Senin, 1 Juni 2009 | 06:21 WITA
TANJUNG, SENIN - Konflik kepemilikan lahan antara warga Desa Wayau, Tanjung, Kabupaten Tabalong dengan PT Cakung Permata Nusa (CPN) terus berlanjut. Warga meminta PT CPN menghentikan seluruh kegiatan perkebunannya di desa itu, karena diduga tidak termasuk lahan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan tersebut.
Berdasarkan HGU yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor:27/HGU/BPN/2001, 10 Oktober 2001, yang kemudian diperpanjang pada 2005 dengan Nomor:98/HGU/BPN/2005, 8 Juni 2005 disebutkan, objek HGU milik PT CPN ada di Desa Kambitin Raya, Kecamatan Tanjung.
"Faktanya, kegiatan perkebunan PT CPN juga ada di Desa Wayau seluas 592,67 hektare. Warga meminta perusahaan menghentikan kegiatan perkebunannya yang tidak masuk izin HGU itu," kata Fathurrahman, warga Wayau, Minggu (31/5).
Dasar tuntutan wargat diperkuat dengan kesepakatan dari masing-masing kepala desa dan tokoh masyarakat yang lahannya berbatasan dengan Desa Wayau yaitu Desa Kambitin Raya, Desa Garunggung (Pangi) dan Desa Bentot (Kalimantan Tengah).
Hal itu sesuai SK Tim Gabungan Provinsi Nomor:04/KPTS/TIM GAB/1982, tentang Penunjukan dan Penetapan Batas Peta Situasi Jalur Pelacakan Kalselteng.
Sesuai SK Tim Gabungan Provinsi, batas Desa Wayau adalah dari Sungai Muara Raan ke Muara Duyung sampai ke Sungai Kepala Duyung (batas Desa Wayau dengan Desa Garunggung).
Selanjutnya, dari Gunung Rinjan hingga Jalan Gerobak (Gunung Suya) menuju kuburan umum trans blok A (batas Desa Wayau dan dengan Desa Kambitin Raya) serta Jalan Fhilipine (batas Desa Wayau dengan Desa Bentot).
"Dengan demikian, HGU yang menjadi dasar kegiatan perkebunan PT CPN diduga salah alamat selama 17 tahun dari tahun 1992 (pertama beroperasi) sampai sekarang," kata Fathurrahman, dibenarkan Kepala Desa Wayau, Saparin Anwar.
Menurut cerita tokoh masyarakat setempat, kekecewaan warga terhadap kegiatan perkebunan PT CPN di Desa Wayau setelah PT Cakra karena tidak melibatkan warga dalam pengelolaan lahan yang dimulai sejak tahun 1992 itu.
Sedangkan lahan yang dikerjakan PT CPN pada saat itu, dulu merupakan lahan pertanian warga setempat. Selain tidak melibatkan warga dalam operasionalnya, warga merasa dirugikan akibat limbah pupuk dan zat kimia dari perkebunan tersebut.
"Ditambah lagi, PT CPN sejak beroperasi hingga sekarang tidak melakukan kewajiban kemitraan dengan membuat lahan plasma 20 persen dari luas lahan yang dikerjakan untuk masyarakat berdasar Permentan Nomor : 26/Permentan/OT.140/2/2007, tentang pedoman perijinan usaha perkebunan," tandas Fathurrahman.
No comments:
Post a Comment