS dengan harga terjangkau. Pihak produsen MGS domestik kerap kesulitan memperoleh CPO sebab sebagian besar bahan baku minyak goreng ini mengalir deras ke pasar ekspor.

Pemburu rente

Faktor utama yang melambungkan harga MGS di pasar domestik adalah para pengusaha CPO lebih suka memilih menjadi pemburu rente lewat kegiatan ekspor minyak sawit mentah ketimbang direpotkan untuk memasok CPO ke pabrik MGS lokal guna kebutuhan minyak goreng di pasar domestik (domestic market obligation/DMO). Tidak ada yang salah dalam pilihan ini sejauh masyarakat kebanyakan mampu membeli produk olahan CPO ini.

Persoalan baru muncul karena sebagian dari pabrik CPO di berbagai daerah ternyata tidak memiliki kebun kelapa sawit. Akibatnya terjadi persaingan dan merusak pasar tandan buah segar (TBS) kelapa sawit karena mereka selalu membeli TBS di atas harga pasar. Guna mendapatkan rente maksimal, maka pabrik CPO model ini mengalirkan minyak sawit mentahnya ke pasar ekspor.

Kian sulitnya pemerintah menurunkan harga MGS memunculkan dugaan lain adanya struktur oligopoli di antara sejumlah perusahaan besar yang bermain dalam ruang bisnis CPO yang berpotensi menetaskan praktik kartel. Jika hal ini terjadi, dampaknya amat dahsyat terhadap tata niaga minyak goreng sebab hanya ada beberapa perusahaan besar yang menguasai industri CPO dari hulu ke hilir. Yang pada akhirnya akan mendikte pemerintah dan secara tidak langsung dapat mengendalikan harga MGS karena mereka pemilik mayoritas CPO.

Kebijakan kewajiban pasokan CPO untuk memenuhi pasar dalam negeri yang sudah disepakati bersama tidak jalan. Bukti ini menunjukkan pemerintah sekarang tidak bisa seperti dulu tinggal komando dan semuanya langsung jalan seperti yang diharapkan. Kalangan produsen CPO tidak sungguh-sungguh melaksanakan tugas DMO. Atas nama kebebasan yang baru menetas di negeri yang masih belajar berdemokrasi ini, pihak produsen CPO tidak menjalankan sebuah jalan keluar bersama yang sudah disepakati. Padahal dalam atmosfer demokrasi, peran dari pemerintah, swasta, serta masyarakat menjadi sama pentingnya dan ketiga pilar ini harus saling menopang. Bukan zamannya lagi menumpukan harapan dan melimpahkan tanggung jawab hanya pada satu pilar saja.

Pada titik inilah sebuah harapan baru yang harus sama-sama kita bangun. Kebiasaan lama yang mungkin masih kita pelihara, yakni lebih suka untuk melimpahkan kesalahan bagi pihak lain, harus dikikis. Bangsa ini bisa maju dan bangkit dari ketertinggalan dan kemiskinan masif apabila ketiga pilar mau saling bahu-membahu mendorong percepatan pembangunan nasional.

Marilah kita belajar dari licinnya carut-marut tata niaga MGS untuk membangun bangsa ini.

Posman Sibuea Lektor Kepala di Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Unika Santo Thomas, Anggota Dewan Ketahanan Pangan Sumatera Utara

Diusulkan Undang Ahli Sawit dan Petani Sukses

Senin, 10 September 2007
Radar Banjarmasin 

RANTAU – Rencana pembukaan lahan sawit di Bumi Ruhui Rahayu yang sudah berjalan sebagian. Pihak investor bersama Pemerintah Daerah Tapin diharapkan bisa bekerja sama untuk melakukan sosialisasi hingga ke desa-desa yang terlibat di dalam program tersebut. Bila perlu, didatangkan seorang ahli di bidang sawit dan seorang petani sukses dalam sosialisasi tersebut. Hal ini juga untuk mengurangi kesenjangan dan kejadian yang tidak diinginkan dikemudian hari nanti.

Saran tersebut diusulkan langsung Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Tapin Ir Mujiarto, saat ekpos sawit di aula Bupati Tapin, beberapa waktu lalu.

“Kalau di masyarakat timbul penolakan terhadap lahan sawit itu saya lihat karena ada kesenjangan antara pembukaan lahan dengan sosialisasi di masyarakat. Usulan saya, bagaimana kalau pada saat sosialisasi dilaksanakan, kita melibatkan seluruh komponen masyarakat. Bahkan, bila perlu pihak perusahaan mendatangkan mendatangkan seorang hali di bidang sawit atau seorang petani sawit yang berhasil dan sukses mengembangkan kelapa sawit,” usul Mujiarto.

Cara ini kata Mujiarto, diyakini mampu membuat masyarakat yang terlibat di program sawit tertarik. “Petani yang sukses ini nantinya kita minta untuk menceritakan keberhasilannya menanam sawit. Sekalian masyarakat dan si petani sukses tadi bisa sharing informasi soal program sawit. Saya yakin, masyarakat kita kalau sudah melihat keberhasilan orang lain, pasti akan menirunya,” kata Muji.

Sedangkan masyarakat yang dilibatkan pada saat sosialisasi jangan hanya pihak lurah dan stafnya saja, tapi kalau bisa libatkan juga seluruh masyarakat, biar mereka nanti bisa mendapatkan informasi yang jelas dan benar adanya.

“Selama ini kan yang diundang hanya pihak kecamatan, kelurahan, dan para tokoh masyarakat dan sebagian kecil masyarakat saja. Nah, kalau semua pihak tanpa kecuali diundang pada saat sosialisasi dilaksanakan di desa, tentu masyarakat bisa tahu sekaligus bertanya soal program sawit dengan ahlinya,” saran Mujiarto.

Tidak ketinggalan, Bupati Tapin Drs H Idis Nurdin Halidi MAP menambahkan, kalaupun di masyarakat terjadi masalah, sebaiknya para camat di daerahnya masing-masing bisa membantu masyarakatnya. “Camat menurut UU No 32 adalah perpanjangan tangan dari Bupati. Jadi, pihak kecamatan, terutama camatnya berwenang mempertemukan pihak investor dengan masyarakat untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di lapangan,” cetus Idis.(nti)

Tuesday, September 11, 2007

Plasma Sawit Jadi Tambang Besi Disbun Angkat Tangan

Tuesday, 28 August 2007 22:41

PELAIHARI, BPOST-Dinas Perkebunan Tanah Laut angkat tangan atas gagalnya pembangunan kebun plasma kelapa sawit di Desa Asri Mulya Kecamatan Jorong. Pasalnya itu merupakan program murni yang dikembangkan PT Kintap Jaya Wattindo (KJW).

"Itu program plasmanya KJW. Kami tak terlibat di dalamnya. Jadi, kami juga tak dapat berbuat banyak ketika warga mengalihkan lahan plasmanya ke penambang bijih besi," tukas Kadisbun Tala Ir HA Rachman Said MP, Senin (27/8).

Meski begitu, lanjut pejabat teras di Bumi Tuntung Pandang ini, pihaknya juga sudah berusaha memberi saran kepada warga untuk melanjutkan program plasma sawit. Beberapa warga akhirnya urung melepas lahannya, tetapi sebagian besar tetap melepasnya ke penambang bijih besi.

Program pembangunan kebun plasma kelapa sawit yang dirintis PT KJW atas usulan warga setempat gagal ketika baru berjalan beberapa bulan. Sebagian besar warga ramai-ramai mengalihkan lahannya ke penambang bijih besi. Dari 300 hektare lahan plasma, hanya tersisa 50an hektare yang tidak dilepaskan ke penambang.

Rachman mengatakan program plasma KJW itu memang telah ditopang oleh perbankan dan anggaran pemerintah daerah. "Kita memang ada alokasi anggaran untuk pengembangan plasma sawit, tapi yang di KJW itu bukan program kita. Itu program revitalisasi yang ditopang anggaran provinsi."

Keberhasilan pengembangan kebun plasma, jelas Rachman, antara lain bertumpu pada niat petani sebagai pemilik lahan. Pihak perusahaan hanya sebatas memasilitasi pengelolaan tanaman dan pemasaran hasil.

Pengembangan program plasma juga didasarkan atas keinginan atau permohonan petani kepada perusahaan. "Jika kemudian petani mengalihkan lahan plasmanya untuk kepentingan lain, ya itu hak mereka. Kita atau pihak perusahaan tidak bisa memaksa, paling-paling hanya sebatas memberi saran supaya tetap melanjutkan program plasma demi masa depan keluarga," tukas Rachman.

Namun diakuinya sebagian petani ada yang lebih tertarik menikmati hasil yang instan. Sementara hasil kebun kelapa sawit baru bisa dinikmati tahun ke empat. Meski lama, tapi hasil kebun sawit bisa dinikmati jangka panjang hingga puluhan tahun.

Rachman memaparkan harga kelapa sawit per kilogram Rp 1.200-Rp 1.400. Jika tanaman sawit dikelola secara baik bisa menghasilkan hingga 20 ton. roy

Monday, September 10, 2007

Ramai-ramai Lepaskan Plasma Sawit

Monday, 27 August 2007 01:30

PELAIHARI, BPOST - Pengembangan kebun plasma kelapa sawit di Desa Asri Mulya Kecamatan Jorong gagal. Perusahaan inti, PT Kintap Jaya Wattindo (KJW), angkat tangan setelah warga secara sepihak mengalihkan lahan ke penambang bijih besi.

"Padahal program revitalisasi (pengembangan plasma sawit) itu sudah berjalan beberapa bulan. Sebagian sudah tertanami. Tapi, tiba-tiba masuk program bijih besi itu. Akhirnya program plasma gagal," jelas Manager Kebun Kintap 1 PT KJW Sulistiyohadi kepada anggota DPRD Tala, Imam Kanapi dan H Aus Al Ansyari, Sabtu (25/8).

Didampingi Manager Kintap 2 Hendriyanto dan Legal Department RKE Gunawan Wibisono SH, Sulis (sapaan Sulistiyohadi) mengatakan pihaknya tidak bisa berbuat banyak atas langkah warga Asri Mulya itu. Pasalnya, dalam program plasma, pihak perusahaan hanya sebatas membantu memfasilitasi pembangunan dan pemeliharaan kebun.

Namun diakuinya masalah tersebut cukup membuat perusahaannya tidak nyaman dengan pihak perbankan yang telah menyatakan kesiapan menyokong dana untuk pembangunan kebun plasma. Program plasma di Desa Asri Mulya itu pun juga telah diakomodasi dalam APBD.

Warga Asri Mulya, sesuai usulan awal, telah menyiapkan lahan plasma seluas 300 hektare. Namun ketika program baru berjalan beberapa bulan, warga mengalihkan (melepas) lahan itu kepada penambang bijih besi.

"Warga suka yang instan. Ketika ada program bijih besi masuk, mereka ramai-ramai melepaskan lahan plasmanya. Kabarnya warga sudah menerima ganti rugi pelepasan lahannya. Kami bingung tiba-tiba ada program bijih besi masuk. Padahal lahan itu telah disiapkan untuk kebun plasma," tutur Sulis.

Karena kondisi ini, manajemen KJW sementara waktu belum ada rencana membangun plasma di Asri Mulya. Apalagi dari 300 ha lahan yang disiapkan, kini hanya tersisa 50an hektare . Selebihnya telah masuk program bijih besi.

Dua petinggi Fraksi Amanat Keadilan Sejahtera DPRD Tala, Aus dan Imam terkejut mendengar laporan itu. Keduanya mengatakan segera melaporkan permasalahan ini ke pimpinan dewan untuk dibahas dalam forum resmi.

"Mungkin nanti dewan akan memanggil dinas perkebunan untuk meminta penjelasan gagalnya program revitalisasi kebun plasma sawit itu. Mestinya instansi teknis terkait bisa mengamankan program ini," katanya. Hingga berita ini diturunkan Kadisbun HA Rachman Said belum berhasil dikonfirmasi. roy


Tiga Perusahaan Seriusi Program Sawit

Sabtu, 25 Agustus 2007

RANTAU– Untuk melakukan investasi di bidang perkebunan sawit, PT Kalimantan Abdi Persada (PTKAP), PT Kharisma Inti Usaha (PT KIU), dan PT Platindo Agro Subur (PT PAS), kini sudah mulai melakukan tahapan-tahapan.

Mulai dari sosialisasi hingga penyiapan lahan, menyiapkan bibit sawit pun sudah dilakukan oleh 3 perusahaan besar ini.

Hal itu dipaparkan perwakilan ke-3 perusahaan besar tersebut, yakni Mr Edward Ong di hadapan Bupati Tapin, dan unsur Muspida Tapin saat ekpose belum lama tadi. “Hingga saat ini, kami sudah melakukan sosialisasi ke masyarakat di 4 kecamatan yakni di Kecamatan Binuang, Candi Laras Utara, Tapin Tengah, dan Candi Laras Selatan. Selain mengundang masyarakat, kami juga mengundang para kepala desa, kecamatan dan Camat untuk datang di acara sosialisasi,” ujar Mr Ong yang berasal dari Malaysia ini.

Kedua, kegiatan perusahaan juga sudah sampai pada tahap invenstarisasi lahan bekerja sama dengan Camat di masing-masing wilayah, tambah Mr Ong.

“Kami memang ada menemui masalah, di mana ada sawah, lahan masyarakat yang yang harus kita inclave (dikeluarkan dari izin lokasi lahannya –red), sebab masyarakat tersebut tidak ingin lahan dan sawahnya dijadikan areal kelapa sawit. Dari 3 perusahaan kami ada sekitar 3 ribu hektar lahannya yang kami inclave,” beber Mr Ong.

Dijelaskan Mr Ong, saat ini pihaknya juga sudah melakukan pembibitan sawit sebanyak 400 ribu bibit kecambah yang sudah berumur 6 bulan. Bahkan, PT KIU sudah menyiapkan 150 ribu kecambah sawit yang siap tanam. SedangkanPT PAS juga sudah menyiapkan 50 ribu kecambah sawit yang siap tanam. Rencananya sawit ini akan ditanam pada tahun 2007 ini juga di atas lahan seluas 3 ribu hektar.

“Direncanakan, tahun 2008 nanti, kami akan mempersiapkan 100 ribu bibit kecambah sawit yang akan ditanam di lahan seluas 6 ribu hektar. Karena lahan di Tapin adalah rawa, kami harus membuat parit blocking untuk sawit yang rencananya akan mulai melakukan penanaman sekitar bulan November hingga Desember 2007 nanti,” cetusnya.

Lebih lanjut, Mr Ong juga membeberkan kalau PT KAP saat ini sudah melaksanakan land clearing (pembersihan lahan-red) di lahan seluas 1000 hektar, PT KIU sudah land clearing seluas 100 hektar, dan PT PAS masih menunda kegiatannya masih menunggu izin SIUPnya lagi.

Mr Ong juga menjelaskan kalau pihaknya tidak ingin melakukan ganti rugi atas sumur ikan, lahan galam milik masyarakat, sebab kalau seorang saja warga diberikn ganti rugi, maka ini akan menjadi preseden bagi masyarakat lainnya.

“Sebagai solusinya, perusahaan, akan menggantinya dengan program plasma untuk masyarakat. Itu tadi, paparan dari pihak kami, dan ini sebagai pertanda kalau kami sangat serius dengan program ini. Terbukti sudah banyak kegiatan yang sudah kami lakukan di Tapin,” pungkas Mr Ong mengakhiri paparannya.(nti)

Penyidik Lingkungan Selidiki Kebun KJW

Friday, 24 August 2007 23:58

PELAIHARI, BPOST- Meski hasil peninjauan lapangan oleh tim ke lokasi kebun PT Kintap Jaya Wattindo (KJW) beberapa waktu lalu tidak menemukan penyimpangan sistem tataair, Kantor Lingkungan Hidup Tanah Laut tetap akan menurunkan penyidik lingkungan.

Kepala Kantor LH Tala Zulkifli Chalid menyatakan tak perlu mempertimbangkan hasil lapangan tim yang terdiri Dinas Perkebunan, KJW, dan DPRD Tala. Masalahnyan, pihaknya sebelumnya juga turun ke lapangan dan mendapati sistem tata air PT KJW tidak memenuhi kelayakan teknis lingkungan.

"Apa pun hasil lapangan tim, yang pasti sampai sekarang KJW belum memiliki Amdal (analisa masalah dampak lingkungan). Jadi, jelas aktivitas KJW menyalahi ketentuan," tegas Zulkifli, Jum,at (24/8).

Seperti telah diberitakan, Kantor LH Tala telah menyurati KJW 19 Juli lalu. KJW diminta menghentikan sementara kegiatan operasional dan menghentikan penggunaan air Sungai Tabanio sampai diperoleh kejelasan kelayakan lingkungan.

Sistem tata air di kebun kelapa sawit KJW di Desa Ranggang Dalam Kecamatan Takisung dinilai berpotensi mengganggu ekosistem alami. Ini bisa berimplikasi pada menurunnya aktivitas masyarakat (bertani, mencari ikan).

Kanal dibangun nyaris menempel dengan Sungai Tabanio serta adanya pintu air yang berfungsi mengontrol debit air di Sungai Tabanio. Kondisi tersebut berpotensi menguras air alami dan bisa berdampak pada kekeringan sporadis di musim kemarau.

Seperti dijelaskan Legal Department PT KJW RKE Gunawan Wibisono, pintu air justru berfungsi mencegah masuknya air alami ke blok kebun. Tataair yang dibangun mampu menurunkan genangan di lahan rawa setempat sehingga kini bisa dimanfaatkan warga untuk bercocok tanam padi.

Zulkifli mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Bapedalda Provinsi dan Kementrian Lingkungan Hidup terkait rencana penerjunan penyidik lingkungan ke kebun KJW. Ia menyesalkan langkah satuan kerja teknis yang terburu-buru menerbitkan IUP (izin usaha perkebunan) bagi KJW. Padahal sesuai ketentuan, IUP belum bisa diterbitkan jika izin Amdal belum dikantongi. roy

8 Perusahaan Bakal Grap Sawit

Jumat, 24 Agustus 2007

RANTAU,- Di tahun 2007 ini, ada sebanyak 8 perusahaan sawit yang akan berinvestasi di Bumi Ruhuy Rahayu. Adapun total investasi dana yang bakal masuk ke Tapin mencapai angka Rp1,888 miliar.

Demikian diungkapkan oleh Kepala Dinas Penanaman Modal, Tenaga Kerja, dan Lingkungan Hidup Kabupaten Tapin Drs H Syamsul Huda MAP. “Hingga bulan Agustus 2007 ini, sudah tercatat 9 perusahaan sawit yang akan berinvestasi di Tapin. Lahan yang akan digarap luasnya mencapai 87,183 hektare yang tersebar di 6 kecamatan di Tapin,” ujar Syamsul.

Dipaparkan Syamsul, kesembilan perusahaan tersebut adalah PT Hasnur Coal Terminal milik H Sulaiman HS yang sudah mengantongi izin lokasi sejak tahun 1998 di atas lahan seluas 82 ribu di Desa Pulau Pinang Utara, Binuang dengan jumlah investasi mencapai Rp188 miliar.

Yang kedua adalah PT Kharisma Alam Persada (PT KAP), dipimpin oleh Pandu Setia Sukmajaya dan mengantongi izin lokasi sejak 29 Juni 2006 lalu. Luasan lahannya mencapai 6 ribu hektare tersebar di Kecamatan Candi Laras Utara, dan Candi Laras Selatan, dengan nilai investasi mencapai Rp115 miliar.

Yang kedua, izin lokasi PT KAP ini ada yang bertanggal 16 Oktober 2006 seluas 5.033 hektare di Kecamatan Candi Laras Selatan dengan jumlah investasi sebesar Rp95miliar.

Selanjutnya, kata Syamsul adalah PT Kharisma Inti Usaha (PT KIU) dipimpin oleh Bapak Luman Andy izin lokasinya sama dengan PT KAP dengan luas lahan mencapai 17 ribu hektare, dan tersebar di Candi Laras Utara, Kecamatan Tapin Tengah, dan Binuang. Nilai investasi PT KIU ini mencapai Rp319 miliar.

Sedangkan PT Platindo Agro Subur dipimpin Freddrick Fandi Susanto, diberikan izin lokasi tanggal 29Juni 2006 dengan luasan lahan mencapai 15 ribu hektare di 9 desa di kecamatan Candi Laras Utara, dengan nilai investasi sebesar Rp345miliar.

Yang kelima, tambah Syamsul, adalah PT Tri Buana Mas, memiliki lahan seluas 20 ribu hektare dengan izin lokasi tanggal 13 Desember 2006 berada di 5 desa di Kecamatan Candi Laras Utara. Nilai investasi perusahaan yang dipimpin oleh Bapak Ir H Ahmadi Noor Supit MBA menelan dana sebesar Rp460 miliar.

“Berikutnya adalah PT Agrin Nusantara yang dipimpin oleh Bapak Verdu Surjo, memiliki izin lokasi bertanggal 21 Maret 2007 dengan luasan lahan mencapai 7.250 hektare. Desanya mencakup 11 desa di Kecamatan Candi Laras Selatan, Tapin Tengah, Bakarangan, dan Kecamatan Lokpaikat, dengan nilai investasi mencapai 179 miliar,” beber Syamsul.

Selanjutnya, kata Syamsul adalah PT Putra Bangun Bersama yang dipimpin oleh Hendrik Japutra dengan luas lahan mencapai 5 ribu hektare, yang diberikan izin lokasi tanggal 21 Maret 2007 tadi. Ada 2 desa di Candi Laras Utara, dan Desa Pandahan di Kecamatan Tapin Tengah, nilai investasinya mencapai Rp115 miliar.

Dan terakhir adalah PT Hasnur Jaya Utama masih milik Sulaiman HB di Desa Pulau Pinang Utara Kecamatan Binuang seluas 3.700 hektare dengan izin lokasi tanggal 30 Mei 2007, tanpa menyebutkan berapa besar nilai investasi, kata Syamsul mengakhiri paparnya. (nti)


Program Sawit Perlu Disosialisasikan

Rabu, 22 Agustus 2007


RANTAU ,- Pihak investor kelapa sawit yang akan menanamkan modalnya di Bumi Ruhui Rahayu diminta untuk melakukan koordinasi dan sosialisasi secara langsung dengan masyarakat, pihak kecamatan, dan tim dari Pemkab Tapin.

Hal itu diungkapkan oleh Bupati Tapin Drs H Idis Nurdin Halidi, saat membacakan salah satu isi rekomendasi dari ekpose rencana perkebunan kelapa sawit oleh 9 perusahaan sawit di Tapin. Pertemuan yang dihadiri oleh unsur Muspida Tapin, ke-9 perwakilan dari pihak investor sawit, kepala dinas dan para camat yang daerahnya terkena areal kelapa sawit, di lantai 2 aula Kantor Bupati Tapin, kemarin pagi hingga siang.

“Poin penting lainnya lagi adalah, agar diadakan pertemuan rutin dengan pihak perusahaan, tim dari Pemda, pihak kecamatan untuk membahas persoalan yang timbul di masyarakat dalam satu meja. Tolong diinvestarisir berapa jumlah desa yang mendukung program sawit ini dan berapa yang menolak, biar jelas data-datanya dari luasan lahan yang sudah diberikan izin lokasinya,” cetus Idis.

Selain itu juga, seluruh peserta yang hadir, sepakat untuk merubah pola pikir masyarakat. “Kita menghormati pola pikir masyarakat yang memiliki lahan galam, kolam ikan, purun, untuk tidak dimasukkan ke dalam areal kelapa sawit. Kalaupun sudah ada sebagian kecil purun dan 48 buah sumur ikan milik masyarakat yang sudah terlanjur diland clearing, mudah-mudahan tidak merambah ke desa lainnya. Dan yang terpenting, sebelum pihak perusahaan melakukan pengukuran lahan masyarakat, mintalah kepada masyarakat untuk menunjukkan lokasi mana saja yang terdapat lahan purun, sumur ikan, dan pulau galam kepada pihak perusahaan untuk diinclave,” kata Idis.

Ditambahkan oleh Syamsul Huda, Kadisnaker LH dan Penanaman Modal Tapin, pihaknya bersama dengan pihak investor akan lebih sering melaksanakan sosialisasi di lapangan sekaligus untuk pendekatan kepada masyarakat. “Bahkan, lahan sawit yang sedianya untuk perkebunan sawit, 20 persen lahannya diperuntukkan bagi perkebunan plasma, selain perkebunan inti. Dan tahun 2011 nanti Insya Allah progran sawit ini sudah sempurna,” ujar Syamsul.

Ditambahkan oleh Kadispertan Tapin, Mujiarto, untuk lahan di Tapin sangat penting diperlukan perlakukan khusus untuk lahan rawa yang bakal dijadikan areal sawit.

Sementara itu, MR Edward Ong yang mewakili 3 perusahaan besar, mengaku pihaknya akan membangun parit-parit, agar lahan tidak kering di lahan seluas 1000 hektar, dan masyarakat bisa mencari ikan di parit-parit terserbut. Masyarakat juga bisa menjadi tenaga kerja di perkebunan sawit yang membutuhkan ratusan orang buruh sawit.

“Kami pun menerapkan plasma, dengan pola kemitraan, namanya kredit koperasi prima angkutan (KKPA) dari 16 ribu lahan di Sembamban, Tanbu. Di mana setiap 1 KK, mendapatkan 2 hektar lahan sawit. Dan kenapa kami harus mengerjakan perkebunan inti terlebih dahulu. Sebab pihak bank baru akan mencairkan dana apabila ada perkebunan inti, yang akan menjadi sebagai penjamin dananya nanti. Inilah yang mendasarinya,” ujar lelaki yang berasal dari Malaysia ini.

sementara itu, Syamsudin, perwakilan dari PT Hasnur Coal Terminal mengaku pihaknya sudah melakukan study intensif di dalam perusahaan.”Kami juga membayar pihak konsultan yakni Bapak Ramli dari Malaysia. Disebutkannya, kendala yang kami hadapi adalah sumber bibit agar jangan sampai terhenti. Dan bibit sawit yang sudah kami pesan ternyata jantan semua. Ini menjadi trauma bagi kami. Belajar dari pengalaman itulah, perkebunan sawit ini harus dikelola oleh tenaga yang profesional. Jangan sampai kejadian seperti kami alami ini menjadi preseden buruk bagi masyarakat, sebab kegagalan ini akan dikenang oleh masyarakat. Dan kami tidak ingin masyarakat mengalami kegagalan serupa di kemudian hari nanti,” cetusnya.

Ditambahkannya, saat ini pihaknya sudah menyewa seorang tenaga ahli dari Medan, Bapak Lukman, yang sudah 2 bulan ini datang ke Tapin untuk meneliti secara teknis dan non teknis soal sawit ini di Tapin. “Rekomendasi para ahli ini menyebutkan, kunci dari program sawit ini harus selalu dekat dengan masyarakat. Dan Insyallah September nanti pekerjaan mereka selesai dilaksanakan. Dan pihak kami awal September nanti mendatangkan bibit dan memulai pembuatan kanal-kanal air, bekerja sama dengan PT Kharisma Inti Usaha,” cetusnya.

Sedangkan dari perusahaan lainnya, seperti dari PT Agrin Nusantara mengaku tidak menemukan kendala di lapangan hingga saat ini, sebab baru Desa Masta yang bakal digarap untuk tahap awal. sedangkan PT Tribuana terkendala masalah soal mitra kerja. Sedangkan PT Kharisma Inti Usaha, PT Platindo Agro Subut, PT Kharisma Alam Persada, dibawah bendera yang sama mengaku sudah melakukan sosialisasi dengan masyarakat, pembibitan, dan inventarisasi lahan. (nti)


Wednesday, August 29, 2007

LH Tolak Turun Bersama Tim Kanal PT KJW Jauh dari Sungai Tabanio

Monday, 06 August 2007 23:35

PELAIHARI, BPOST- Anggota DPRD Tala bersama Tim, Senin (6/8), akhirnya turun ke lapangan meninjau kanal (saluran air) milik PT Kintap Jaya Wattindo (KJW) di Desa Ranggang Dalam Kecamatan Takisung yang ditengarai mengganggu aliran air alami di Sungai Tabanio.

Sayang kegiatan lapangan itu tak diikuti oleh pihak Kantor Lingkungan Hidup (LH). Padahal sebagai institusi teknis yang membidangi lingkungan, andil mereka sangat dinantikan.

Apalagi, sebelumnya Kantor LH telah melayangkan surat ke KJW yang intinya meminya supaya aktivitas operasional perusahaan dihentikan untuk sementara dan menghentikan penggunaan air Sungai Tabanio hingga adanya kejelasan kelayakan lingkungan.

Seperti diwartakan, Kantor LH Tala menilai sistem tata air yang dibangun KJW menyalahi ketentuan teknis, jaraknya sangat dekat dengan Sungai Tabanio. Kanal KJW juga dinilai berpotensi mengganggu tata air alami karena adanya pintu-pintu air yang berfungsi sebagai pengontrol debit air di Sungai Tabanio.

Ketidakhadiran pihak Kantor LH itu sendiri disesalkan anggota DPRD Tala. "Apa pun alasannya, semestinya Kantor LH turun bersama tim. Ini penting supaya masalahnya menjadi clear, supaya bisa melakukan evaluasi bersama," kata H Aus Al Ansyari dan Imam Kanapi, anggota DPRD Tala, di sela peninjauan lapangan.

Tim yang turun bersama anggota dewan, di antaranya melibatkan unsur dinas perkebunan, Camat Takisung, dan pihak KJW.

Pantauan di lapangan, saluran KJW yang berhubungan dengan Sungai Tabanio ternyata cukup jauh, sekitar 300 meter. Terdapat pintu air permanen di bagian ujung.

"Pintu air ini menutup dan membuka secara otomatis. Seperti sekarang menutup, karena air sedang pasang. Jadi, kami sama sekali tidak menggunakan air alami," jelas Departement Legal PT KJW RKE Gunawan Wibisono SH.

Setelah meninjau tata air KJW, Tim menilai tata air alami (Sungai Tabanio) tidak terganggu dengan kanal-kanal KJW. "Sungai Tabanio ini berada di hilir, posisinya lebih rendah. Tidak mungkin airnya mengalir ke topografi yang lebih tinggi ," tukas Kabid Usahatani Disbun Ariffin.

Kepala Kantor LH Ir Zulikifli Chalid kepada BPost, Jumat pekan tadi, mengatakan pihaknya tidak perlu lagi turun ke lapangan. "Untuk apa lagi? Kami sudah ke lapangan, kami sudah tahu permasalahannya. Yang pasti KJW aktivitas KJW belum didukung Amdal." roy

Baru Satu Perusahaan Ajukan Permohonan

Thursday, 02 August 2007 01:30

PELAIHARI, BPOST - Sebagian besar perusahaan perkebunan di Tanah Laut belum memperlihatkan respon signifikan terkait rencana dinas kehutanan menertibkan dan menata kebun yang merambah kawasan hutan.

Secara teknis, penertiban tersebut akan dihandle oleh tim penertiban yang melibatkan beberapa instutusi terkait. SK Tim telah ditandatangani Bupati H Adriansyah. Tim telah mengirimi seluruh perusahaan perkebunan terkait rencana penertiban itu.

Data diperoleh dari tim, baru satu perusahaan yang telah mengajukan permohonan pengecekan lahan. Itu pun baru sebatas surat dan belum ada tindak lanjutnya. Data di Dishut Tala, tercatat 18 perusahaan perkebunan di Tala yang lahannya masuk kawasan hutan. Sebagian besar adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit.

"Ya, sudah ada satu yang mengajukan permohonan yaitu anak perusahaan atau groupnya PT DMS (Damit Mitra Sekawan). Tapi, mereka belum datang lagi ke kantor untuk mengambil jawaban dari kami," tutur anggota tim yang juga Kabid Perlindungan dan Konservasi Alam (PKA) Dishut Tala Syukraeni Syukran, kemarin.

Rini begitu Syukraeni disapa menerangkan prosedur penertiban dan penataan perkebunan yang masuk kawasan hutan diawali dengan permohonan dari pihak perusahaan. Selanjutnya mereka mesti mengambil jawaban dari Dishut sekaligus menjadwalkan agenda lapangan (pengukuran lahan).

Pengukuran lahan itu bagian terpenting untuk mengetahui seberapa luas areal kebun yang masuk kawasan hutan. Selanjutnya Tim akan mengusulkan ke Menhut guna dimintakan persetujuan solusi.

Seperti dijelaskan ketua tim yang juga Kadishut Tala H Aan Purnama alternatif solusi yang dirancang yakni pihak perusahaan melibatkan masyarakat sekitar dalam aktivitasnya melalui pola hak kelola. Kelak saat berproduksi dilakukan bagi hasil dengan syarat penanaman pohon kehutanan di antara pohon tanaman kebun.

Sementara informasi diperoleh BPost, rencana penertiban itu mulai membuat gelisah kalangan pengusaha perkebunan di daerah ini. Mereka merasa selalu diobok-obok sehingga sebagian merasa tidak tenang berinventasi di Tala.

"Penertiban ini sama sekali bukan untuk mengusik ketenanan investasi perkebunan. Justru sebaliknya, ini adalah bagian dari upaya memberikan kepastian usaha dan ketenangan berusaha. Soalnya setelah dilakukan penataan, mereka memiliki kejelasan dan kepastian tentang keberadaan dan status lahannya," tukas Aan. roy

Monday, July 30, 2007

Lahan PT KJW Dipantau Lewat Satelit Sukardi: Untuk Memastikan Tak Rambah Hutan

Monday, 30 July 2007 01:20

PELAIHARI, BPOST - Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan (Kalsel) segera menyelidiki aktivitas perusahaan perkebunan kelapa sawit, PT Kintap Jaya Watindo (KJW) apakah masuk atau di luar kawasan.

Kepala Dinas Kehutanan Kalsel Suhardi, mengatakan, sesuai izinnya PT KJW yang berlokasi di Desa Ranggang Dalam, Kecamatan Tangkisung Kabupaten Tala, berencana melakukan aktivitas perkebunannya di luar kawasan hutan.

Namun ada informasi sebagian aktivitas perusahaan tersebut ada yang dilakukan di dalam kawasan hutan lindung.

Untuk memastikan kebenaran informasi tersebut, tambahnya, perlu dilakukan penyelidikan melalui satelit yang akan menunjukkan peta wilayah PT KJW.

Kalau masuk dalam kawasan hutan lindung, sebelum beroperasi perusahaan harus mengantongi izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan, karena izin lokasi yang dikantongi saat ini baru izin dari bupati setempat.

Bila aktivitasnya tersebut tidak masuk kawasan hutan lindung, perusahaan tidak perlu meminta izin Menteri Kehutanan tetapi harus tetap menyelesaikan izin analisa dampak lingkungan (AMDAL) maupun UPL/UKL.

"Kalau perusahaan tidak memiliki izin tersebut, bukan hanya Bappedalda yang protes, dinas kehutanan pun protes," katanya.

Pernyataan Suhardi tersebut, menanggapi protes yang dilakukan Bappedalda Tala kepada PT KJW yang kendati belum mengantongi izin AMDAL dan UPL/UKL dan HGU telah beroperasi.

Menurutnya, sebaiknya PT KJW dalam melaksanakan aktivitasnya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan untuk menghindari kerusakan alam yang semakin parah.

Perusahaan, tambahnya, tidak bisa dengan serta merta mengklaim bahwa pihaknya telah mampu mengatur tata air dengan baik sebelum ada kajian UPL/UKL sebagai syarat lingkungan yang harus dipenuhi bagi seluruh perusahaan.

Apalagi tambahnya, sesuai dengan study literatur, sawit merupakan tanaman yang sangat rakus air namun tidak bisa menyimpan air dalam jumlah yang cukup besar pada musim banjir. ant


Perencanaan Kita Matang

Saturday, 28 July 2007 00:46

Dikonfirmasi via telepon selular, Legal PT KJW Gunawan Wibisono menegaskan seluruh kegiatan teknis di lapangan telah melalui perencanaan yang matang. Dipastikan tidak akan menimbulkan dampak atau menganggu tata air alami di Sungai Tabanio.

"Justru dengan pembangunan kanal dan pintu-pintu air di lokasi kebun berdampak positif terhadap tata air alami. Sudah beberapa tahun ini beberapa desa di sekitar kebun, seperti, Desa Ranggang, tidak pernah lagi kebanjiran. Inilah salah satu manfaat positif tata air kebun KJW," jelas Gunawan.

Mengenai Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan), lanjutnya, saat ini sedang dalam proses oleh konsultan. Mengenai kegiatan operasional, izin usaha perkebunan telah dikantongi.

"Supaya kita memperoleh data objektif, mari kita bersama tim independen menyurvei dan melakukan kajian teknis di lapangan. Nanti akan ketahuan, apakah saluran air yang kami bangun berdampak negatif atau sebaliknya, positif," tukas Gunawan. roy

Wednesday, July 18, 2007

800 Ton Sawit Tak Terangkut

Wednesday, 18 July 2007 01:48

KOTABARU, BPOST - Aksi mogok massal buruh perusahaan perkebunan besar swasta (PBS) kelapa sawit di Kotabaru, Senin (16/7), mengakibatkan 800 ton tandan buah segar (TBS) kelapa sawit tidak terangkut.

Ketua Gabungan Pengusaha Perkebunan Kelapa Sawit Kalsel Mubarok, mengatakan, akibat mogok kerja itu, perusahaan menderita kerugian ratusan juta rupiah.

"Kerugian langsung gaji karyawan yang tidak kerja karena mogok gaji tetap harus dibayar. Kerugian tidak langsung 800 ton TBS tidak terangkut nilainya sekitar Rp 400 juta," katanya.

Menghindari kerugian yang makin besar, pihaknya telah melakukan pendekatan kepada para buruh, namun kenyataannya buruh tetap menuntut pemberlakukan SK Gubernur Kalsel No:188.44/0159/KUM/2007 tentang penetapan upah minimum sektoral provinsi, pertanian, perkebunan dan industri kayu lapis, dengan jalan mogok kerja.

"Padahal kita telah menyampaikan pemberlakukan SK Gubernur itu menunggu hasil keputusan PTUN," ujarnya.

Menurutnya, kenaikan upah sebesar lima persen dari Rp 745 ribu menjadi Rp 782 ribu sesuai SK Gubernur Nomor 188.44/0159/KUM/2007 sebenarnya telah tertutupi oleh tunjangan natura berupa beras sebanyak 15 kg per bulan.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan SPSI Kotabaru M Simanjutak, mengatakan, buruh terpaksa mogok karena tidak ada kesepakatan dalam pertemuan sebelumnya.

Mogok itu dilakukan buruh Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Bersama Sejahtera Sakti (BSS) di Gunung Aru, Pulau Laut Timur, karyawan kebun di Sungai Kupang, Kelumpang Hilir dan Kelumpang Hulu. ant/dhs


Monday, July 16, 2007

Truk Batubara Mulai Nakal

Senin, 16 Juli 2007

BANJARMASIN – Pengawasan aparat terkait terhadap aktivitas angkutan batubara di kawasan Jl PM Noor mulai longgar. Buktinya, paska penertiban pelaku pungli yang digelar Poltabes Banjarmasin Sabtu (5 Mei) sekira 2 bulan lalu, angkutan batubara mulai melanggar kesepakatan dengan warga setempat.

Sekadar mengingatkan, sebelumnya telah disepakati bahwa angkutan batubara boleh melintas di Jl PM Noor, mulai pukul 19.00-07.00 Wita. Namun, dalam beberapa minggu terakhir, armada emas hitam itu masih terlihat melintas hingga pukul 08.00. Kondisi jelas dikeluhkan warga yang merasa terganggu. “Bagaimana ini, angkutan batubara telah melanggar kesepakatan. Tapi, aparat kok seperti tutup mata,” kesal seorang warga Pelambuan, Banjarmasin Barat, seraya minta namanya tidak dikorankan.

Parahnya lagi, selain melanggar batas waktu operasional, angkutan batubara juga terkesan tidak mengindahkan instruksi Polda Kalsel. Sebab, jajaran Polda Kalsel telah menerapkan uji coba tahap III angkutan batubara. Ketentuannya adalah, stockpile wilayah Tapin dan wilayah Kabupaten Banjar mulai buka jam 15.00 wita dan tutup jam 03.00 wita. Sedangkan stockpile wilayah Banjarmasin mulai buka jam 19.00 wita, dan tutup jam 06.00 wita. Kemudian untuk meminimalisir kemacetan jalan umum, Dit Lantas Polda Kalsel juga membenahi tata cara pengangkutan. Diantaranya, saat masuk stockpile truk dilarang beriringan atau konvoi, tapi bergiliran satu persatu. Selain itu, muatan dilarang melebihi 6,6 ton dan wajib ditutup terpal.

Pantauan koran ini dalam beberapa minggu terakhir di Jl PM Noor, truk batubara bermuatan terlihat konvoi, sehingga tidak ada celah bagi pengguna jalan yang melintas di kawasan tersebut. Kondisi jalan bertambah macet akibat truk yang sudah kosong balik arah dan kembali melintas di jalan tersebut dengan cara konvoi pula. “Kami warga sudah mengalah memberikan izin angkutan batubara melintas di kawasan ini. Seharusnya para sopir truk mematuhi dan jangan lagi ada konvoi, terutama sebelum pukul 24.00 Wita,” pinta warga.(sga)


UMP Perusahaan Perkebunan Dipertanyakan

Sabtu, 14 Juli 2007

KOTABARU – Masih adanya beberapa perusahaan perkebunan yang dianggap tidak membayarkan gajinya sesuai dengan Upah Minimum Sektor Provinsi sebagai pengganti Upah minimum Provinsi (UMP), membuat DPRD Kotabaru mengundang perusahaan perkebunan beserta instansi terkait untuk membicarakan masalah ini.

   Menurut pimpinan rapat Alfidri Supiannor yang juga Wakil Ketua DPRD Kotabaru, dengar pendapat masalah upah pekerja perkebunan ini dilaksanakan karena adanya laporan dari beberapa warga mengenai masalah ini.

   “Rapat dengar pendapat ini untuk mengetahui kejelasan mengenai masalah ini, dan mengetahui sejauh mana pihak perusahaan sudah melaksanakan upah minimum,” ujarnya dihadapan semua peserta rapat yang dihadiri perwakilan dari PT Sinar Mas Group, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kotabaru di gedung DPRD Kotabaru, (Rabu 11/7).

   Menurutperwakilan dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, upah minimum di Kabupaten Kotabaru sekarang ini belum ada, karena instansi terkait masih belum dibentuk. Sekarang ini upah pekerja di Kotabaru masih menggunakan upah minimum sektor provinsi.

      Untuk tahun 2007 upah minimum sektor provinsi sebesar Rp745.000, selanjutnya untuk kebijakan pengupahan ini berlaku untuk semua sektor. Selanjutnya oleh Gubernur kembali diterbitkan SK Gubernur nomor 184-44/135 Tahun 2007 yang menjelaskan pemberian gaji untuk sektor perkebunan sebesar Rp770 ribu. Selanjutnya pada SK Nomor 159 tanggal 23 April tahun 2007, upah minimum untuk sektor perkebunan ditetapkan sebesar Rp782.250.

   “Namun dari SK terakhir dari gubernur ini masih belum dilaksanakan oleh PT Sinar Mas Group dan PT Minamas Group. Tidak dilaksanakannya SK tersebut karena ada beberapa alasan dan pertimbangan yang diajukan oleh pihak perusahaan,” jelas perwakilan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kotabaru.

   Menanggapi masalah tersebut, Sura Sanjaya, perwakilan PT Sinar Mas Group dari Divisi SDM Perkebunan Sinar Mas di seluruh Indonesia mengungkapkan, sebenarnya perusahaan Sinar Mas dalam memberikan upah kepada karyawannya sudah lebih dari upah minimum sektor provinsi yang ditetapkan sekarang.

   “Selain memberikan upah, kami juga memberikan bentuk natura berupa beras. Perusahaan juga memberikan beberapa fasilitas kepada semua karyawan, dari perumahan sampai dengan kesehatan dan beasiswa untuk anak-anak karyawan,” jelas Sura dihadapan peserta hearing.

   Untuk upah dalam bentuk uang, Sura melanjutkan, PT Sinar Mas memberikan sebesar  Rp745 ribu per bulannya. Sedangkan natura beras 15 kg per bulan, untuk istri atau suami yang tidak bekerja mendapat jatah 9 kg, dan untuk anak sebanyak 3 orang sebanyak 7 kg per bulan.

   “Jika diuangkan semua upah yang diterima oleh karyawan PT Sinar Mas rata-rata Rp1 juta per bulannya, termasuk lembur. Jumlah tersebut sebenarnya sudah lebih dari upah minimum sektor provinsi saat ini,” kata Sura. (ins)

Banjir Masih Mengancam Juga Angin Puting Beliung

Thursday, 12 July 2007 02:32


Rp 3,5 Miliar untuk Bibit Sawit

BANJARMASIN, BPOST - Dinas Perkebunan Kalsel tahun ini bagi-bagi ribuan bibit kelapa sawit (elaeis) secara gratis. Dana bersumber dari APBD sebesar Rp 3,528 miliar telah disiapkan untuk pengadaan sekitar 270.000 batang bibit pohon jenis palma penghasil Crude Palm Oil (CPO).

Kabupaten Penerima Bibit Sawit

Wilayah                 Luas Lahan

Banjar                    50 hektare

Tanah Laut            900 hektare

Tanah Bumbu        200 hektare

Kotabaru               200 hektare

Banjarbaru            50 hektare

Tabalong               200 hektare

HSS                       200 hektare.

Sumber : Dinas Perkebunan Kalsel

Kepala Dinas Perkebunan Kalsel, Haryono mengungkapkan, saat ini pengadaan bibit kelapa sawit tersebut masih dalam proses tender. Pemenang tender yang nantinya bertanggungjawab membagikan elaeis kepada para petani yang sudah ditetapkan.

"Bibit sawit ini akan kita bagikan kepada para petani menunggu musim yang tepat, yakni pada musim penghujan atau sekitar bulan September-Oktober mendatang," ujarnya, Rabu (11/7).

Bibit sawit tersebut ditargetkan untuk ditanam di lahan seluas 1.800 hektare lahan milik warga di 7 kabupaten dan kota di Kalsel. Setiap satu hektare untuk ditanami 150 batang kelapa sawit.

Haryono mengatakan, untuk mendapatkan bibit kelapa sawit gratis petani harus tergabung dalam kelompok tani. Melalui kelompok tani itu petani mengajukan permohonan bibit sawit kepada dinas pertanian.

Saat ini perkebunan kelapa sawit di Kalsel seluas 184.290 hektare. Sayang 139.570 hektare di antaranya adalah perkebunan besar milik swasta. Sementara perkebunan rakyat hanya 39.089 hektare dan 5.631 sisanya perkebunan besar milik negara.

Seiring semakin berkembangnya perkebunan sawit, pihak investor berniat membangun pabrik minyak goreng berkapasitas 5.000 ton per hari ini. Bila terbangun maka akan menggantikan pabrik di Surabaya.ais


Propaganda Negatif Sawit

Wednesday, 11 July 2007 01:46

BANJARMASIN, BPOST - Kepala Dinas Perkebunan Kalsel, Haryono tetap bergeming bahwa perkebunan Kelapa Sawit patut ditumbuhkembangkan di Banua. Ia tidak gentar meski banyak pihak menyerukan bahwa tanaman monokultur tersebut berdampak negatif bagi kehidupan hayati.

Bahkan Haryono menilai seruan-seruan ketidak setujuan atas perkebunan sawit tersebut merupakan bentuk dari black campaign (kampanye negatif) atau propaganda negatif dari pihak-pihak yang luar yang takut akan kebangkitan perkebunan sawit di Indonesia.

"Sayangnya orang di negara kita sendiri kok ikut-ikutan menyerang. Padahal menurut saya ini black campaign bangsa luar yang takut perkebunan kita bangkit," ujarnya penuh semangat pada sesi Jumpa Pers Bulanan di Gedung PWI Kalsel, Selasa (10/7).

Haryono menjelaskan, kelapa sawit merupakan komoditi yang paling efisien menjadi biodiesel untuk menggantikan minyak bumi yang defositnya semakin berkurang dibanding dengan tanaman kebun lain sepeti kacang atau bunga matahari.

Menurutnya, kandungan Crude Palm Oil (CPO) pada buah kelapa sawit paling tinggi yakni 22 sampai dengan 26 persen. Hal itulah katanya, yang ditakuti dunia luar jika sampai perkebunan Indonesia bangkit sehingga melancarkan kabar negatifnya.

Saat ini kata Haryono, produksi Kelapa Sawit di Indonesia menduduki peringkat terbesar ke dua di dunia. Nomor satu dipegang Malaysia. "Tapi tahun depan kita yang akan menjadi nomor satu karena perkembangan semakin meningkat," tukasnya.

Sebagai contoh, lahan Kelapa Sawit yang menjadi komoditas unggulan di Kalsel saat ini telah mencapai 184.290 hektare dan diperkerikan terus berkembang dan 75 persen di antaranya adalah perkebunan rakyat.

Produksi CPO sendiri di Kalsel saat ini sudah mencapai angka 141.640 ton per tahun. CPO tersebut diolah di 14 perusahaan pengolahan kelapa sawit yang tersebar di Kalsel.

Meski Kelapa Sawit menguntungkan petani, Haryono mengakui perkebunan sawit yang masuk dalam kategori monokultur memiliki dampak negatif khususnya terkait ragam hayati. Namun menurutnya hal ini sudah dapat diantisipasi.ais

Cabut HPH Bermasalah

Sunday, 08 July 2007 02:30

KOTABARU, BPOST - Untuk memperlancar program perluasan areal perkebunan karet dan kelapa sawit di Kotabaru, anggota DPRD setempat mendesak bupati mencabut izin hak guna usaha sejumlah perusahaan pemegang hak penguasahaan Hutan (HPH) bermasalah.

"Kami ingin pemerintah bertindak tegas mencabut HGU atau HPH perusahaan yang bermasalah, dan lebih baik kawasan tersebut kita serahkan untuk perluasan perkebunan kelapa sawit dan karet untuk rakyat," kata Ketua DPRD Kotabaru M Alamsyah, Kamis (6/7).

Menurutnya di Kotabaru terdapat beberapa perusahaan bermasalah tidak memanfaatkan dan mengelola kawasan HPH dan HGU dengan baik, dibiarkan terbengkalai.

Anggota DPRD Kotabaru Afidri menambahkan, sejumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit juga membuka areal perkebunan melebihi izin HGU yang dikantonginya.

"Setelah melakukan tinjau lapangan, kami menemukan beberapa perusahaan nakal, tidak memanfaatkan kawasan yang telah diterbitkan izinnya, dan sebagian yang lain membuka kawasan melebihi luas areal HGU," katanya.

Berdasarkan data sementara, 11-12 HGU dan HPH di wilayah hukum Kotabaru, berupa tanaman perkebunan kelapa sawit sekitar 170 ribu haktare dan sebagian karet.

Namun hingga saat ini pemerintah daerah belum mengetahui seberapa besar prosentase pemanfaatan kawasan yang telah dikeluarkan izinnya itu dikelola dengan benar sesuai aturan oleh perusahaan pemegang izin.

Selaian mencabut perizinan HGU dan HPH yang bermasalah, DPRD juga mendesak Pemkab Kotabaru dapat membantu masyarakat untuk dapat memanfaatkan kawasan hutan yang gundul, terutama kawasan hutan yang telah dibabat habis kayu-kayunya. dhs/ant

Puluhan Karet Tumbang Dibuldoser

Saturday, 07 July 2007 03:25

PELAIHARI, BPOST - Warga Desa Pemalongan, Kecamatan Pelaihari, Tanah Laut (Tala) resah. Ini menyusul aktivitas perusahaan perkebunan kelapa sawit, PT Damit Mitra Sekawan (DMS), yang menjamah lahan dan merusak tanaman mereka.

Informasi diperoleh, perusahaan melakukan aktivitas lapangan tersebut karena mengantongi hak guna usaha (HGU) di lokasi tersebut. Sementara warga Pemalongan mengklaim lahan itu milik mereka yang sebagian telah lama dimanfaatkan dengan ditanami aneka ragam tanaman pertanian maupun perkebunan.

Pemerintah Desa Pemalongan telah melaporkan masalah tersebut ke BPN, Pemkab Tala, DPRD, dan pihak terkait lainnya. Namun hingga kini belum ada respon yang memadai.

Tiga hari lalu Sekdes Pemalongan Suranianto bersama dua warganya kembali mendatangi BPN. "Kami justru disuruh mengadu dulu ke Bupati. Padahal, masalah tanah itu kan kewenangan BPN," tutur Suranianto.

Ia berharap instansi terkait segera turun tangan membantu menuntaskan masalah sengketa lahan di desanya. Pasalnya warga semakin resah menyusul terus berlangsungnya aktivitas penggusuran lahan masyarakat oleh perusahaan sawit.

Setidaknya sudah ada 2,9 hektare lahan berisi pohon karet berusia lima bulan milik H Seno yang tergusur sejak perusahaan sawit melakukan aktivitas tiga bulan lalu. "Sudah 60 pohon karet milik saya yang tumbang karena dibuldoser. Seolah miliknya, perusahaan langsung menanami lahan saya itu dengan sawit," keluh Seno.

Suranianto mengharapkan masalah sengketa lahan tersebut diselesaikan secara musyawarah kekeluargaan. Jika melalui hukum warganya pasti kalah, karena sebagian besar tidak memiliki validitas kepemilikan atas tanah.

Diakuinya pihak perusahaan memang telah mengganti rugi sebagian lahan warga. Namun umumnya warga melepas karena terpaksa. Nominalnya pun kecil, berkisar Rp 500 ribu- Rp 1 juta per hektare.

Dikonfirmasi Asisten Kepala wilayah Barat (Tala) PT DMS Ismet menegaskan perusahaannya bekerja secara profesional. "Lahan yang sudah kami kerjakan, semuanya sudah kami ganti rugi."

Nominal ganti rugi bervariasi disesuaikan kondisi lahan. Ada yang Rp 550 ribu, ada yang hingga Rp 6 juta. Nominal yang besar ini umumnya terhadap lahan yang ada tanamannya.

Mengenai lahan yang diklaim H Seno, Ismet menerangkan pihaknya sebenarnya sudah membayar ganti rugi. "Ini rupanya lahannya overlap. Kami sudah bayar ganti rugi, tapi kemudian ada klaim lagi dari H Seno. Tapi, kami akan tetap menyelesaikannya sebaik mungkin." roy

Monday, July 09, 2007

Eks Plasma Tebu Tolak Sawit

Tuesday, 03 July 2007 01:54

PELAIHARI, BPOST - Program kebun sawit rakyat yang digelontor pemerintah pusat dan daerah mulai kurang diminati eks plasma tebu PTPN XIII. Ratusan orang dari mereka bahkan telah menyatakan menolak.

Mereka berharap pemerintah memberikan bantuan bibit karet. Komoditas perkebunan satu ini memang sedang menjadi primadona petani menyusul terus membaiknya harga dan semakin luasnya pangsa pasar. Tak heran petani kini berlomba-lomba mengembangkan kebun karet.

Harga karet terus menanjak signifikan sejak beberapa tahun terakhir. Januari 2005 lalu misalnya, harga per kilogram lump (getah beku dalam mangkok di pohon) hanya Rp 4.100 yang kemudian menjadi Rp 5.800 pada posisi Desember. Saat ini harganya telah mencapai Rp 9.600.

Pun dengan sawit, harga tandan buah segar (TBS)nya juga terus mennanjak. Per kilogramnya kini rata-rata mencapai Rp 900 dan bahkan ada yang menembus Rp 1.000. Namun pasar komoditas penghasil minyak ini lebih spesifik atau terbatas (pabrik CPO), sehingga petani cenderung memilih karet yang pasarnya tak terbatas.

Data di Dinas Perkebunan Tala, luasan program kebun sawit yang digelontor pemerintah tahun ini 900 hektare. Namun tak seluruh petani eks plasma tebu terdaftar yang mengambil jatahnya.

"Hanya 600 ha yang masuk. Selebihnya yang 300 hektare, petaninya minta bibit karet," kata Kepala Dinas Perkebunan Tala HA Rachman Said, pekan tadi.

Terhadap mereka yang meminta bibit karet, Rachman mengatakan pihaknya tetap akan mengupayakan. Namun pihaknya tidak bisa menjanjikan, karena banyaknya usulan (permintaan) dari petani lainnya dari berbagai kecamatan. roy


Copyright © 2003 Banjarmasin Post

Friday, June 29, 2007

Petani Cengkih Diminta Beralih Komoditas

Friday, 29 June 2007 01:27

PELAIHARI, BPOST - Dinas Perkebunan Kabupaten Tanah Laut menyarankan agar petani cengkih mengembangkan komoditas unggulan yang pasarnya semakin terbuka, seperti karet dan kelapa sawit, menyusul jebloknya harga cengkih.

Pemerintah sulit melakukan intervensi harga, karena bukan komoditas unggulan. "Harga cengkih bergantung pasar. Sulit bagi kami melakukan perlindungan harga, karena cengkih bukan komoditas unggulan," kata Kepala Dinas Perkebunan HA Rachman Said Rabu (27/6).

Proteksi harga, kata Rachman hanya bisa diterapkan terhadap komoditas unggulan, seperti, karet dan kelapa sawit, karena komoditas ini sangat banyak dibudidayakan petani.

Seperti halnya gabah di sektor pertanian tanaman pangan, jika harga karet dan kelapa sawit anjlok, pemerintah bisa melakukan intervensi dengan menetapkan harga terendah.

Rachman mengatakan, di Tala kini semakin banyak petani mengembangkan karet dan kelapa sawit. Sedangkan petani cengkih jumlahnya terus berkurang. Kebun cengkih yang masih ada umumnya di wilayah Kecamatan Takisung dan sebagian di Panyipatan.

Penyusutan kebun cengkih hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Ini terkait kebijakan pemerintah mengurangi konsumsi rokok yang dimulainya dari larangan merokok di tempat umum.

Kendati masih eksis, produksi perusahaan rokok secara nasional dan internasional terus menurun. Hal ini berdampak pada menurunnya permintaan bahan baku (cengkih). "Untuk itu kami terus menerus memberikan penyuluhan supaya petani cengkih di daerah ini mulai mengalihkan komoditas, apakah karet atau kelapa sawit. Ini satu-satunya solusi terbaik," ketanya. roy


Thursday, June 28, 2007

Petani Sawit Sukacita

Friday, 22 June 2007 01:26

PELAIHARI, BPOST - Petani kelapa sawit di Tanah Laut kini tersenyum. Kelangkaan minyak goreng yang melanda sejumlah daerah di Indonesia, memicu naiknya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Per kilogram TBS di Tala saat ini, menembus Rp 1.200.

"Terakhir kami menjual bulan Mei lalu. Harganya bervariasi sesuai kualitas TBS. Yang kualitasnya bagus per kilogramnya mencapai Rp 1.200," tutur Zakaria, Sekretaris KUD Agro Berseri Tala, Rabu (20/6).

KUD Agro Berseri merupakan induk dari sejumlah 11 KUD yang anggotanya adalah eks peserta plasma tebu PTPN XIII. Pascadilikuidasinya pabrik tebu tahun 2000 silam, eks plasma tebu menerima bantuan dari pemerintah pusat dan daerah berupa Kebun Rakyat dengan komoditas kelapa sawit.

Namun hanya sedikit petani yang menikmati harga menggiurkan ini, yakni petani sawit di Desa Telaga dan Kelurahan Karang Taruna Kecamatan Pelaihari. Mereka memang memelihara kebun sawitnya secara intensif sehingga produksinya pun memuaskan, buah TBS banyak dan berwarna kemerahan.

Namun sebagian besar petani sawit lainnya menikmati harga Rp 900 per kilogram TBS. Namun ada juga yang hanya per kilogram TBS dihargai Rp 250 bahkan Rp 150.

Harga rendah itu, sebut Zakaria, tidak bisa dihindari karena memang kualitas TBS rendah. Ini sebagai akibat kurangnya perawatan kebun sawit. roy


Monday, June 18, 2007

Gubernur: Bangun Pabrik Minyak Goreng! Pemerintah perketat ekspor

Saturday, 16 June 2007 03:26

BANJARMASIN, BPOST - Gubernur Kalsel Rudy Ariffin akan mengeluarkan surat edaran (SE) yang ditujukan kepada 17 perusahaan pengolahan crude palm oil (CPO) di Kalsel. Intinya, Rudy meminta agar perusahaan itu mendirikan pabrik minyak goreng di banua.

"Dalam waktu dekat kita keluarkan SE agar mereka mendirikan pabrik minyak goreng di Kalsel," ungkapnya, Rabu (15/6).

Menurutnya, dengan mendirikan pabrik minyak goreng, maka CPO yang merupakan bahan baku minyak goreng dari kelapa sawit itu tidak lagi dikirim ke luar negeri.

Rudy mengatakan, untuk pendirian pabrik minyak goreng, pemerintah akan membantu berupa memberikan kemudahan perizinan maupun kesiapan lahannya.

"Permintaan lisan yang kita sampaikan direspon PT Sinar Mas Group. Katanya, tahun depan akan mulai membangun pabriknya di Kotabaru," bebernya.

Sementara menurut Kepala Dinas Perkebunan Kalsel, Haryono, PT Smart Tbk juga tertarik untuk mendirikan pabrik minyak goreng di Kalsel di Tarjun, Kotabaru.

Sayangnya, lokasi yang ditentukan, sebagian masuk dalam kawasan hutan lindung. Selain itu, yang mereka pikir-pikir, karena produksi CPO di Kalsel masih kecil sementara kapasitas produksi PT Smart Tbk cukup besar. "Produksi CPO di Kalsel hanya sekitar 40.000 sementara kapasistas produksi PT Smart Tbk mencapai 30.000. Jadi pas-pasan saja," tandasnya.

Diperketat

Sementara itu, Menko Perekonomian Boediono menambahkan, pemerintah menaikkan tarif pungutan ekspor (PE) untuk produk kelapa sawit dan turunannya untuk menstabilkan harga minyak goreng. Kenaikan tarif pungutan ekspor berlaku sejak diputuskan kemarin.

Boediono mengatakan, kenaikan pajak ekspor merupakan langkah terbaik yang dilakukan saat ini untuk menstabilkan harga minyak goreng. "Tujuannya untuk mengamankan suplai minyak sawit dan minyak goreng untuk kepentingan dalam negeri dengan harga yang lebih terjangkau di masyarakat," kata Boediono. ais/mio

Tak Serius, Jatah Sawit Dialihkan Petani non eks plasma tebu punya peluang

Wednesday, 13 June 2007 04:16

PELAIHARI, BPOST - Tahun ini program terakhir kebun rakyat bagi eks plasma tebu PTPN XIII yang dibiayai pemerintah. Dinas Perkebunan Tanah Laut mengancam akan mengalihkan program tersebut ke petani lain jika eks plasma tebu tidak serius.

"Kami akan selalu melakukan pengecekan di lapangan, terutama kesiapan lahan. Jika fakta di lapangan ada petani eks plasma tebu yang tidak serius, terpaksa jatah sawitnya akan kami alihkan ke petani lain," tegas Kadis Perkebunan Tala HA Rachman Said.

Menurutnya, indikasi adanya ketidakseriusan mulai terlihat. Ada beberapa peserta eks plasma tebu yang sama sekali belum menyiapkan lahannya, padahal diperkirakan tidak lama lagi bibit sawit akan datang.

Sekadar diketahui pemerintah pusat bersama Pemprov Kalsel dan Pemkab Tala meluncurkan program kebun rakyat bagi para eks plasma tebu PTPN XIII. Program ini merupakan wujud kepedulian pemerintah guna membantu ekonomi eks plasma tebu pascatutupnya pabrik tebu PTPN XIII di pengujung 2.000 silam.

Program kebun rakyat itu mulai dilaksanakan sejak beberapa tahun lalu. Sharing dananya, pusat (APBN) menanggung biaya pengolahan lahan, APBD I menanggung pengadaan biaya bibit sawit, dan APBD II menyediakan biaya pengadaan sarana produksi seperti pupuk dan obat-obatan.roy

Saturday, June 02, 2007

Kebijakan DMO Mundur

Sabtu, 02 Juni 2007

Pembahasan soal Mekanisme Kontrol Belum Tuntas

Jakarta, Kompas - Pemerintah menunda satu sampai dua minggu kebijakan kewajiban pasokan minyak sawit mentah (CPO) untuk memenuhi pasar dalam negeri (DMO). Penundaan ini berkaitan dengan belum selesainya pembahasan mekanisme kontrol kebijakan DMO itu di tingkat menteri.

Menteri Pertanian (Mentan) Anton Apriyantono, Kamis (31/5), seusai meresmikan Dewan Minyak Sawit Indonesia di Jakarta, mengungkapkan, karena pelaksanaan program stabilisasi harga juga mengalami kemunduran, pemerintah memutuskan untuk memberikan toleransi waktu pelaksanaan DMO.

Dalam pembahasan di tingkat menteri, selain mempersiapkan kebijakan DMO dengan matang, muncul juga pemikiran pemberlakuan tarif ekspor atau pajak ekspor, seperti yang selama ini dilakukan Malaysia. Kelebihan tarif atau pajak ekspor itu nantinya dialokasikan untuk pengembangan industri minyak sawit. Namun, mekanisme penganggarannya berbeda dengan Malaysia.

Tetap menyiapkan

Meskipun penerapan kebijakan itu tertunda, Departemen Pertanian telah menyiapkan payung hukum dan formula bagi implementasi DMO. Formula itu tertuang dalam Keputusan Mentan Nomor 339/2007 tentang CPO untuk Kebutuhan Dalam Negeri guna Stabilisasi Harga Minyak Goreng Curah. Keputusan Mentan tertanggal 31 Mei 2007 ini berlaku khusus untuk pasokan CPO bagi industri minyak goreng dalam negeri bulan Mei dan Juni 2007, dan berlaku surut 1 Mei 2007.

Dalam Keputusan Mentan disebutkan, pasokan CPO dalam rangka stabilisasi harga minyak goreng curah untuk bulan Mei 2007 sebesar 97.525 ton dan Juni 2007 sebesar 102.800 ton.

Jaminan CPO wajib dipenuhi perusahaan perkebunan minyak sawit di Indonesia, baik anggota Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) maupun non-anggota Gapki. Oleh perusahaan perkebunan, CPO dikirim ke pabrik minyak goreng anggota Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia dan Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia untuk diolah menjadi minyak goreng dengan rasio 1 kg CPO menjadi 1 kg minyak goreng.

Penyerahan CPO ke pabrik dilakukan dengan harga menurun secara bertahap sampai harga akhir sebesar Rp 5.700 per kg, termasuk PPN sebesar 10 persen. Harga itu adalah harga di lokasi pabrik minyak goreng yang telah ditentukan.

Pemerintah juga menugasi Gapki melakukan koordinasi menentukan alokasi CPO ke pabrik minyak goreng dan mengawasi jumlah penyerahan CPO dari perusahaan perkebunan. Gapki juga wajib melaporkan tugas pelaksanaan kepada Mentan dengan tembusan kepada Menko Perekonomian, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara BUMN.

Laporan pelaksanaan program dianggap sah apabila diaudit oleh akuntan publik. Perusahaan perkebunan yang tidak melaksanakan keputusan ini dikenai sanksi administrasi.

Pendapatan ekspor

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Kamis (31/5), yang ditemui di Kantor Kepresidenan di Jakarta, mengemukakan, untuk menstabilkan harga minyak goreng di dalam negeri, keuntungan ekspor harus dikelola bersama. Saat ini ekspor minyak goreng Indonesia lebih besar daripada yang dikonsumsi di dalam negeri.

"Jadi ada keuntungan juga dari ekspor dengan harga yang tinggi. Sekarang bagaimana kita mengimbangi keuntungan dari ekspor tersebut untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng dalam negeri. Hal ini memerlukan koordinasi yang baik antara produsen, prosesor, dan bagaimana menjualnya di dalam negeri," ujarnya.

Dalam upaya menjaga stabilitas harga minyak goreng di dalam negeri ini, tengah dilakukan koordinasi interdepartemen dengan membentuk tim teknis. Tim teknis ini sedang membahas regulasi yang tepat untuk menjaga keadaan yang terjadi sekarang. (mas/inu)

Wednesday, May 30, 2007

Areal Sawit Rambah Kuburan

Thursday, 24 May 2007 01:29

PELAIHARI, BPOST - Aktivitas perkebunan kelapa sawit PT Sarana Subur Agrindotama (SSA) di Kecamatan Jorong dikeluhkah warga sekitar, karena merambah lokasi kuburan.

Justru Kita Pelihara

DANA Hanura, kuasa hukum PT SSA membenarkan sepuluh kuburan warga masuk hak guna usaha (HGU perusahaan itu. Namun kuburan itu tak dijamah.

"Kuburan justru kita pelihara, sehingga tetap terlihat rapi," ujarnya via telepon, Rabu (23/5).

Dia justru menyayangkan sikap warga yang menuding perusahaan telah melakukan pencaplokan tanah tanpa didukung bukti otentik, seperti segel adat atau sertifikat. "Kalau mereka memang memiliki bukti kuat, silakan menggugat. Sayangnya yang melontarkan tuduhan itu, pihak yang tidak memiliki atas hak," katanya. roy/udi

"Berdasarkan laporan warga Desa Jorong dan saya sudah cek ke lapangan, Selasa tadi, aktivitas PT SSA memang menjamah kuburan," ujar anggota DPRD Tala HM Djadi, Rabu (23/5).

Permasalahan itu telah disikapi DPRD Tala dengan memanggil pejabat instansi lintas sektor, pekan tadi. Dalam pertemuan terungkap PT SSA telah mengantongi izin HGU (hak guna usaha) Nomor 02 tahun 1995 yang diterbitkan BPN pusat dengan luas areal seluas 1.700 ha di Desa Jorong dan Batalang.

Namun belum memiliki sejumlah izin lainnya, seperti, izin usaha perkebunan dari Disbun dan belum memiliki dokumen AMDAL dari Kantor Lingkungan Hidup. "Mestinya PT SSA belum bisa beroperasional. Untuk itu, kami minta bupati segera menghentikan kegiatan operasional PT SSA hingga izin-izin lain dikantongi dan permasalahan dengan warga terselesaikan," tukas Djadi.

Kadisbun Tala HA Rachman Said dalam suratnya nomor 525/44/UT.1 5 Februari yang ditujukan kepada manajemen PT SSA menegaskan perusahaan dilarang melakukan kegiatan operasional sebelum mengantongi izin usaha perkebunan. Sementara Kepala Kantor LH Zulkifli Chalid dalam suratnya nomor 660/028-Amdal/KLH 12 Maret menyatakan pihaknya belum pernah memberikan surat rekomendasi persetujuan Amdal bagi PT SSA.

HGU PT SSA, sebut Djadi, semula untuk perkebunan karet. Setelah lama vakum, sekira dua tahun lalu digarap kembali, namun dengan komoditas berbeda yaitu kelapa sawit. Belum diketahui apakah alih komoditas ini telah diketahui/disetujui oleh pejabat berwenang.

Di areal HGU PT SSA tersebut terdapat kandang dan areal pengembalaan sapi warga seluas kurang lebih 10 hektare dan kebun karet sekira 20an hektare. Ini yang kemudian beberapa bulan silam sempat memunculkan ketegangan karena pihak perusahaan telah menggusur sebagian tanaman karet dan selanjutnya akan menggusur kandang. roy

Saturday, May 19, 2007

Aksi Korporasi Astra Agro Akan Ekspansi 100.000 Hektar Lahan Sawit

Jumat, 18 Mei 2007

Jakarta, Kompas - PT Astra Agro Lestari Tbk dengan kode saham AALI menargetkan jumlah lahan kelapa sawit yang akan diakuisisi mencapai 100.000 hektar hingga tahun 2010.

Adapun target akuisisi lahan tahun 2007 luasnya mencapai 17.000 hektar, yang sebagian besar lokasinya berada di Kalimantan Timur.

Direktur AALI Bambang Palgoenadi, dalam jumpa pers seusai rapat umum pemegang saham tahunan, Rabu (16/5) di Jakarta, mengatakan, saat ini lahan yang sedang dalam proses penjajakan akuisisi terdapat di Aceh seluas 20.000 hektar; di Morowali, Sulawesi Tengah, seluas 40.000 hektar; serta di Kalimantan Selatan seluas 10.000 hektar.

"Proses akuisisi terhadap lahan-lahan tersebut diharapkan bisa selesai pada tahun 2010. Untuk akuisisi tersebut, dana yang digunakan seluruhnya berasal dari internal perseroan," katanya.

Bambang menambahkan, lahan yang akan diakuisisi untuk perkebunan karet tidak terlalu luas, hanya 5.000 hektar di Kalimantan Tengah, dan target AALI tahun ini yang akan diakuisisi sebanyak 5.000 hektar.

Produksi CPO

Saat ini perseroan memiliki lahan perkebunan seluas 200.000 hektar. Total produksi minyak sawit mentah (CPO) pada tahun 2006 sebesar 917.885 ton.

"Dengan penambahan hingga 100.000 hektar pada tahun 2010, diharapkan produksi CPO bisa meningkat menjadi 1,5 juta ton per tahun," tutur Bambang.

Untuk tahun 2007, perseroan menganggarkan belanja modal sebesar Rp 860 miliar. Dari jumlah itu, sebesar Rp 430 miliar akan digunakan untuk kegiatan tanam dan akuisisi lahan.

Selain itu, sebesar Rp 258 miliar akan digunakan untuk penambahan kapasitas pabrik kelapa sawit dan kapasitas pengolahan minyak kernel.

"Sisanya sebesar Rp 172 miliar digunakan untuk pembangunan sarana perumahan karyawan dan infrastruktur," katanya. (tav)

Tuesday, May 15, 2007

Pengusaha CPO Diaudit Perlu Payung Hukum untuk Stabilisasi Harga Minyak Goreng

Selasa, 15 Mei 2007

Jakarta, Kompas - Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution menegaskan, pihaknya tetap akan menyidik para pengusaha minyak kelapa sawit atau CPO yang nakal meskipun ada jaminan perlindungan dari pemerintah. Hal itu disebabkan prinsip penyidikan adalah tidak membeda-bedakan wajib pajak.

"Jadi, kalau memang tidak bermasalah, untuk apa kami melakukan penyidikan. Pada prinsipnya, semua berdasarkan self assessment (pelaporan berbasis pengakuan wajib pajak)," ujar Darmin di Jakarta, Senin (14/5).

Menurut Darmin, pengusaha harus melaporkan volume CPO yang dijual di dalam negeri dan yang diekspor dengan benar. Hal itu diperlukan karena harga jual CPO yang dipasarkan di dalam negeri lebih rendah dibandingkan dengan ekspor sehingga memengaruhi laba, dan pada akhirnya berdampak pada tinggi rendahnya pajak terutang.

"Kami tahu, volume CPO yang dijual di pasar dalam negeri hanya 15 persen dari total produksi. Dengan demikian, jangan tiba-tiba mereka mengaku bahwa penjualan di dalam negerinya mencapai separuh dari total produksi (dengan maksud mengurangi laba kena pajak) karena kami tidak akan percaya itu," katanya.

Harga CPO

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Akmaluddin Hasibuan mengatakan, pengusaha membutuhkan payung hukum program stabilisasi harga minyak goreng sebagai wujud kebersamaan produsen dan pemerintah.

Payung hukum dibutuhkan karena saat ini produsen CPO dan minyak goreng mendiskon harga jual produknya jauh di bawah harga pasar untuk menstabilkan harga minyak goreng curah di pasar dalam negeri.

Saat ini harga CPO di pasar lokal berkisar Rp 6.630-Rp 6.650 per kilogram franko Belawan atau Dumai. Sementara mulai Senin kemarin, produsen CPO harus memasok kepada produsen minyak goreng pada harga Rp 5.700 per kg agar konsumen dapat membeli minyak goreng curah dengan harga Rp 6.500-Rp 6.800 per kg. (OIN/HAM/han/ita)

Saturday, May 12, 2007

Pengusaha Malaysia Juga Harus Pasok Bahan Baku

Sabtu, 12 Mei 2007

Jakarta, Kompas - Perusahaan perkebunan Malaysia yang memproduksi minyak sawit mentah (CPO) di Indonesia diminta turut memasok bahan baku untuk minyak goreng. Kontribusi itu diharapkan mempercepat upaya Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia, dan Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia menstabilkan harga minyak goreng di pasaran dalam negeri.

Rapat berlangsung di Departemen Pertanian, Jakarta, Jumat (11/5), dipimpin Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Produk Hasil Pertanian Djoko Said Damardjati dan dihadiri sedikitnya 14 produsen CPO Malaysia di Indonesia.

"Anggota Gapki akan memasok 135.000 ton CPO ke pabrik minyak goreng dalam program stabilisasi harga, sisanya kami harapkan dipasok produsen CPO di luar Gapki. Perusahaan Malaysia sudah setuju dan mereka minta waktu sampai Senin (14/5) untuk menentukan jumlah pasokannya," ujar Ketua Bidang Pemasaran Gapki Susanto seusai rapat.

Pemerintah meminta pengusaha menstabilkan harga minyak goreng pada kisaran Rp 6.500-Rp 6.800 per kg di tingkat konsumen. Kini harga minyak goreng masih Rp 7.000-Rp 7.500 per kg.

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, penurunan harga minyak goreng baru berkisar Rp 25 hingga Rp 100 per kg.

"Stok pedagang merupakan cadangan baru yang diperoleh dengan harga tinggi sehingga harganya tetap mahal saat dijual. Jika stok baru dengan harga rendah sudah masuk ke pedagang, secara bertahap harga bisa turun kembali," ujar Mari.

Harga CPO dilaporkan telah menurun dari 690 dollar AS per ton menjadi 660 dollar AS per ton. Pemerintah berharap harga akan mencapai 650 dollar AS per ton sehingga diharapkan mampu menekan harga minyak goreng di dalam negeri. (HAM/OIN/Nel)