Friday, February 20, 2009

Buka Hutan Buat Sawah

Friday, 09 January 2009 11:59 redaksi
KURAU - Warga Desa Tambak Karya, Kecamatan Kurau secara langsung meminta kepada Bupati Tala, Drs H Adriansyah agar mengijinkan membuka lahan baru persawahan sekitar kawasan hutan yang masih luas.

     Apalagi kawasan hutan yang dimaksud teramat dekat dengan areal persawahan warga setempat yang hanya dipisahkan dengan saluran irigasi.

     "Kami memohon bupati agar dapat memberikan ijin untuk membuka lahan sebelah persawahan untuk dijadikan lahan pertanian sawah," kata sejumlah warga dihadapan bupati saat yang sedang melakukan penatauan keberadaan saluran irigasi.

     Warga masyarakat Desa Tambak Karya Kecamatan Kurau beralasan jika lahan yang masih kawasan hutan tersebut dapat difungsikan menjadi lahan persawahan maka panen padi di Kecamatan Kurau akan semakin bertambah. Sehingga julukan Kurau salah satu lumbung padi terbesar akan semakin kuat.

     Menanggapi hal itu Bupati Tala, Drs H Adriansyah yang datang  bersama Kadiskimprasda Tala, HM Amin ST MSi, Kepala Dinas Pertanian dan TP Tala, Ir Agus Sektiyaji, serya Kabag Informasi Tala, Drs Sukamta MAP mengatakan, keinginan itu bagus.

     Namun, ujar bupati yang sering disapa Aad ini, selama ini masalahan saluran irigasi dan jalan usaha tani yang masih jadi kendala.

     "Mari kita selesaikan dulu persoalan saluran irigasi baru kita membahas keinginan untuk membuka lahan baru di hutan. Jika persoalan saluran irigasi pertanian ini sudah tuntas maka kita akan mudah berpikir untuk hal yang lain lagi," kata bupati.

     Sekedar diketahui lahan yang diinginkan masyarakat Desa Tambak Karya untuk dijadikan lahan pertanian adalah kawasan hutan yang membatasi persawahan warga desa.
     Diperkirakan kurang lebih 3 km kawasan tersebut sudah ada pantai hanya saja dilindungi pepohon bakau dan pohon lainnya sehingga pantai tak terlihat dari pandangan mata.c-18/elo

Thursday, February 19, 2009

Petani Sawit Merasa Kurang Beruntung

Tuesday, 06 January 2009 11:59 redaksi
BATULICIN - Kegembiraan para petani kebun kelapa sawit di Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu), Kalimantan Selatan dengan meningkatnya harga Tandan Buah Segar (TBS) tidak berlangsung lama, mereka merasa kurang beruntung akibat krisis global belum juga berakhir.

     "Harga tandan buah segar (TBS) hasil kebun kelapa sawit yang diharapkan para petani bisa kembali pulih belum juga terwujud. Kini justru semakin turun dari Rp800 menjadi Rp500 per kg," kata Simbolon (40), petani kelapa sawit dari Desa Karya Bakti, Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanbu, kemarin.

     Akibatnya, tidak sedikit petani sawit enggan memelihara hasil tanamanya. Sejak berlangsungnya krisis ekonomi global pada Oktober 2008, harga jual TBS belum menunjukan tanda-tanda pemulihan.

     Bibit kelapa sawit yang kembali berhasil ditanam diatas lahan puluhan hektar dibiarkan begitu saja. Selain tidak dipupuk, tanaman ini dibiarkan dari gangguan rumput yang tumbuh di sekelilingnya.   Termasuk dari gangguan serangan binatang liar seperti tikus dan babi hutan juga tidak dihiraukan. Mereka putus asa dengan gonjang ganjing harga TBS kelapa sawit yang tak kunjung membaik.

     "Ada sekitar 10 hektar bibit yang baru ditanam kami biarkan begitu saja. Selain modal habis, kami juga bingung bibit ini dikemanakan. Sementara, harga jual kelapa sawit tidak bisa diharapkan," jelas Simbolon.

     Rasa enggan petani muncul, akibat kekhawatiran yang sudah cukup mendalam. Tanaman kelapa sawit mau dirawat dengan baik dengan biaya relatif besar, namun ditakutkan harganya tak bisa pulih.

     Justru kerugian yang nilainya cukup besar akan ditanggung petani. Mengingat, mereka saat ini sudah merugi puluhan juta rupiah untuk mengolah lahan, pengadaan bibit dan juga pupukn yang telah disebarkan ke sejumlah tanaman tersebut.

     "Iya kalau harganya pulih. Kalau malah turun, kami rugi banyak. Ini saja sudah habis puluhan juta rupiah dan belum kembali modal. Dari pada beresiko, lebih baik biarkan dulu," ujarnya.

     Hal yang sama dikatakan petani sawit yang lain, Sarmani (36). Dia berencana beralih profesi akibat harga sawit yang tidak kunjung pulih.

     "Inginnya sih bekerja yang lain saja mas. Tapi, saya juga belum tahu. Mau tanam jagung atau lombok. Kalau musim ini juga belum bisa. Karena, modal juga sudah habis untuk menanam sawit kemarin," paparnya.an/mb03

Monday, February 16, 2009

Perusahaan Besar Sawit Kritis

Tuesday, 23 December 2008 09:55 redaksi

TANJUNG - Krisis ekonomi global sangat mempengaruhi perusahaan perkebunan sawit. Perusahaan besar perkebunan penghasil minyak goreng ini dalam kondisi kritis lantaran diprediksi hanya mampu bertahan enam bulan ke depan saja.

Kenyataan itu diakui Kepala Personalia PT Astra Agro Lestari (AAL) I, Nuriyanto."Kita belum tahun nasib setelah enam bulan ke depan," ujarnya ketika mengikuti sosialisasi UMP di Gedung Informasi Tanjung.

Kemungkinan terburuk, akan terjadi pengurangan tenaga kerja besar-besaran."Resiko paling buruk dengan terpaksa kita akan melakukan pengurangan tenaga kerja besar-besar," ujarnya sedih.

Diketahui, biaya produksi untuk 1 kilogram sudah mencapai Rp4.200 sedangkan nilai jualnya hanya Rp4.000. Dari nilai jual dibanding harga produksi perusahaan perkebunan sawit sudah mengalami kerugian Rp200 per kilogram.

"Bagi perusahaan perkebunan besar dengan jaringan luas mungkin masih bisa bertahan paling tidak enam bulan," terangnya. Apalagi perusahaan perkebunan kecil banyak yang sudah kolap.

PT AAL I yang memiliki dan mengelola perkebunan sawit di desa Hayub, Kecamatan Haruai adalah salah satu cabang dari Group Astra untuk bidang perkebunan. Perusahaan ini memiliki karyawan kurang lebih 400 orang.

Nuriyanto mengatakan kenaikan UMP sebenarnya tidak menjadi masalah bagi perusahaan jika kondisi perekonomian dunia baik dan harga sawit bisa kembali normal seperti sebelum krisis global.

"Dengan harga sawit dipasaran dunia sekarang ini, mampu bertahan saja sudah baik," pungkasnya.ale/elo