Tuesday, December 18, 2007

Sidang RSPO ke V Siap Buktikan CPO Ramah Lingkungan

Selasa, 20 November 2007

 

Kuala Lumpur, Kompas - Para pemangku kepentingan kelapa sawit siap melawan kampanye yang menentang kelapa sawit mentah atau CPO dan produk turunannya. Mereka siap membuktikan CPO dan produk turunannya ramah lingkungan.

Hal itu akan dibahas dalam Roundtable on Suistainable Palm Oil (RSPO) V di Kuala Lumpur, Malaysia, yang dimulai hari ini, Selasa (20/11). Menurut Ketua Panitia Pelaksana Sidang RSPO ke V Teoh Cheng Hai, Senin di Kuala Lumpur, RSPO menyiapkan prinsip dan kriteria pengelolaan minyak sawit lestari sejak tahun 2005.

Beberapa perusahaan, yang telah menguji coba standar RSPO dalam usahanya, akan membagi pengalamannya. Perusahaan itu, antara lain Synergy Drive Berhad (Malaysia), SMART Tbk (Indonesia), dan Agropalma Group (Brasil). Jika lolos sertifikasi, produk mereka layak mendapat harga lebih mahal dari produk serupa di pasar global.

Sebanyak 530 peserta dari 30 negara mewakili pemangku kepentingan kelapa sawit hadir dalam RSPO V, mewakili pemangku kepentingan kelapa sawit.

Ada delapan pihak yang merupakan pemangku kepentingan minyak sawit, yaitu perkebunan, industri pengolahan minyak sawit, pedagang, industri manufaktur produk konsumsi, pengecer, perbankan, investor lingkungan, sampai lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Saat ini, kampanye menentang CPO dan produk turunannya semakin gencar, terutama di pasar Eropa dan Amerika Serikat.

Para aktivis lingkungan hidup mengklaim rangkaian proses produksi CPO merusak lingkungan. Yaitu, mengubah hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. Mereka mengajak konsumen memboikot produk yang mengandung CPO dan tidak berbelanja di tempat yang memperdagangkannya.

Selain menyosialisasikan pengelolaan minyak sawit lestari, RSPO juga akan mengumumkan lembaga penyedia jasa sertifikasi produk minyak sawit lestari. Ada dua lembaga yang sudah siap menyertifikasi, namun identitasnya baru akan diungkap pada pertemuan RSPO.

Pemasok terbesar

Indonesia dan Malaysia sangat berkepentingan dengan penerapan pengelolaan minyak sawit lestari karena keduanya memasok hampir 87 persen produksi CPO dunia pada tahun 2006. Kontribusi Indonesia 15,9 juta ton dan Malaysia 15,8 juta ton.

Wakil Ketua Bidang Usaha Perkebunan Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Daud Dharsono mengatakan, Indonesia menyiapkan 120 indikator dalam penerapan standar pengelolaan kelapa sawit yang berkelanjutan. Mulai 1 Desember 2007, para pemangku kepentingan kelapa sawit yang mampu menerapkannya akan disertifikasi.

"Untuk tahap awal, indikator ini bisa dipakai pihak-pihak yang secara sukarela mau menerapkannya," ujar Daud.

Namun, perusahaan lain harus belajar untuk menerapkannya. "Sebab, untuk jangka panjang sertifikat pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan akan menjadi tuntutan pasar," kata Daud. (Hamzirwan dari Malaysia)

No comments: