Sabtu, 30 Mei 2009 | 06:46 WITA
KANDANGAN, SABTU - Sekitar 1.000 warga Negara, Kecamatan Daha Utara, Selatan dan Barat Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan berunjuk rasa dengan turun ke jalan, Jumat (29/5). Mereka menolak perkebunan sawit di kecamatan itu, dengan alasan lahan itu masih produktif untuk berkebun palawija.
Massa datang dengan menumpang 11 truk dan empat mikrolet. Mereka memadati Lapangan Lambung Mangkurat, yang berseberangan dengan rumah dinas bupati. Warga berharap bisa menyampaikan langsung aspirasi itu kepada Bupati HSS, Muhammad Safi'i.
Karena tidak berhasil bertemu dengan bupati, akhirnya massa bergerak ke Simpang Empat depan kantor DPRD dan Kantor Bupati HSS, dengan berjalan kaki, sambil meneriakan yel-yel menolak perkebunan sawit di Negara.
Massa menumpahkan kekesalannya dengan membakar kaos bergambar bupati dan wakilnya, yang sengaja dibentangkan sehingga jelas terlihat gambarnya.
Menurut warga, lahan pertanian sayuran dan buah-buahan yang menjadi andalan perekonomian warga kini dijadikan lahan perkebunan sawit yang hanya menguntungkan segelintir orang. "Karena itu, kami tidak ingin Negara dijual karena lahan pertanian di kecamatan itu produktif. Selama ini warga memenuhi kebutuhan hidup dari hasil pertanian itu,"kata warga dalam tuntutannya.
Koordinasi aksi, Abu mengatakan, program kelapa sawit sekitar 60 ribu hektare mencerminkan penguasaan tanah oleh segelintir orang. Untuk proyek itu, pemkab mengeluarkan izin perkebunan sawit dengan luas lahan mencapai 20 ribu hektare di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Daha Utara, Selatan, dan Barat.
Menurutnya, hamper 80 persen warga kecamatan tersebut mengandalkan bertani palawija sebagai mata pencaharian.
Meski berlangsung tertib, banyaknya massa kemarin, membuat Polres HSS mengerahkan 200 anggotanya, untuk keamanan. Kapolres HSS AKBP Suherman Febrianto menyesalkan kepala daerah tak bersedia menemui massa untuk memberikan penjelasan mengenai program sawit tersebut. Namun, menurut informasi, Safi'i sedang di luar kota saat warga berunjuk rasa. Baik bupati maupun wakil bupati, telpon genggamnya tidak bisa dihubungi.