Sunday, February 04, 2007

Gunakan PE CPO untuk Litbang Produk Sawit

Selasa, 30 Januari 2007
Jakarta, Kompas - Pemerintah sebaiknya mengembalikan dana pungutan ekspor minyak sawit mentah atau CPO untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit nasional. Cara ini dinilai lebih efektif untuk mengembangkan industri kelapa sawit dari hulu hingga hilir daripada menaikkan pungutan ekspor atau menetapkan kuota ekspor CPO.

"Pungutan ekspor (PE) CPO seharusnya dikembalikan untuk penelitian dan pengembangan (litbang) industri kelapa sawit, promosi, serta pembangunan infrastruktur. Nilai PE CPO kami perkirakan sudah melebihi Rp 6 triliun," kata Ketua Bidang Pemasaran Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Susanto didampingi Ketua Bidang Riset dan Lingkungan Hidup Gapki Daud Dharsono di Jakarta, Senin (29/1).

Tahun 1998 hingga 2000 pemerintah menetapkan PE CPO sebesar 60 persen dengan harga patokan ekspor 160 dollar AS per ton dan dana yang terkumpulkan sedikitnya Rp 6 triliun. Sejak tahun 2006, pemerintah menurunkan PE menjadi 1,5 persen dengan harga patokan ekspor fluktuatif mengikuti harga CPO di Rotterdam (Belanda) dan Kuala Lumpur (Malaysia).

Menurut Susanto, industri hilir seperti industri olein, minyak goreng, dan sabun memiliki kapasitas terpasang sekitar 22 juta ton per tahun. Akan tetapi, kemampuan menyerap CPO untuk diolah menjadi produk turunan baru sekitar 9 juta ton, sisanya diekspor.

"Kami mengekspor CPO karena industri hilir nasional belum efisien untuk mengolah CPO. Pemerintah jangan membuat kebijakan yang menakutkan investor," kata Susanto.

Ketenangan investor

Di tempat terpisah, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, mengatakan, pemerintah harus dapat membuat kebijakan prioritas. Kebijakan yang tidak stabil hanya akan membuat investor yang sudah menanamkan modalnya di Indonesia kabur. Kebijakan yang paling efektif saat ini adalah sistem insentif untuk pengembangan industri hilir. Peningkatan nilai tambah tidak sekadar diperoleh dengan memproduksi CPO di dalam negeri.

Menurut Faisal, pengusaha pasti akan langsung terjun ke industri hilir jika ada potensi keuntungan di sana dan pemerintah mendukungnya dengan kepastian peraturan. Demikian juga sebaliknya, sekeras apa pun usaha pemerintah mendorong pengusaha terjun ke industri hilir, tanpa dukungan stabilitas aturan, mereka tidak akan berinvestasi.

"Menghapus pungutan ekspor dan memberikan insentif fiskal pada produk kelapa sawit sejak hulu hingga hilir akan memberikan nilai tambah. Misalnya, lapangan kerja meningkat, pertumbuhan teknologi industri kelapa sawit, dan berbagai dampak positif lainnya," kata Faisal. (ham)

No comments: