Jumat, 08 Desember 2006
Jakarta, Kompas - Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla menyatakan, perbankan nasional harus lebih berani mengambil risiko mengucurkan kredit untuk pengembangan lahan kelapa sawit. Upaya ini untuk mengejar target Indonesia sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia pada tahun 2008.
Penegasan ini disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla, saat membuka seminar nasional mengenai kelapa sawit dan deklarasi Dewan Minyak Sawit Indonesia di Denpasar Bali, Kamis, (7/12).
Dalam kesempatan itu, Wapres menyaksikan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Mendiknas Bambang Sudibyo dan Mentan Anton Apriyantono soal Peningkatan Kompetensi Sumber Daya Manusia Pertanian dalam rangka Pengembangan Agrobisnis Perkebunan.
Pemerintah dan berbagai pihak terkait harus memiliki komitmen untuk meningkatkan industri minyak kelapa sawit Indonesia. Di antaranya, mencapai target menjadi produsen terbesar di dunia pada tahun 2008.
Saat ini posisi Indonesia adalah produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Padahal negara tetangga itu tidak memiliki lahan seluas Indonesia. "Saya yakin hal itu akan tercapai," tambah Wapres.
Saat ini minyak sawit dunia 85 persennya dihasilkan oleh Indonesia dan Malaysia. Untuk meningkatkan produksi minyak sawit Indonesia, tambah Wapres, pemerintah telah mencanangkan program revitalisasi perkebunan kelapa sawit, kakao dan karet.
Proyek revitalisasi kelapa sawit itu ditargetkan mencapai luas satu juta hektar, untuk mendukung program bioenergi (biodisel dari minyak sawit). "Minyak sawit merupkan sumber makanan dan energi, jadi pasti permintaan tak akan berkurang," kata Wapres.
Dibutuhkan keyakinan
Yang dibutuhkan saat ini adalah keyakinan. Apabila tidak punya keyakinan, maka akan sulit perhitungannya. Konsultannya juga bingung, kapan kembalinya internal rate of return (IRR/tingkat suku bunga pengembalian) yang menguntungkan.
"Kita tinggal bekerja dengan serius. Jika bunga sudah tetap, lahan juga sudah ada, orang juga ada, insinyur juga banyak. Apalagi yang kurang, yaitu kerajinan yang kurang. Jika kerajinan juga tidak ada, apalagi yang dipunyai bangsa ini?" tanya Kalla
Oleh sebab itu sistem perbankan nasional harus siap bekerja lebih berani. Dana yang ada jangan hanya diputar di sektor keuangan saja, tetapi juga harus dialirkan ke sektor produktif. Dengan demikian sektor riil bisa bekerja dengan baik.
Disiapkan dua juta hektar
Sementara itu, Mentan Anton Apriyantono mengatakan, untuk revitalisasi pengembangan lahan, pemerintah telah menyiapkan 2 juta hektar lahan.
"Petani dan pekebun wajib membayar bunga kredit investasi sebesar 10 persen selama masa pembangunan, yaitu lima tahun untuk minyak kelapa sawit, dan untuk kakao, serta karet selama 7 tahun. Dengan demikian selisih bunga antara bunga komersial dan bunga perbankan menjadi beban pemerintah," kata Anton.
Menurut Anton, untuk mendukung pembiayaan pengembangan revitalisasi lahan perkebunan dan energi nabati, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mendukung penyediaan subsidi. Bunga yang dikenakan sesuai dengan Peraturan Menkeu No. 117 Tahun 2006. (har)
No comments:
Post a Comment