Wednesday, September 09, 2009

120 Hektare Lahan Warga Tergarap PT PDL

Jumat, 26 Juni 2009 | 11:18 WITA

AMUNTAI, JUMAT - Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) berjanji mencarikan lahan pengganti untuk PT Perdana Dinamika Lestari (PDL), karena 120 hektare lahan yang digarap perusahaan itu masuk areal lahan pertanian warga.

Perusahaan yang bergerak di perkebunan kelapa Sawit tersebut telah mengeruk lahan pertanian warga Desa Pulau Nyiur di Pulau Damar, Kecamatan Banjang. Hal itu diketahui setelah setelah Komisi II DPRD HSU meninjau ke lokasi, Jumat (19/6) dan memeriksa peta lahan dengan menggunakan GPS.

Hasilnya, sekitar 120 hektare lahan yang dikeruk anak perusahaan PT Astra itu merupakan lahan pertanian milik petani setempat. Komisi II menilai, lahan pertanian milik warga tersebut memang tidak boleh diganggu gugat.

Dewan meminta Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun), mencarikan lahan pengganti untuk perkebunan milik PT PDL itu.  "Kita setuju Dishutbun mencari lahan penggantinya di daerah lain," kata anggota DPRD HST, Hamdani dan Imam Gazali di hadapan Humas PT PDL dan Kepala Dinas Hutbun dan Kabag Humas Pemkab HSU, Rabu (24/6).

Kepala Dinas Hutbun, Syaifani berjanji mencarikan solusi, agar PT PDL terus beroperasi serta tidak terhambat masalah lahan tersebut. Sebaliknya, warga setempat bisa bertani untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. "Soal lahan penggantinya, belum kami tentukan. Mungkin di daerah Pinang Habang, karena masih satu kecamatan dengan Pulau Damar," ujarnya.

Humas PT PDL Kastalani menyatakan, permasalahan lahan antara masyarakat dengan perusahaan sudah selesai, setelah DPRD dan Dishutbun terjun langsung ke lapangan.

"Jadi tidak ada lagi lahan pertanian milik warga yang tergarap PT PDL. Tapi perusahaan tetap meminta segera dicarikan lahan pengganti seluas 120 hektare,"katanya. Kabag Humas Pemkab HSU Yusfihany, meminta PT PDL terus berkomunikasi dengan pihaknya, karena keberadaan perkebunan itu untuk kemajuan kabupaten di utara Kalsel itu.

Polisi Kerja Keras Kumpulkan Alat Bukti

Kamis, 25 Juni 2009 | 07:18 WITA

TANJUNG, KAMIS - Satuan Resserse dan Kriminalitas (Reskrim) Polres Tabalong mengumpulkan alat bukti terkait dugaan kasus pemalsuan tandatangan untuk realisasi ganti rugi lahan Desa Wayau oleh PT Cakung Permata Nusa (CPN).

Wakapolres Tabalong, Kompol Pasma Royce menyatakan, Rabu (24/6) mengatakan, selain mengembangkan penyelidikan kasus itu, polisi meminta keterangan saksi pelapor dan saksi yang diduga mengetahui persis masalah ganti rugi lahan pada 2001 itu.

"Kita sudah mengirim surat panggilan kepada dua saksi agar datang untuk memberi keterangan di Polres, Jumat (26/6) besok," kata Kasatreskrim Polres Tabalong, AKP Rafael Sandy Cahya secara terpisah.

Namun Sandhy enggan menyebutkan apakah saksi itu termasuk tim 15 yang dilaporkan warga atau tim pengawasan dan pengendalian (wasdal) Tabalong yang mengetahui proses ganti rugi lahan itu.

Seperti diberitakan, sejumlah warga Desa Wayau melapor ke Mapolres Tabalong, Rabu (17/6), atas dugaan pemalsuan tanda tangan oleh tim 15 terkait berita acara ganti rugi lahan milik warga Desa Wayau dari PT CPN pada Mei 2001 lalu.

Informasi diperoleh, pada 10 Mei 2001 itu, ada kesepakatan penyelesaian sengketa tanah adat masyarakat Desa Bentot Kecamatan Petangkep Tutui, yang berlokasi di Desa Kambitin Raya dan sekitarnya Kecamatan Tanjung dengan pergantian uang dari PT CPN.

Kemudian, 28 Mei 2001, ganti rugi direalisasikan oleh perusahaan kepada tim 15 dengan dana senilai Rp 300 juta lebih. Penyerahannya disaksikan Tim Wasdal Tabalong, Muspika Tanjung dan Petangkep Tutui.

Untuk pembayarannya, dibagi 15 berita acara dengan nilai antara Rp 9-41 juta lebih sesuai jumlah warga yang diatasnamakan. Tim 15 yang terdiri atas 15 orang berinisial In, Be, Lu, Ya, Ok, Cu, Ri, Wi, Da, Ku, Su, Ya, IL dan Re.

Namun dalam berita acara penyelesaian sengketa tanah adat itu ada indikasi pemalsuan data, baik nama, alamat dan tanda tangan warga penerimanya. Bahkan luas tanah yang dicantumkan dalam berita acara itu diduga fiktif.

Masyarakat Desa Wayau merasa dirugikan karena lokasi tanah sengketa yang diganti rugi adalah lahan di wilayah Wayau yang sekarang menjadi sengketa dengan PT CPN karena Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan diduga salah alamat.

DPRD Tabalong Panggil Tim Konflik Lahan PT CPN

Jumat, 19 Juni 2009 | 10:35 WITA

TANJUNG, JUMAT - Komisi 1 DPRD Kabupaten Tabalong, Kalsel hari ini, Jumat (19/6) sekitar pukul 09.00 Wita, menggelar pertemuan dengan tim kecil terkait PT CPN di Graha Sakata Kota Tanjung.

Pertemuan ini menindaklanjuti penyelesaian permasalahan lahan Hak Guna Usaha PT CPN dengan masyarakat Desa Wayau, Tabalong. Karena HGU milik PT CPN diduga salah alamat

Ganti Rugi Lahan Diduga Rekayasa

Jumat, 19 Juni 2009 | 07:56 WITA

TANJUNG, JUMAT - Sengketa lahan antara warga Desa Wayau, Tanjung, Kabupaten Tabalong dengan PT Cakung Permata Nusa (CPN) terus berkembang. Selain izin hak guna usaha (HGU) PT CPN diduga salah alamat, belakangan muncul tim 15 yang diduga merekayasa berita acara ganti rugi lahan dari perusahaan tersebut.

Informasi diperoleh, pada 10 Mei 2001, ada kesepakatan penyelesaian sengketa tanah adat masyarakat Desa Bentot Kecamatan Petangkep Tutui berlokasi di Desa Kambitin Raya Kecamatan Tanjung soal ganti rugi dari PT CPN.

Pada 28 Mei 2001, perusahaan membayar ganti rugi itu kepada tim 15 sekitar Rp 300 juta lebih. Penyerahan disaksikan tim Wasdal Tabalong, Muspika Tanjung dan Petangkep Tutui.

Untuk ganti rugi lahan itu dibagi 15 berita acara dengan nilai antara Rp 9-41 juta lebih, sesuai jumlah warga yang diatasnamakan tim 15 yang berinisial In, Be, Lu, Ya, Ok, Cu, Ri, Wi, Da, Ku, Su, Ya, IL dan Re.

Namun dalam berita acara penyelesaian sengketa tanah adat itu diduga ada pemalsuan data, baik nama, alamat dan tanda tangan warga yang menerima ganti rugi. Bahkan luas tanah yang dicantumkan diduga fiktif.

Masyarakat Desa Wayau merasa dirugikan karena lokasi tanah sengketa yang diganti rugi adalah lahan di wilayah Wayau yang sekarang menjadi objek sengketa dengan PT CPN. Padahal lahan itu tidak termasuk lahan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan tersebut.

Dengan dasar itu, sejumlah tokoh masyarakat Desa Wayau yang terdiri H Basran, H Syaifudin, Syamran, Karlani, Amrullah, Sarkani, Yusran, Harun, Suriansyah dan Faturrahman melaporkannya ke Polres Tabalong, Rabu (17/6).

"Kami sangat dirugikan karena tim 15 mengatasnamakan warga. Padahal kami tidak pernah meminta mereka mewakili," tegas Amrullah. Kapolres Tabalong AKBP Taufik Supriyadi berjanji segera menindaklanjuti laporan itu, dengan meminta keterangan pihak terkait dalam berita acara penyelesaian sengketa tanah adat waktu itu.

Sawit Pengganti Galam

Sabtu, 6 Juni 2009 | 22:40 WITA

MARABAHAN, SABTU -Investor perekebunan kelapa sawit, PT Citra Putra Kebun Asri (CPKA) yang beroperasi di Kecamatan Kuripan, Barito Kuala, akan merekrut seluruh kepala keluarga di desa sekitar yang mau bekerja di perusahaan sawit mereka. Karena untuk tenaga kerja,komitmen mereka mengutamakan warga desa setampat.

"Pasti, tenaga kerja adalah warga sekitar, kalau dari luar daerah malah lebih mahal karena kita harus menyediakan mes lagi untuk mereka," ujar Estate Manager  PT CPKA, Muchlis kepada BPost,saat kunjungan  Bupati Barito Kuala,H Hasanuddin Murad,di Desa Jambu Kecamatan Kuripan,Sabtu (6/6)

Muchlis mengatakan,tenaga kerja berasal dari warga sekitar telah mereka ikutkan sejak pembibitan sawit di desa Jambu yang telah dilakukan sejak satu tahun terakhir. "ini aja  pembibitan dilakukan oleh warga di sini, dan mereka mendapat upah Rp 35 ribu per hari," tambah Muchlis.

Diungkapkan Muchlis, untuk penanaman perdana sawit di Kecamatan Kuripan pada bulan ini memang akan dilakukan, dimulai di Desa Jambu dengan jumlah bibit sekitar 7.713 di lahan seluas 400 hektar.

Dijelaskannya, kebun PT CPKA yang direncanakan 10.000 hektar diperkitakan akan selesai penanaman hingga 2012. "Dan untuk tenaga kerja, biasanya adalah 0,2 orang per hektar per hari, jadi jika 10.000 hektar, maka kami memerlukan sekitar 2 ribu orang pekerja setiap harinya, itu artinya kesempatan bekerja bagi warga di sini sangat besar,"lanjutnya.

Selain itu ujarnya, berdasarkan pengalaman pengembangan sawit di Sumatera dengan sistem perkebunan inti, saat puncak produksi,warga yang bekerja bisa menerima upah hingga Rp  8 juta per bulan. "Itu belum lagi,dengan lahan plasma yang masing-masing mereka miliki dua hektar, desa akhirnya menjadi makmur," ucapnya.

Sementara Bupati Barito Kuala, H Hasanuddin Murad mengatakan,dengan adanya investor yang membuka perkebunan sawit dengan sistem inti dan plasma di Kecamatan Kuripan, dia berharap migrasi pekerjaan bisa dilakukan oleh warga yang selama ini mata pencahariannya  sangat tergantung dengan alam. "Migrasi pekerjaan harus dilakukan, kalau hanya mengandalkan mencari kayu  galam, sebentar cepat habis,hasilnya juga hanya cukup seperti itu,' ucapnya.

Dengan adanya sawit ujar Bupati, masyarakat selain tetap bisa mencari ikan pada saluran-saluran air yang ada pada kebun,penghasilan dari sawit dengan sistem inti dan plasma juga lebih menguntungkan.

Seperti diketahui, PT CPKA merupakan investor lokal Kalsel yang membuka perkebunan sawit  di Kecamatan Kuripan dan Bakumpai Barito Kuala. Selain perkebunaan, perusahaan ini juga merencanakan mendirikan pabrik CPO untuk pengolahan sawit dari kebun mereka di Desa Jambu Kecamatan Kuripan.

Ancam Gugat CPN, Warga Ngeluruk ke DPRD

Kamis, 4 Juni 2009 | 08:07 WITA

TANJUNG, KAMIS  - Tidak ingin penyelesaian sengketa lahan di Desa Wayau, Tanjung dengan PT Cakung Permata Nusa (CPN) berlarut-larut, ribuan warga desa itu berunjuk rasa ke DPRD Tabalong, Rabu (3/6).

Mereka meminta pemkab dan dewan proaktif mengawasi penyelesaian sengketa lahan tersebut, terutama mengawasi tim kecil yang terdiri dari camat, BPN, dinas perkebunan, muspika dan masyarakat.

Menurut mereka, berdasarkan Hak Guna Usaha (HGU) yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 27/HGU/BPN/2001 yang diperpanjang HGU Nomor 98/HGU/BPN/2005, disebutkan, salah satu objek HGU milik PT CPN adalah di Desa Kambitin Raya, Tanjung.

Namun, entah kenapa sejak 1992, lahan yang digarap perusahaan justru di Desa Wayau. Beberapa pihak terkait dalam penerbitan HGU milik PT CPN, menurut warga terkesan membiarkan lahan yang digarap perusahaan itu salah alamat sampai sekarang.

"Apabila sengketa lahan ini tidak selesai, kami bisa mengajukan gugatan perdata terhadap PT CPN atau Pemda setempat," kata Faturrahman, koordinator aksi warga Desa Wayau di hadapan anggota dewan.

Warga pun meminta DPRD dan Pemkab Tabalong memfasilitasi agar perusahaan menghentikan semua kegiatan operasional perkebunannya di lahan Desa Wayau yang luasnya mencapai 592,67 hektare.

Aksi warga dimulai sejak pukul 10.00 Wita itu berjalan tertib, dengan pengawalan aparat kepolisian. Mereka mengusung beberapa poster bertuliskan, seperti HGU Salah Alamat, Tim Kecil Efektif atau Tidak, Jangan Adu Kami Dengan BPN dan Abah Bupati Tolong Pang Buka Mata Pian.

Setelah berkumpul di gedung Graha Sakata, 24 orang perwakilan berdialog dengan  17 anggota dewan  yang hadir. Seakan baru mendengar sengketa lahan di Desa Wayau dan belum memahami kronologis masalahnya, beberapa anggota dewan menyarankan apa yang menjadi tuntutan warga tersebut diserahkan kepada Komisi I bidang pemerintahan dan kesejahteraan rakyat.

Anggota Komisi I, Murjani yang sebelumnya mengikuti rapat di aula Pemkab Tabalong, Kamis (28/5), menyatakan dewan akan membentuk tim kecil untuk menyelesaikan sengketa ini.

Warga Minta PT CPN Hentikan Kegiatan

Senin, 1 Juni 2009 | 06:21 WITA

TANJUNG, SENIN - Konflik kepemilikan lahan antara warga Desa Wayau, Tanjung, Kabupaten Tabalong dengan PT Cakung Permata Nusa (CPN) terus berlanjut. Warga meminta PT CPN menghentikan seluruh kegiatan perkebunannya di desa itu, karena diduga tidak termasuk lahan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan tersebut.

Berdasarkan HGU yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor:27/HGU/BPN/2001, 10 Oktober 2001, yang kemudian diperpanjang pada 2005 dengan Nomor:98/HGU/BPN/2005, 8 Juni 2005 disebutkan, objek HGU milik PT CPN ada di Desa Kambitin Raya, Kecamatan Tanjung.

"Faktanya, kegiatan perkebunan PT CPN juga ada di Desa Wayau seluas 592,67 hektare. Warga meminta perusahaan menghentikan kegiatan perkebunannya yang tidak masuk izin HGU itu," kata Fathurrahman, warga Wayau, Minggu (31/5).

Dasar tuntutan wargat diperkuat dengan kesepakatan dari masing-masing kepala desa dan tokoh masyarakat yang lahannya berbatasan dengan Desa Wayau yaitu Desa Kambitin Raya, Desa Garunggung (Pangi) dan Desa Bentot (Kalimantan Tengah).

Hal itu sesuai SK Tim Gabungan Provinsi Nomor:04/KPTS/TIM GAB/1982, tentang Penunjukan dan Penetapan Batas Peta Situasi Jalur Pelacakan Kalselteng.

Sesuai SK Tim Gabungan Provinsi, batas Desa Wayau adalah dari Sungai Muara Raan ke Muara Duyung sampai ke Sungai Kepala Duyung (batas Desa Wayau dengan Desa Garunggung).

Selanjutnya, dari Gunung Rinjan hingga Jalan Gerobak (Gunung Suya) menuju kuburan umum trans blok A (batas Desa Wayau dan  dengan Desa Kambitin Raya) serta Jalan Fhilipine (batas Desa Wayau dengan Desa Bentot).

"Dengan demikian, HGU yang menjadi dasar kegiatan perkebunan PT CPN diduga salah alamat selama 17 tahun dari tahun 1992 (pertama beroperasi) sampai sekarang," kata Fathurrahman, dibenarkan Kepala Desa Wayau, Saparin Anwar.

Menurut cerita tokoh masyarakat setempat, kekecewaan warga terhadap kegiatan perkebunan PT CPN di Desa Wayau setelah PT Cakra karena tidak melibatkan warga dalam pengelolaan lahan yang dimulai sejak tahun 1992 itu.

Sedangkan lahan yang dikerjakan PT CPN pada saat itu, dulu merupakan lahan pertanian warga setempat. Selain tidak melibatkan warga dalam operasionalnya, warga merasa dirugikan akibat limbah pupuk dan zat kimia dari perkebunan tersebut.

"Ditambah lagi, PT CPN sejak beroperasi hingga sekarang tidak melakukan kewajiban kemitraan dengan membuat lahan plasma 20 persen dari luas lahan yang dikerjakan untuk masyarakat berdasar Permentan Nomor : 26/Permentan/OT.140/2/2007, tentang pedoman perijinan usaha perkebunan," tandas Fathurrahman.

Saturday, June 27, 2009

Warga Demo Bupati HSS

Sabtu, 30 Mei 2009 | 06:46 WITA

KANDANGAN, SABTU - Sekitar 1.000 warga Negara, Kecamatan Daha Utara, Selatan dan Barat Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan berunjuk rasa dengan turun ke jalan, Jumat (29/5). Mereka menolak perkebunan sawit di kecamatan itu, dengan alasan lahan itu masih produktif untuk berkebun palawija.

Massa datang dengan menumpang 11 truk dan empat mikrolet. Mereka memadati Lapangan Lambung Mangkurat, yang berseberangan dengan rumah dinas bupati. Warga berharap bisa menyampaikan langsung  aspirasi itu kepada Bupati HSS, Muhammad Safi'i.

Karena tidak berhasil bertemu dengan bupati, akhirnya massa bergerak ke Simpang Empat depan kantor DPRD dan Kantor Bupati HSS, dengan berjalan kaki, sambil meneriakan yel-yel menolak perkebunan sawit di Negara.

Massa menumpahkan kekesalannya dengan membakar kaos bergambar bupati dan wakilnya, yang sengaja dibentangkan sehingga jelas terlihat gambarnya.

Menurut warga, lahan pertanian sayuran dan buah-buahan yang menjadi andalan perekonomian warga kini dijadikan lahan perkebunan sawit yang hanya menguntungkan segelintir orang. "Karena itu, kami tidak ingin Negara dijual karena lahan pertanian di kecamatan itu  produktif. Selama ini warga memenuhi kebutuhan hidup dari hasil pertanian itu,"kata warga dalam tuntutannya.

Koordinasi aksi, Abu mengatakan, program kelapa sawit sekitar 60 ribu hektare mencerminkan penguasaan tanah oleh segelintir orang. Untuk proyek itu, pemkab mengeluarkan izin perkebunan sawit dengan luas lahan mencapai 20 ribu hektare di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Daha Utara, Selatan, dan Barat.

Menurutnya, hamper 80 persen warga kecamatan tersebut mengandalkan bertani palawija sebagai mata pencaharian.

Meski berlangsung tertib, banyaknya massa kemarin, membuat Polres HSS mengerahkan 200 anggotanya, untuk keamanan. Kapolres HSS AKBP Suherman Febrianto menyesalkan kepala daerah tak bersedia menemui massa untuk memberikan penjelasan mengenai program sawit tersebut. Namun, menurut informasi, Safi'i sedang di luar kota saat warga berunjuk rasa. Baik bupati maupun wakil bupati, telpon genggamnya tidak bisa dihubungi.

Kebun Sawit CPN Diprotes Warga

Jumat, 29 Mei 2009 | 06:20 WITA

TANJUNG, JUMAT - Konflik masalah lahan antara masyarakat dan perusahaan kembali terjadi di Kabupaten Tabalong. Sejumlah warga Desa Wayau, Tanjung, Kabupaten Tabalong memprotes pembukaan lahan kebun sawit oleh PT Cakung Permata Nusa (CPN) di desa itu.

Menurut warga, Desa Wayau tidak termasuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) atau lahan yang dikerjakan PT CPN. Dalam  peta wilayah usaha PT CPN hanya menyebutkan Desa Kambitin Raya.

Untuk itu, masyarakat meminta perusahaan mengembalikan lahan yang tidak termasuk dalam HGU tersebut dan menghentikan penebangan sebelum ada keputusan bersama.

"Saat pertemuan dengan perusahaan beberapa waktu lalu, perusahaan menyatakan siap menghentikan penebangan selama penentuan batas desa di wilayah usaha perusahaan," kata Kades Wayau, Saparin Anwar, Kamis (28/5).

Namun, setelah kesepakatan tersebut itu, perusahaan tetap melakukan penebangan hingga memicu emosi masyarakat. "Puncaknya terjadi Rabu, 20 Mei, warga kesal," katanya.

Informasi diperoleh, diduga karena tak mengindahkan kesepakatan itu, ratusan warga lengkap dengan senjata tajam berunjuk rasa ke perusahaan itu. Bupati Tabalong H Rachman Ramsyi didampingi Wakil Bupati H Muchlis  berusaha memfasilitasi pertemuan masyarakat dan perusahaan, Kamis (28/5), di Aula Pemkab Tabalong.

Untuk memperjelas persoalan HGU, hadir Kepala BPN Tabalong H Syarwani, Kadisbun Tabalong HMJ Saleh,  Camat, Kepala Desa setempat dan unsur muspida.

Bupati Tabalong Rachman Ramsyi menyatakan kurang mengetahui jelas wilayah usaha PT CPN, karena yang menerbitkan HGU perusahaan adalah BPN Pusat. "Pada waktu itu (2001) Pemkab Tabalong tidak dilibatkan," katanya.

Mengenai lahan PT CPN bisa masuk ke Desa Wayau, menurut  Rachman, kemungkinan karena melihat situasi tanah yang luas dan tidak ada yang menggarap, akhirnya diplot.

Sebelum dikerjakan, semestinya kata bupati perusahaan menosialisasikannya kepada masyarakat. Untuk mengatasi persoalan ini, menurutnya perlu dibentuk tim kecil terdiri dari dewan, tokoh masyarakat, pemerintah dan perwakilan masyarakat.

Friday, May 22, 2009

Kalsel Jajaki Ekpor Sawit ke Eropa

Rabu, 6 Mei 2009
BANJARMASIN – Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Idonesia (Gapki) Kalsel terus berupaya untuk meningkatkan kualitas ekspor, salah satunya dengan melakukan sosialisasi tentang rountable on sustainable palm oil (RSPO) yang menjadi salah satu syarat dari pembeli Eropa.

Diungkapkan Ketua Gapki Kalsel Sunardi Taruna, sekarang ini memang ada permintaan dari pembeli kawasan Eropa untuk melengkapi CPO dengan standarisasi yang mereka tetapkan yaitu sertifikasi RSPO, standar ini meliputi delapan prinsip dan 39 kriteria. “Standarisasi ini rencananya akan diterapkan 100 persen pada 2015. Untuk itu perlu kesiapan, karena hingga sekarang secara nasional baru ada satu perusahaan yang sudah melengkapi sertifikasi ini,” ungkap Sunardi Taruna di Hotel Arum Banjarmasin, kemarin.

Menurut dia, persoalan belum banyak perusahaan yang melengkapi sertifikasi karena masalah waktu yang sangat panjang untuk melengkapi berkas-berkas administrasi, yaitu antara satu hingga satu setengah tahun. Selain itu, masalah biaya yang masih sangat mahal sebesar USD 20 hingga USD 40 per hektar perkebunan sawit. “Biaya ini cukup besar dan perlu diperhitungkan kembali. Tapi mau tidak mau semua perusahaan harus memiliki standarisasi ini untuk masuk pasar Eropa. Karena itu kami juga terus melakukan sosialisasi, termasuk mendukung pelatihan sertifikasi RSPO yang dilakukan sekarang oleh Komisi Minyak Kelapa Sawit Indonesia,” tambahnya yang didampingi Haryono, Kepala Dinas Perkebunan Kalsel dan Karim Husein dari Komisi Minyak Kelapa Sawit Indonesia.

Hal senada diungkapkan Karim Husein dari Komisi Minyak Kelapa Sawit Indonesia. Diakuinya, persyaratan RSPO ini memang sangat berat karena memerlukan waktu yang tidak singkat, namun mau tidak mau harus dilakukan karena ini juga untuk membuktikan kalau produk Indonesia berasal dari produk yang ramah lingkungan.

“Secara bertahap nantinya semua perusahaan sawit harus memiliki standarisasi ini, sebab pasar Eropa menguasai 20 persen dari total ekspor Indonesia. Karena dinilai cukup merepotkan untuk ekspor CPO, maka sekarang ini fokus ekspor lebih ke Asia dan Timur Tengah,” tandas Karim Husein.

Friday, May 01, 2009

Nilai Ekspor Karet dan Sawit Kalsel Membaik

Kamis, 16 April 2009 | 13:16 WITA

BANJARBARU, KAMIS  - Nilai ekspor Kalimantan Selatan (Kalsel) kini mulai membaik jika dibandingkan dengan nilai ekspor yang sempat anjlok pada saat krisis global yang terjadi September 2008 lalu.

Hal itu dikemukakan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kalsel, Drs. H. Subardjo disela-sela "coffee morning" jajaran pemerintah provinsi (Pemprov) setempat di Banjarbaru (32 Km utara Banjarmasin), Rabu.

Ia mengungkapkan, pada tahun 2007 nilai ekspor Kalsel mencapai tiga miliar dolar Amerdika Serikat (AS) dan 2008 menjadi empat miliar dolar AS atau meningkat sekitar 30 persen dari tahun sebelumnya.

"Krisis global membawa dampak yang sangat kuat terhadap beberapa ekspor komoditi non migas Kalsel, seperti karet alam, saat terjadi krisis harganya di pasar dunia anjlok sampai satu dolar AS/Kg. Sebelum terjadi krisi mencapai 3,2 dolar AS/Kg," ungkapnya.

Namun keadaan tersebut berangsur membaik, karena harga karet saat ini juga sudah mulai menunjukkan geliat pasar yakni 1,64 dolar AS/Kg. Keadaan serupa terhadap beberap komoditi ekspor yang juga mulai membaik, seperti dari sektor perkebunan kepala sawit, hasil bumi batu bara, dan rotan.

Ia menyatakan, krisis global ternyata tidak berpengruh keras terhadap nilai ekspor Kalsel, pasalnya tujuan pasar dunia bukan negara Amerika, melainkan negara-negara Asia seperti China, Jepang, Korea, Singapura, dan lainnya.

Selain itu, pihak Disperindag Kalsel juga terus berupaya mengembangkan usaha menengah dan kecil. Sebagai salah satu contoh, usaha pengolahan tikar purun di Kabupaten Batola Kuala (Batola) telah mendapatkan bantuan sehingga mampu meningkatkan kualitas produksinya hingga ke tingkat layak ekspor, demikian Subarjo.

Peningkatan ekspor Kalsel tersebut didominasi produk pertambangan, seperti batu bara, serta karet alam dan minyak mentak sawit (CPO). "Coffee morning" jajaran Pemprov Kalsel secara rutin dijadwalkan sepakan sekali itu, juga dihadiri unsur Muspidaq Provinsi setempat.

3.000 KK Ajukan Plasma Sawit

Kamis, 16 April 2009
KANDANGAN,-  KANDANGAN – Ada penolakan sawit dari sedikit warga di Negara. Langsung disikapi serius oleh Dinas Kehutahanan dan Perkebunan. Selasa tadi, Dishutbun memfasilitasi jumpa pers antara PT SAM (subur agro makmur) dengan para wartawan. Tempatnya, dalam ruang kerja Kadishut Udi Prasetyo.

Dalam kesempatan itu, Pemkab HSS melalui Kadishutbun menjelaskan terkait kebijakan makro pemerintah daerah dilakukan di sana.

Menurut Kadishut, latar belakang dipilihnya kawasan Negara untuk pengembangan kelapa sawit adalah karena kondisi lahan di sana yang marginal dalam artian tidak di manfaatkan. Penggarapan lahan tersebut agar bermanfaat bagi masyarakat tentunya memerlukan dana yang tidak sedikit. Pemkab, sebutnya tidak mampu. Sehingga dari situlah ditawarkan kepada insvestor. Ternyata ada yang menyambutnya.

Harapan dari masuknya insvestor. Tentu untuk meningkatkan lahan. Dan tentunya untuk kesejahteraan masyarakat di sana. Pemkab HSS pun akhirnya memberikan kesempatan kepada insvestor itu untuk menggarapnya. “Secara prinsip sudah, masalah perizinan juga dipenuhi termasuk amdalnya,” kata Udi dalam kesempatan itu.

Dalam aturan bidang pertanian. Tak hanya perusahaan yang mendapat keuntungan. Masyarakat juga dilibatkan dengan sistem plasma. Biasanya sebanyak 20 persen dari luasan kebun. “Yang 20 persen itu, perusahaan (bergerak bidang perkebunan, red) se Indonesia pasti tahu. Dan wajib mematuhi,” katanya.

Menurut Udi Prasetyo, yang juga didampingi Kabid Budidaya Dishutbun Syaiful Bahri, sampai kini yang mengajukan permohonan untuk plasma sudah mencapai 3.000 KK dengan luasan lahan 6 ribu hektare. “Pemkab tidak mau ada perusahaan tapi membuat masyarakat diabaikan. Harapan pemkab HSS perusahaan jalan dan masyarakat jalan,” katanya.

Jumpa pers itu juga dihadiri Kabag Humas Maksum Nafarin, Camat Daha Utara Bahteransyah, Sekcam Daha Barat Kamidi dan perwakilan dari Kecamatan Daha Selatan. Lalu perwakilan perusahan PT SAM. (why)

>>>Utama:

Foto>>> CAMAT – Plt Camat Daha Barat Kamidi, Camat Daha Utara Bahteransyah dan perwakilan perusahaan.

Pembongkaran Jembatan Diketahui Camat

KANDANGAN – Terkait pembongkaran jembatan menuju Desa Bajayau Daha Barat menurut Pimpro PT SAM Laksono Budiyanto untuk memudahkan masuknya alat eksavator. Lantara alat berat tersebut dianggkut menggunakan ponton (sejenis kapal pengangkut, red).

“Jembatan yang dilewati terpaksa harus dibongkar. Dan itu sudah sepengetahuan pemerintah setempat,” katanya. Lalu jembatan tersebut akan diganti yang lebih mamadai. Sehingga itu juga sebagai jalan masuk menuju perkebunan.

Pengerjaan jembatan itu. Sudah ditunjuk kepada kontraktor lokal. Belum dibangunnya jembatan tersebut lantaran kontraktor menunggu muka air surut.

Terkait pembongkaran jembatan yang tidak sepengetahuan Camat setempat dibantah. Plt Camat Daha Barat Kamidi menegaskan bahwa pembongkaran itu memang sepengetahuan pihak kecamatan. “Bahkan RAB jembatan tersebut kami juga mempunyai,” sebut Kamidi.

Menurut Kamidi, pada umumnya masyarakat Daha Barat mendukung adanya perkebunan sawit. “Tapi memang tidak menutup mata satu dua orang yang menolak,” sebut Camat berkacama ini.

Sementara itu, Bupati HM Safi’i kepada sejumlah wartawan baru-baru tadi menegaskan bahwa kebijakan pemerintah daerah sektor perkebunan utamanya perkebunan sawit di Negara adalah melihat kondisi riil di lapangan.

Menurut Bupati, untuk mencari nilai tambah di kawasan tersebut. Harus diciptakan adanya perkebunan sawit. Ternyata ini direspon oleh perusahaan. Bupati optimis, bila semua dapat berjalan baik. Maka kawasan Negara akan mengalami pertumbuhan. Hal lain tentunya, bakal menciptakan peluang kerja yang luas bagi masyarakat. “Setelah kejayaan industri kayu berhenti. Masyarakat Negara banyak yang menganggur,” sebut Bupati yang juga asli warga Negara kepada sejumlah wartawan. (why)

Foto>>>Pimpro PT SAM Laksono Budiyanto

Serap Pekerja, Janjikan Tali Asih

Sementara itu, dari PT SAM yang menghadirkan pimpinan proyek Laksono Budiyanto mengatakan bahwa dari 21 ribu yang diusulkan, yang disetujui untu pengembangan sawit hanya 19.159 hektare.

Tanaman kepala sawit sebutnya, perlu kesuburan dan bukan tanaman air. Faktanya di Negara adalah kawasan berair. Pada musim tertentu tergenang akibat limpasan sungai Negara. “Bukan lahan rawa, tapi lahan yang kami garap adalah lahan limpasan dari Sungai Negara,” kata Laksono.

Perusahaan mereka, sebutnya dengan perhitungan bisnis. Akhirnya mencoba untuk menerapkan aplikasi teknologi kebun sawit di daerah itu. Biasanya, selama ini PT SAM (Astra Group) berkebun pada lahan-lahan mineral.

Membuktikan komitmen. Mulai Agustus 2008 PT SAM sudah melakukan operasional. Sekitar 36 eksavator diturunkan untuk melakukan pembuatan kanal. “Karena bukan tanaman air. Jadinya kami melakukan kanalisasi. Sehingga ketika musim hujan tidak kebanjiran. Lalu musim kemarau tersedia air. Bahasa teknisnya mengelola tata airnya dulu,” sebutnya.

Nah, saat penggarapan kanal inilah mulai muncul kendala teknis. Menurut Laksono, ada lahan yang ternyata bukan lahan kosong tanpa peradaban. Tapi dimiliki masyarakat, yakni perladangan atau pertanian. Laksono juga mengakui mereka tidak maksimal sosisaliasi dan silaturahmi dengan masyarakat. Mungkin pula saat acara sosialisasi ada yang tidak hadir. Lalu yang hadir tidak paham dan enggan bertanya.

Persoalan inilah yang akan dipecahkan mereka. Perusahaan siap memberikan kompensasi sesuai perhitungan bisnis. Lalu ada kerjasama berupa plasma dan fasilitasi modal lainnya. “Kami datang ke sana bukan bisnis murni. Tapi untuk berpartisipasi dalam pembangunan,” janjinya.

Bahkan, bisnis perkebunan ini juga jangka panjang. Sekitar 30 tahunan ke depan. Jumlah tenaga kerja yang dapat direkrut mencapai 17 ribu orang. Tentunya, ini dipriotaskan bagi masyarakat setempat. “300 orang yang menolak. Dibalik itu ada ribuan orang yang mengharapkan kami,” ungkapnya.

Kantor Perusahaan Sawit Diserbu Warga

Selasa, 14 April 2009 | 07:21 WITA

KANDANGAN, SELASA - Penolakan warga terhadap PT Subur Agro Makmur (SAM), perusahaan kelapa sawit yang akan membuka lahan di Kecamatan Daha, Hulu Sungai Selatan (HSS), semakin deras. Bahkan kali ini warga mendatangi kantor PT SAM di Desa Sungai Pinang Kecamatan fDaha Selatan, kemarin.

Kedatangan warga yang berjumlah sekitar 300 orang tersebut menuntut PT SAM menghentikan beroperasinya alat berat yang mengeruk lahan pertanian mereka. Bahkan mereka memberikan waktu sepuluh hari agar perusahaan menarik kembali alat beratnya.

Aksi yang dilakukan warga sempat membuat ketegangan setelah salah satu kaca kantor PT SAM pecah. Belum diketahui kerusakan tersebut apakah akibat pengrusakan atau faktor ketidak sengajaan.

Kapolres HSS AKPB SUherman melalui Kapolsek Daha Selatan Iptu Sudirman mengakui kejadian tersebut. Menurutnya kedatangan warga untuk meminta pihak PT SAM melakukan negoisasi terhadap beroperasinya alat berat tersebut. "Warga yang datang sekitar 300 orang lebih mereka datang untuk menuntut agar alat berat tidak lagi beroparasi," ujarnya.

Ditambahkan Sudirman kronologis kejadian berawal saat PT SAM berjanji datang untuk menenui warga terkait beroperasinya alat berat di lahan mereka di Desa Barus Jaya. "Namun saat pertemuan tidak ada satu pun perwakilan perusahaan yang datang, mereka lalu mendatangi kantor PT SAM," tambahnya.

Mengenai kaca yang pecah, Sudirman masih melakukan penyidikan apakah disengaja atau tidak. "Massa yang datang kan banyak jadi kemungkinan akibat desakan massa yang datang sehingga kaca ada yang pecah. Sementara dari pihak perusahaan belum memberikan komentar mengenai hal tersebut," katanya.

Sementara meski ditentang warga PT SAM masih nekat beroperasi. Bahkan kali ini mereka sudah mengerahkan alat berat untuk membuka lahan perkebunan sawit disana sejak beberapa hari terakhir.

"Kami tidak pernah memberi izin. Bahkan, saya dengar Pak Camat pun tak mengizinkan. Tapi pihak perusahaan berdalih sudah mengantongi izin Bupati," ujar Kepala Desa Badaun Kecamatan Daha Barat, Irwani mewakili warga.

Tidak hanya itu penolakan juga dilakukan warga, Kepala Desa dan tokoh masyarakat dengan membuat pernyataan sikap yang dituangkan dalam bentuk petisi yang ditandatangi warga,

Menurutnya penolakan pembukaan lahan sawit dilakukan karena  ruas jalan yang menghubungkan Nagara dengan Desa Bajayau, diputus dan dikeruk pihak PT SAM.

Akibatnya, jalan itu tak lagi bisa dipergunakan. Sehingga, warga dan tenaga pengajar yang ingin ke Desa Bajayau, terpaksa menggunakan jalur air yang relatif lebih lama.

Tidak hanya itu tiga aliran sungai terputus akibat tertutup jalan hasil pengerukan PT SAM. Akibatnya, para petani ikan kesulitan. Pengerukan dan pembuatan kanal juga dinilai banyak membuat lahan produktif milik warga menjadi korban.

"masa demi pembukaan lahan saja lahan kami juga harus dioambil padahal lahan tersebut sudah saya beri pagar namun ditabrak alat berat hingga hancur," kata Aliannor, dari Kelompok Tani Usaha Bersama yang lahannya di Siang Gantung.

Sementara belum ada komentar dari PT SAM. Heru Setiawan, Humas PT SAM yang ditemui enggan memberikan komentar.

Sebelumnya Kadishutbun HSS, Udi Prasetyo mengatakan proyek perkebunan kelapa sawit ini sudah berjalan sejak Desember 2007 lalu. Sebelum dikerjakan proyek ini sudah dilakukan identifikasi, pendataan dan kelayakan.

"Selain itu proyek ini pun sudah disetujui 300 kepala keluarga warga disana, sementara yang menolak proyek ini hanya sekitar 500 orang itu pun sebagian sudah menyatakan setuju sehingga proyek ini tetap kita jalankan," ujarnya.

Dalam proyek perkebunan kelapa sawit ini pihaknya telah menyediakan lahan seluas 300-500 hektar sementara pihak yang mengerjakan dari PT Subur Agro Makmur dan dan PT Subur Maju Makmur. "Dishutbun hanya sebagai penyedia lahan sementara dananya dari pihak perusahaaan," pungkasnya.

Thursday, March 19, 2009

Lahan Tidur Batola Ditanami Sawit

Selasa, 17 Maret 2009 | 19:30 WITA

BANJARMASIN, SELASA - Seratus hektar lahan tidur yang berada di Desa Kolam Kanan, Kacamatan Wanaraya, Kabupaten Batola ditanami 143 tanaman sawit. Penanaman itu merupakan kegiatan perdana revitalisasi lahan tidur yang digelar, Selasa (17/3) sekitar pukul 12.00 wita.

Kegiatan yang dihadiri Bupati Batola, Hasanuddin Murad ini, diselenggarakan oleh KUD Jaya Utama dan PT Kintap Jaya Wattindo Kalsel.

Dikatakan Kepala KUD Jaya Utama, Saptin Anwar Hadi, program ini rencananya dilakukan bertahap dengan memanfaatkan lahan seluas 4 ribu ha. "Dengan program tersebut warga bisa meningkatkan ekonominya, serta bisa memaksimalkan potensi lahan tidur yang masih belum dimanfaatkan dalam perkebunan plasma di Kalsel," katanya.

Petani Nagara Protes!

Sabtu, 14 Maret 2009 | 06:12 WITA

BANJARMASIN, SABTU - Sejumlah kelompok tani di Kecamatan Daha Selatan dan Daha Utara, Kabupaten Hulu Sungai sepakat menolak proyek perkebunan kelapa sawit. Alasannya lahan yang digunakan untuk menanam kelapa sawit itu berada di lahan produktif.

"Lahan yang digunakan pemerintah itu merupakan lahan pertanian palawija yang tiap tahunnya digunakan petani untuk menanam semangka,ubi jalar, kacang-kacangan, jagung, labu, cabe dan jenis sayuran lainnya,"kata Halidi, saat ke Kantor Redaksi BPost, Rabu (11/3), sambil membawa hasil pertemuan yang ditandatangani sejumlah petani tersebut.

Halidi kemarin mengaku mewakili kelompok tani dari kelompok tani Bina Tani, Usaha BAkti, Berkat Bersatu, Bina Mufakat, Berkat Cinta Bersama, Karya Bersama dan Ambahai. Kelompok tani tersebut, lahannya berada di Rai 1, 2, 10,17 dan 20. Menurutnya, lahan yang terkena proyek tersebut merupakan lahan kebun palawija dan tempat warga mencari ikan.

Mayoritas warga setempat hidup dari bertani, berkebun dan mencari ikan di lahan tersebut, sehingga lahan itu merupakan sumber mata pencaharian. Pembangunan kebun kelapa sawit yang dikerjakan oleh PT SAM itu, jelasnya tidak pernah disosialisasikan kepada warga pemilik lahan maupun masyarakat sekitarnya.

"Padahal data yang kami peroleh, dokumen analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan Hak guna Bangunan perusahaan itu belum masih dalam proses. Sementara alat beratnya sudah beroperasi dan menggusur lahan pertanian masyarakat dengan dibuatnya kanalkanal,"katanya.

Kesepakatan menolak proyek tersebut lanjutnya disepakati melalui rapat yang dilaksanakan pada 7 Maret 2009 di Desa Baruh Jaya, Kecamatan Daha Selatan. Rapat itu dihadiri anggota DPRD HSS, DInas Kehutanan dn Perkebunan, Dinas Perikanan dan Peternakan, Camat Daha Utara dan Selatan, Kades Baruh Jaya dan sejumlah anggota kelompok tani.

Kadishutbun HSS, Udi Prasetyo mengatakan proyek perkebunan kelapa sawit ini sudah berjalan sejak Desember 2007 lalu. Sebelum dikerjakan proyek ini sudah dilakukan identifikasi, pendataan dan kelayakan.

"Selain itu proyek ini pun sudah disetujui 300 kepala keluarga warga disana, sementara yang menolak proyek ini hanya sekitar 500 orang itu pun sebagian sudah menyatakan setuju sehingga proyek ini tetap kita jalankan," ujarnya dihubungi kemarin.

Dengan jumlah lahan tersebut lanjutnya berapa ribu orang bakal menyerap lapangan kerja. "Dengan demikian masa masih ada warga yang menolak proyek tersebut," lanjutnya.

Dalam proyek perkebunan kelapa sawit ini pihaknya telah menyediakan lahan seluas 300-500 hektar sementara pihak yang mengerjakan dari PT Subur Agro Makmur dan dan PT Subur Maju Makmur. "Dishutbun hanya sebagai penyedia lahan sementara dananya dari pihak perusahaaan," pungkasnya.

Wednesday, March 04, 2009

Petani Sawit Keluhkan Pelayanan Polres Tanbu

Senin, 26 Januari 2009 | 22:52 WITA

SATUI, SENIN - Abdul Tinus (52) Ketua Kelompok Tani Perkebunan Plasma PT Buana Karya Bakti (BKB) di Desa Sungai Danau Kecamatan Satui Kabupaten Tanah Bumbu, mengeluhkan kinerja Satreskrim Polres Tanbu dan Polsek Satui.

Menurutnya pengaduannya tentang penggunaan jalan perkebunan sawit dan pembabatan ratusan pohon sawit milik kelompoknya hingga kini tak ditindaklanjuti pihak Satreskrim Polres Tanbu. “Armada batubara tetap memakai jalan kebun dan ganti rugi ratusan pohon sawit tak jelas,” ujarnya menghubungi wartawan ini, Senin (26/1) melalui ponselnya kemarin.

Kanit Krimsus Satreskrim Polres Tanbu Ipda Sadono yang dikonfirmasi mengaku baru akan menertibkan penambang ilegal pekan depan. Sedangkan, Kapolres Tanbu melalui Kasatreskrim AKP Andi Adnan yang dikonfirmasi juga senada mengatakan pihaknya belum melakukan penertiban ilegal mining di Kecamatan Satui.   “Belum…belum mas, nanti tak kabari,” ujarnya, Senin (26/1).

Abdul Tinus kecewa karena Polsek Satui hanya menghentikan pengrusakan pohon sawit sejumlah 59 pohon, tanpa menghentikan pemakaian jalan kebun tersebut. “Karena itu pihaknya mengadu lagi ke Mapolres Tanbu,” ujarnya seraya menambahkan pengaduan itu sebulan yang lalu.

Menurut Tinus, pihak pemegang Kuasa Pertambangan PT Eradesa melalui subkonnya PT Biskon hingga kini tak pernah membicarakan pemakaian jalan kebun tersebut. Padahal aktivitas tambang disitu, kalau dijumlah sekitar 59 pohon yang tumbang karena tanahnya di tambang dan 178 pohon dibabat habis.

PT Smart Gelar Forum CSA

Rabu, 25 Februari 2009 | 09:58 WITA

?KOTABARU, RABU - Perusahaan perkebunan sawit atau PT Smart yang wilayah operasi berada di Kelumpang Hilir, Jabupaten Kotabaru, Kalsel yang merekrut banyak karyawan dan karyawati mengadakan forum Control Self Assessment (CSA), hari ini, Rabu (25/2).?  

Menurut Infomasi yang diperoleh BPost Online, selain Wakil Bupati Kotabaru, Fatizanolo S, juga ada beberapa undangan yang berhadir dalam acara tersebut.

Friday, February 20, 2009

Buka Hutan Buat Sawah

Friday, 09 January 2009 11:59 redaksi
KURAU - Warga Desa Tambak Karya, Kecamatan Kurau secara langsung meminta kepada Bupati Tala, Drs H Adriansyah agar mengijinkan membuka lahan baru persawahan sekitar kawasan hutan yang masih luas.

     Apalagi kawasan hutan yang dimaksud teramat dekat dengan areal persawahan warga setempat yang hanya dipisahkan dengan saluran irigasi.

     "Kami memohon bupati agar dapat memberikan ijin untuk membuka lahan sebelah persawahan untuk dijadikan lahan pertanian sawah," kata sejumlah warga dihadapan bupati saat yang sedang melakukan penatauan keberadaan saluran irigasi.

     Warga masyarakat Desa Tambak Karya Kecamatan Kurau beralasan jika lahan yang masih kawasan hutan tersebut dapat difungsikan menjadi lahan persawahan maka panen padi di Kecamatan Kurau akan semakin bertambah. Sehingga julukan Kurau salah satu lumbung padi terbesar akan semakin kuat.

     Menanggapi hal itu Bupati Tala, Drs H Adriansyah yang datang  bersama Kadiskimprasda Tala, HM Amin ST MSi, Kepala Dinas Pertanian dan TP Tala, Ir Agus Sektiyaji, serya Kabag Informasi Tala, Drs Sukamta MAP mengatakan, keinginan itu bagus.

     Namun, ujar bupati yang sering disapa Aad ini, selama ini masalahan saluran irigasi dan jalan usaha tani yang masih jadi kendala.

     "Mari kita selesaikan dulu persoalan saluran irigasi baru kita membahas keinginan untuk membuka lahan baru di hutan. Jika persoalan saluran irigasi pertanian ini sudah tuntas maka kita akan mudah berpikir untuk hal yang lain lagi," kata bupati.

     Sekedar diketahui lahan yang diinginkan masyarakat Desa Tambak Karya untuk dijadikan lahan pertanian adalah kawasan hutan yang membatasi persawahan warga desa.
     Diperkirakan kurang lebih 3 km kawasan tersebut sudah ada pantai hanya saja dilindungi pepohon bakau dan pohon lainnya sehingga pantai tak terlihat dari pandangan mata.c-18/elo

Thursday, February 19, 2009

Petani Sawit Merasa Kurang Beruntung

Tuesday, 06 January 2009 11:59 redaksi
BATULICIN - Kegembiraan para petani kebun kelapa sawit di Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu), Kalimantan Selatan dengan meningkatnya harga Tandan Buah Segar (TBS) tidak berlangsung lama, mereka merasa kurang beruntung akibat krisis global belum juga berakhir.

     "Harga tandan buah segar (TBS) hasil kebun kelapa sawit yang diharapkan para petani bisa kembali pulih belum juga terwujud. Kini justru semakin turun dari Rp800 menjadi Rp500 per kg," kata Simbolon (40), petani kelapa sawit dari Desa Karya Bakti, Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanbu, kemarin.

     Akibatnya, tidak sedikit petani sawit enggan memelihara hasil tanamanya. Sejak berlangsungnya krisis ekonomi global pada Oktober 2008, harga jual TBS belum menunjukan tanda-tanda pemulihan.

     Bibit kelapa sawit yang kembali berhasil ditanam diatas lahan puluhan hektar dibiarkan begitu saja. Selain tidak dipupuk, tanaman ini dibiarkan dari gangguan rumput yang tumbuh di sekelilingnya.   Termasuk dari gangguan serangan binatang liar seperti tikus dan babi hutan juga tidak dihiraukan. Mereka putus asa dengan gonjang ganjing harga TBS kelapa sawit yang tak kunjung membaik.

     "Ada sekitar 10 hektar bibit yang baru ditanam kami biarkan begitu saja. Selain modal habis, kami juga bingung bibit ini dikemanakan. Sementara, harga jual kelapa sawit tidak bisa diharapkan," jelas Simbolon.

     Rasa enggan petani muncul, akibat kekhawatiran yang sudah cukup mendalam. Tanaman kelapa sawit mau dirawat dengan baik dengan biaya relatif besar, namun ditakutkan harganya tak bisa pulih.

     Justru kerugian yang nilainya cukup besar akan ditanggung petani. Mengingat, mereka saat ini sudah merugi puluhan juta rupiah untuk mengolah lahan, pengadaan bibit dan juga pupukn yang telah disebarkan ke sejumlah tanaman tersebut.

     "Iya kalau harganya pulih. Kalau malah turun, kami rugi banyak. Ini saja sudah habis puluhan juta rupiah dan belum kembali modal. Dari pada beresiko, lebih baik biarkan dulu," ujarnya.

     Hal yang sama dikatakan petani sawit yang lain, Sarmani (36). Dia berencana beralih profesi akibat harga sawit yang tidak kunjung pulih.

     "Inginnya sih bekerja yang lain saja mas. Tapi, saya juga belum tahu. Mau tanam jagung atau lombok. Kalau musim ini juga belum bisa. Karena, modal juga sudah habis untuk menanam sawit kemarin," paparnya.an/mb03

Monday, February 16, 2009

Perusahaan Besar Sawit Kritis

Tuesday, 23 December 2008 09:55 redaksi

TANJUNG - Krisis ekonomi global sangat mempengaruhi perusahaan perkebunan sawit. Perusahaan besar perkebunan penghasil minyak goreng ini dalam kondisi kritis lantaran diprediksi hanya mampu bertahan enam bulan ke depan saja.

Kenyataan itu diakui Kepala Personalia PT Astra Agro Lestari (AAL) I, Nuriyanto."Kita belum tahun nasib setelah enam bulan ke depan," ujarnya ketika mengikuti sosialisasi UMP di Gedung Informasi Tanjung.

Kemungkinan terburuk, akan terjadi pengurangan tenaga kerja besar-besaran."Resiko paling buruk dengan terpaksa kita akan melakukan pengurangan tenaga kerja besar-besar," ujarnya sedih.

Diketahui, biaya produksi untuk 1 kilogram sudah mencapai Rp4.200 sedangkan nilai jualnya hanya Rp4.000. Dari nilai jual dibanding harga produksi perusahaan perkebunan sawit sudah mengalami kerugian Rp200 per kilogram.

"Bagi perusahaan perkebunan besar dengan jaringan luas mungkin masih bisa bertahan paling tidak enam bulan," terangnya. Apalagi perusahaan perkebunan kecil banyak yang sudah kolap.

PT AAL I yang memiliki dan mengelola perkebunan sawit di desa Hayub, Kecamatan Haruai adalah salah satu cabang dari Group Astra untuk bidang perkebunan. Perusahaan ini memiliki karyawan kurang lebih 400 orang.

Nuriyanto mengatakan kenaikan UMP sebenarnya tidak menjadi masalah bagi perusahaan jika kondisi perekonomian dunia baik dan harga sawit bisa kembali normal seperti sebelum krisis global.

"Dengan harga sawit dipasaran dunia sekarang ini, mampu bertahan saja sudah baik," pungkasnya.ale/elo