Thursday, November 27, 2008

Pemkab Sambut Revitalisasi Perkebunan

Rabu, 26 November 2008
UPAYA pembangunan di sektor perkebunan yang tengah dilakukan PTPN XIII tampaknya bakal melaju di jalur tol. Betapa tidak, program revitalisasi kelapa sawit dalam bentuk kerjasama inti plasma antara perusahaan dan masyarakat mendapat apresiasi positif Pemerintah Kabupaten Tanah Laut.

Bupati Tanah Laut H Adriansyah melalui sambutan tertulis yang dibacakan Wakil Bupati Drs H Atmari menyatakan, pihaknya menyambut gembira karena upaya tersebut merupakan salah satu upaya mensukseskan pembangunan sub sektor perkebunan.

“Pembangunan sub sektor perkebunan sangat menunjang pembangunan daerah dan nasional karena merupakan penunjang peningkatan ekspor non migas, disamping memperluas kesempatan kerja dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang pada akhirnya bertujuan secara tidak langsung mengurangi tingkat kemiskinan yang jumlahnya masih cukup besar,” beber Atmari.

Terlebih lanjut Wabup, pada kondisi perekonomian yang kurang menggembirakan pada saat sekarang sebagai akibat krisis ekonomi global yang sudah tentu berdampak pada pemutusan hubungan kerja seperti yang terjadi di beberapa daerah di Nusantara belakangan terakhir.

“Kondisi ini harus kita waspadai dengan lebih berupaya meningkatkan pembangunan sektor-sektor lainnya sebagai faktor penyeimbang, dimana sektor perkebunan merupakan salah satu basis ketahanan ekonomi kerakyatan terlebih perkebunan yang meghasilkan komoditi ekspor seperti kelapa sawit dan karet,” terang suami Hj Latifah Atmari ini.

Disisi lain tambah Wabup, komoditas kelapa sawit merupakan komoditi strategis karena banyak melibatkan masyarakat luas seperti petani, buruh tani, pekerja pabrik, penyedia jasa transportasi untuk mengangkut hasil perkebunan.

“Kepada masyarakat yang bermitra dengan PT Perkebunan Nusantara XIII agar benar-benar melaksanakan apa yang sudah disepakati bersama dan apabila ada permasalahan agar dapat diselesaikan secara musyawarah dan terus berkoordinasi dengan instansi terkait,” tandasnya. (bym)


PTPN XIII Buka Kebun Plasma Kelapa Sawit

Rabu, 26 November 2008
PELAIHARI,- Warga Desa Batu Tungku Kecamatan Panyipatan, Selasa (25/11) siang kemarin patut bersyukur. Pasalnya, PT Perkebunan Nusantara XIII untuk pertama kalinya telah membuka perkebunan sawit plasma program revitalisasi pola satu manajemen. Dengan kata lain, setelah dibukanya perkebunan kelapa sawit dengan mekanisme plasma inti ini, masyarakat memiliki peran dan keuntungan lebih dan tak perlu menjual lahannya kepada perusahaan.

“Masyarakat selain sebagai pemilik lahan, dia juga bisa berperan sekaligus menjadi karyawan. Jadi tak hanya pembagian keuntungan saja yang akan diperoleh warga, lebih dari itu mereka juga mendapatkan upah dari statusnya yang juga sebagai karyawan perkebunan,” ujar General Manager PTPN XIII, Ir H Sunardi R Taruna MS MBA saat disinggung keuntungan yang diperoleh warga melalui mekanisme inti plasma tersebut.

Dijelaskannya, pada tahap pertama program revitalisasi kelapa sawit ini, pihaknya mencanangkan sedikitnya lebih kurang 2.000 hektare, dengan jumlah lokasi 9 desa berturut-turut Desa Batu Tungku I seluas 194 hektare, Batu Tungku II 106 hektare, Kandangan Lama 150 hektare, Bumi Asih 150 hektare, Sukaramah 100 hektare, Pantai Linuh 150 hektare, Desa Tanjung Kecamatan Bajuin seluas 256 hektare, Sebuhur 140 hektare, dan Desa Batu Mulia 50 hektare.

“Semua ada di empat kecamatan yakni Kecamatan Panyipatan, Kecamatan Pelaihari, Kecamatan Bajuin, dan Kecamatan Batu Ampar. Namun jumlah itu tersebut cenderung akan bertambah seiring meningkatnya permintaan dari masyarakat. Jadi pada prinsipnya bagi kami PTPN XIII sangat terbuka, jika masyarakat minta maka kami akan buka,” tegas Sunardi.

Sementara persyaratan menjadi plasma beber Sunardi terbilang mudah. Hal itu lantaran pihaknya mengaku terbuka bagi petani manapun asalkan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan untuk mempermudah proses berikutnya.

“Satu orang memiliki minimal 4 hektare dengan 2 sertifikat. Pendaftarannya melalui KUD baru kemudian KUD melanjutkannya ke PTPN XIII. Intinya semuanya agar mempermudahkan pola satu manajemen dalam perkebunan tersebut,” ujarnya. (bym)

Didukung Pabrik Pengolahan Berkapasitas 60 ton TBS per jam

Rabu, 26 November 2008
PERKEBUNAN kelapa sawit di wilayah kerja PT. Perkebunan Nusantara XIII (Persero) tampaknya akan kian berkembang pesat. Prediksi pesatnya perkembangan perkebunan kelapa sawit PTPN XIII ini lantaran didukung pabrik pengolahan sawit berkapasitas 60 ton tandan buah segar (TBS) per jam atau tipe sedang.

General Manager PTPN XIII, Ir H Sunardi R Taruna MS MBA mengatakan saat ini proses pembangunan pabrik tersebut sudah memasuki tahapan proses tender. “Direncanakan awal 2009 sudah mulai dibangun, dan awal 2010 sudah lepas atau beroperasi,” ujarnya.

Dijelaskannya pembangunan pabrik senilai Rp 80 miliar tersebut akan dibangun di lokasi eks pabrik gula Kabupaten Tanah Laut. Dengan begitu, Sunardi mengaku dalam waktu yang tidak lama lagi pihaknya tak perlu lagi mengirim bahan baku sawit ke Sinas Mas di Kecamatan Kintap karena produksi sawit dari perkebunan milik PTPN XIII sebanyak 100 ton per hari sudah terakomodir perngolahannya di pabrik yang baru dibangun tersebut.

“Kita berdoa saja, mudah-mudahan semua proses pembangunannya berjalan lancar,” tandasnya. (bym)

Sunday, November 16, 2008

Lahan Sawit Batola Rambah Kapuas

Sabtu, 15-11-2008 | 07:21:23

KUALAKAPUAS, BPOST - Tim Pembina Batas Daerah (TPBD) Kabupaten Kapuas, menemukan indikasi adanya perambahan batas wilayah oleh PT Agri Bumi Sentosa (ABS), sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Kabupaten Barito Kuala, Kalsel.

Berdasarkan inventarsasi yang dilakukan TPBD di lapangan belum lama ini, dugaan perambahan wilayah Kapuas itu terjadi pada dua kecamatan, yakni Kecamatan Kapuas Murung dan Pulau Petak. Ini ditandai dengan temuan sejumlah patok bercat merah yang dipasang oleh pihak perusahaan.

Disebutkan, kawasan yang patut diduga telah dirambah itu meliputi wilayah Handil Puntik Kelurahan Palingkau Lama Kecamatan Kapuas Murung, Handil Banama dan Handil Kakawang di Desa Palambang Kecamatan Pulau Petak, serta Handil Badandan Desa Narahan Kecamatan Pulau Petak.

Dalam melakukan inventarisasi, tim mengaku kesulitan karena pihak pekerja lapangan yang ketika itu mereka temui tidak mau memperlihatkan peta izin lokasi. "Tapi kami sudah meminta pihak perusahaan agar sementara waktu menghentikan aktivitasnya di kawasan itu sebelum masalah ini diselesaikan," ujar sekretaris TPBD Kapuas Lesmiriadi.

Sejauh ini, lahan yang diduga dirambah itu belum diketahui secara detil total luasannya. Namun berdasar pengukuran sementara yang dilakukan melalui pengukuran koordinat GPS, luasan 'daerah abu-abu' itu diperhitungkan mencapai 15 kilometer persegi.

Selain dugaan perambahan wilayah oleh perusahaan, tim yang mulai bekerja sejak 20 Oktober-20 November 2008 itu juga menemukan adanya sejumlah tugu tapal batas kedua kabupaten dari dua provinsi bertetangga ini yang ditempatkan tak sesuai.

"Setidaknya ada enam pilar yang kami temukan posisinya tidak sesuai dengan berita acara pemasangan patok batas. Tiga ada di Handil Puntik (pilar 53, 54, dan 55) dan tiga lainnya di Handil Pantang Baru pada pilar 56, 57, dan 58," timpal Lesmiriadi yang saat itu didampingi Kasubag Kependudukan, Agraria dan Kerja Sama, Budi Kurniawan.

Bahkan seperti di Handil Puntik, sebut Budi, mereka mendapati pilar 55 berada pada jarak sekitar 2.000 meter dari as sungai. Padahal sebagaimana berita acara, posisi pilar semestinya berada pada jarak 9.000 meter dari as sungai.

Garis batas Kalsel dan Kalteng di wilayah Batola-Kapuas tercatat memiliki panjang lebih kurang 130 kilometer. Batasannya meliputi wilayah kecamatan Kapuas Kuala, Kapuas Timur, Kapuas Hilir, Pulau Petak, dan Kapuas Murung. Di perbatasan itu telah telah terpasang 60 pilar batas utama (PBU) yang dibangun secara bertahap pada 1994-1998.
    Terkait posisi PBU yang tidak sesuai dengan letaknya, Lesmiriadi menyatakan akan mengoordinasikannya dengan Pemprov Kalteng untuk diselesaikan bersama Pemprov Kalsel, termasuk upaya  penyelesaian dugaan perambahan wilayah oleh perusahaan perkebunan di kawasan tersebut.
    "Kami yakin kesalahan ini karena pihak ketiga yang menjadi pelaksana saat pemasangan patok kurang diawasi. Ini mengingat medannya yang sulit dicapai," imbuhnya.

Tuesday, November 11, 2008

Perkebunan Sawit Diduga Merambah Kawasan Hutan

Selasa, 4 November 2008
PELAIHARI – Proyek pembukaan lahan untuk perkebunan sawit di Desa Pamalongan Kecamatan Pelaihari diduga masuk kawasan hutan. Menurut informasi warga setempat sebut saja Jatmiko, pembukaan lahan ribuan hektare tersebut diduga masuk kawasan hutan yang notabene dilindungi undang-undang.

Saat berita ini dikonfirmasi, Kepala Dinas Kehutanan Ir Aan Purnama MP di ruang kerjanya, Senin (3/11) siang kemarin mengaku pihaknya sudah menerima laporan tersebut. Kendati begitu pihaknya belum melakukan pemeriksaan ke lapangan.

“Kita baru saja mau mengecek langsung ke lapangan, apakah benar masuk kawasan hutan atau tidak. Intinya kita akan melakukan pengecekan terhadap lokasi yang diduga terambah oleh proyek pembukaan perkebunan sawit tersebut, dan jika memang benar demikian kita akan menertibkannya,” ujarnya.

Menurut Aan, perlu pembuktian lebih lanjut untuk untuk mengecek kebanaran laporan warga tersebut. “Karena memang kita tahu tidak sedikit orang yang tidak tahu apakah itu masuk kawasan hutan apa tidak. Dan rencana kita mengecek ke lapangan ini juga merupakan langkah sosialisasi dari Dinas Kehutanan kepada warga dan perusahaan yang melakukan pembukaan lahan di areal tersebut,” ungkapnya.

Pada prinsipnya, Aan mengaku tak akan mempersulit investor dalam melakukan usahanya di Kabupaten Tanah Laut. “Dengan klarifikasi ini justru kita ingin memberikan kepastian hukum dan jaminan usaha kepad investor, intinya kami hanya ingin meluruskan informasi ini,” ujarnya.

Menurut Aan, pihaknya harus bertindak lebih cermat terkait izin usaha perkebunan sawit di Kabupaten Tanah Laut. Pasalnya jika proyek tersebut harus merambah hutan sangat disayangkan lantaran tidak sedikit bahaya yang ditimbulkan akibat pembukaan areal perkebunan sawit secara besar-besaran.

“Idealnya perkebunan kelapa sawit itu diselingi pepohonan, karena jika hanya sawit saja, kerusakan lahan akibat itu bisa lebih parah, diantaranya bisa mengakibatkan bencana banjir, dan kekeringan akibat tidak adanya air yang tersimpan di dalam tanah. Untuk memperbaiki kondisi lahan yang rusak akibat itupun membutuhkan waktu cukup lama, misalkan perkebunannya berusia 25 tahun, maka upaya perbaikannya juga membutuhkan waktu sedikitnya 25 tahun juga,” ujarnya. Untuk itu pihaknya tetap akan melakukan pengecekan kelapangan untuk memastikan sekaligus sosialisasi kawasan hutan. (bym)


Tuesday, November 04, 2008

Harga Sawit Rp350 Tiap Kilogram

Kamis, 23 Oktober 2008 01:58 redaksi

PARINGIN - Nasib petani sawit rupanya tidak berbeda dengan penyadap karet. Di Kabupaten Balangan, sejak dua pekan terakhir harga TBS (tandan buah segar) di tingkat petani hanya dihargai Rp. 350 sampai Rp.400 perkilogram.

"Itu pun, masih harus dikurangi Rp.100 tiap kilo, sehingga pendapatan bersih petani Rp.250 saja tiap kilo," tutur Kurnain, pengepul sawit yang ditemui di Desa Sumber Rejeki, Kecamatan Juai, Senin (20/10).

Kurnain mengatakan, harga tersebut diperoleh setelah pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) yang berada di Kabupaten Tabalong menurunkan harga beli ke pengepul menjadi Rp.625 setiap kilogram TBS. "Sebab harga sawit dari pabrik turun, tentu kami juga menurunkan harga beli dari petani," kilahnya.

Semenjak harga sawit terus merosot, produksi TBS petani turut anjlok lantaran sebagian besar petani tak mampu beli pupuk. "Padahal, pupuk adalah kebutuhan utama untuk meningkatkan produksi," kata Kurnain.

Dia menilai, penurunan harga sawit di tingkat petani saat ini benar-benar "terlalu", mengingat pada bulan Agustus 2008 harga masih bertengger pada kisaran Rp.1.900 setiap kilogram. "Jatuhnya, sejatuh-jatuhnya," ungkap Kurnain.

Petani sawit yang memang tidak pernah bisa ikut menentukan harga, hanya pasrah menerima keadaan. Padahal belum lama berselang, biaya angkut dari kebun ke pabrik meningkat dari Rp.120 menjadi Rp.130 perkilogram TBS. Kenaikan ini dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan bakar minyak beberapa waktu lalu.

"Makin berat bagi petani karena mereka harus menanggung biaya produksi dan angkutan sekaligus," jelas Kurnain. Apalagi, perusahaan pembeli TBS kelapa sawit umumnya membeli di pabrik, bukan di kebun.

Terdesak Kebutuhan

Ashari, petani asal Desa Tigarun, Kecamatan Juai mengatakan, meski harga sawit terjun bebas, untuk sementara dia tetap akan menjualnya. "Terdesak kebutuhan," katanya. Ashari memiliki sehektare kebun kelapa sawit.

Dia mengungkapkan, produksi setiap satu hektar saat ini rata-rata 1,5 ton TBS perbulan. Jika harga jual Rp350 perkilogram, hasil penjualan yang dia dapat Rp.525 ribu setiap bulan.

Jumlah itu, masih harus dipotong biaya produksi, panen dan angkutan yang mencapai 40 persen dari hasil penjualan kotor. Uang yang masuk dompet Ashari pun rata-rata hanya 60 persen dari hasil penjualan kotor, atau Rp 315 ribu saja.

"Uang segitu tiap bulan harus irit seperti apalagi. Beli pupuk jelas tidak sanggup. Beli benih apalagi," ujarnya. Sebagai catatan, Kabupaten Balangan, sesuai data BPS (Badan Pusat Statistik), pada 2007 mampu memproduksi sawit sebanyak 39.630 ton. Angka ini diperkirakan bakal menurun pada 2008 karena sebagian petani sawit mandiri di sejumlah desa di Kecamatan Juai masih enggan membeli benih.

Warga Tolak Alihfungsi Perkebunan Sawit

Jumat, 17 Oktober 2008 11:34 redaksi

TANJUNG - Hampir seluruh desa dari tujuh desa yang ada di Kecamatan Banua Lawas merasa keberatan dengan rencana Pemkab Tabalong mengalihfungsikan perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan.

Empat desa sudah mengeluarkan pernyataan penolakan atas rencana tersebut. Pernyataan menolak kebijakan pemerintah itu, disampaikan sejumlah perwakilan warga kepada Mata Banua di Tanjung, Kamis (16/10).

Empat orang perwakilan warga, Muhammad dari perwakilan warga Desa Hapalah, Marjuni dari perwakilan warga Desa Bangkiling dan Hamli dari Desa Bangkiling Raya serta Iwan dari Desa Talan dengan didampingi Community Organizer Walhi Kalsel, Rachmat Mulyadi (Abu Sya'yap) rencananya menyerahkan pernyataan penolakan warga atas rencana itu ke Kantor Pemkab Tabalong.

"Walaupun sudah mengantongi ijin lokasi perkebunan dari Bupati Tabalong, namun warga masyarakat tidak pernah dimintai pesetujuan. Saat ini pihak Astra melalui PT Cakung Permata Nusa 2 (PT CPN 2) sudah mulai melakukan pembukaan lahan," ujar Muhammad, perwakilan warga Desa Hapalah Kecamatan Banua Lawas.

Salah satu poin yang menjadi alasan penolakan warga adalah dikarenakan perekebunan kelapa sawit akan mengancam pertanian dan kedaulatan warga atas tanah yang telah dilindungi dan dijamin dalam UU pokok Agraria tahun 1960.

"Kalau pemerintah tidak memperhatikan sikap warga ini, tidak tertutup kemungkinan akan ada aksi massa menuntut pemerintah untuk membatalkan rencana sepihak itu," ujar Rachmat dari Walhi.

Anggota DPRD Tabalong dari Fraksi PAN, H Tarsi mengakui memang permasalahan itu sudah pernah dibicarakan dan dibahas di DPRD Tabalong.

"Namun setahu saya DPRD belum pernah memberikan persetujuan atas rencana itu. Kalau rencana itu dilaksanakan tanpa persetujuan DPRD, harusnya ada langkah untuk meninjau kembali rencana tersebut," terangnya.

Sementara LSM Langsat Tanjung melalui ketuanya, Erwan Susandi SE menilai adalah hak masyarakat Banua Lawas menolak atau menerima dan bukan DPRD dan Pemkab yang menentukan dibuka atau tidaknya perkebunan kelapa sawit itu.

Oleh karena itu, aktivis muda Tabalong itu meminta kepada perusahaan untuk menahan diri. Karena menurutnya sosialisasi per-desa belum selesai. Masyarakat Desa Talan dampingan LSM LangsaT tidak pernah diajak penentuan batas.

"Ingat kesepakatan pengukuran patok areal antara masyarakat dengan pemerintah belum dilaksanakan. Jadi tolong, seperti pengerjaan yang mengakibatkan air sungai keruh dihentikan," tandasnya.