Selasa, 03 Oktober 2006 01:08:53
DENGAN dua kali tebasan batang bambu berwarna hijau yang memanjang itu, putus. Dengan cekatan lelaki yang menebas bambu tadi membersihkannya dari daun dan ranting, kemudian menumpuknya dengan bambu yang telah ia bersihkan.
Sabri, lelaki itu, berpuluh tahun menjadi penebang bambu. Dari hasil penjualan bambu itulah, lelaki setengah abad ini, bisa mengasapi dapur rumah dan menghidupi istri dan sembilan anaknya.
"Kini, lima anak saya sudah berkeluarga, tinggal empat anak saja di rumah yang masih saya biayai, mereka semua masih sekolah," tutur lelaki bertubuh ceking ini.
Selain menjual bambu, warga Desa Halunuk, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, ini terkadang menanam padi gunung (buyung).
Bambu didapatkan Sabri dari hutan lereng gunung sekitar kawasan Halunuk dan Lumpangi. Sebelum dijual dipotong-potong dulu hingga membentuk re’eng. Setelah dipotong lalu diikat. Satu ikatan terdapat sekitar 20 buah re’eng.
"Seikat harganya antara Rp4.000 sampai Rp4.500,-, biasanya pengumpul datang pakai truk ke sini untuk membelinya kepada kita," ujar Sabri yang ditemui BPost saat asyik memotong-motong bambu yang baru ditebang.
Namun jangan sangka bambu yang ia tebang itu gratis. Sabri membelinya dari seorang warga asli Suku Dayak setempat pemilik tanah.
"Semua lereng gunung yang lebat hutannya ini ada pemiliknya, kami biasa membeli bambu dari pemiliknya, harganya satu kelompok tanaman bambu Rp60 ribuan," ujar Sabri.
Satu kelompok tanaman bambu di lereng gunung jumlahnya sampai 30-an batang. Selain dijual sebagai potongan re’eng, bambu Loksado ini juga dijual mentah tanpa dipotong atau biasa disebut lanting.
Bambu itu ia bawa lewat jeram. Bagi warga yang menggunakan jeram biasanya penjual bambu yang berada di daerah pelosok yang kesulitan infrastruktur jalan darat.
Setelah dialirkan lewat jeram biasanya akan berhenti di daerah Kandangan Hulu, Kecamatan Kandangan Kota. Di daerah inilah dikenal daerah para pengumpul bambu yang siap dijual ke daerah lain di Kalsel dan luar Kalsel. ahmad arya
Copyright © 2003 Banjarmasin Post
No comments:
Post a Comment