Selasa, 15 Mei 2007
Jakarta, Kompas - Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution menegaskan, pihaknya tetap akan menyidik para pengusaha minyak kelapa sawit atau CPO yang nakal meskipun ada jaminan perlindungan dari pemerintah. Hal itu disebabkan prinsip penyidikan adalah tidak membeda-bedakan wajib pajak.
"Jadi, kalau memang tidak bermasalah, untuk apa kami melakukan penyidikan. Pada prinsipnya, semua berdasarkan self assessment (pelaporan berbasis pengakuan wajib pajak)," ujar Darmin di Jakarta, Senin (14/5).
Menurut Darmin, pengusaha harus melaporkan volume CPO yang dijual di dalam negeri dan yang diekspor dengan benar. Hal itu diperlukan karena harga jual CPO yang dipasarkan di dalam negeri lebih rendah dibandingkan dengan ekspor sehingga memengaruhi laba, dan pada akhirnya berdampak pada tinggi rendahnya pajak terutang.
"Kami tahu, volume CPO yang dijual di pasar dalam negeri hanya 15 persen dari total produksi. Dengan demikian, jangan tiba-tiba mereka mengaku bahwa penjualan di dalam negerinya mencapai separuh dari total produksi (dengan maksud mengurangi laba kena pajak) karena kami tidak akan percaya itu," katanya.
Harga CPO
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Akmaluddin Hasibuan mengatakan, pengusaha membutuhkan payung hukum program stabilisasi harga minyak goreng sebagai wujud kebersamaan produsen dan pemerintah.
Payung hukum dibutuhkan karena saat ini produsen CPO dan minyak goreng mendiskon harga jual produknya jauh di bawah harga pasar untuk menstabilkan harga minyak goreng curah di pasar dalam negeri.
Saat ini harga CPO di pasar lokal berkisar Rp 6.630-Rp 6.650 per kilogram franko Belawan atau Dumai. Sementara mulai Senin kemarin, produsen CPO harus memasok kepada produsen minyak goreng pada harga Rp 5.700 per kg agar konsumen dapat membeli minyak goreng curah dengan harga Rp 6.500-Rp 6.800 per kg. (OIN/HAM/han/ita)
No comments:
Post a Comment