Wednesday, April 04, 2007

Sawit Di PLG

Jumat, 23 Maret 2007 04:39
TAJUK

BELUM lagi rehabilitasi dan revitalisasi eks proyek lahan gambut (PLG) di Kalteng dimulai, protes terhadap kelanjutan megaproyek yang dihentikan di era pemerintahan Presiden BJ Habibie itu mulai menggema.

Kabar masuknya sejumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit di lokasi itu, menjadi penyulut utama kalangan pecinta lingkungan di Bumi Tambun Bungai mengkritisi kelanjutan proyek tersebut.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng mencatat, saat ini 13 perusahaan perkebunan besar (PBS) sawit yang mendapatkan izin berinvestasi di eks lokasi PLG.

Anehnya, 13 perusahaan itu mengincar eks PLG di Kapuas sebagai perkebunan sawit. Padahal, Kapuas merupakan lumbung padi Kalteng dan di kabupaten ini pula Presiden Susilo Bambang Yudhyono mencanangkan kelanjutan rehabilitasi dan revitalisasi eks PLG.

Jika 13 perusahaan itu jadi berinvestasi, budidaya pertanian padi eks PLG di Kabupaten Kapuas kemungkinan tidak ada tempat lagi. Bahkan, bisa jadi perkebunan sawit itu merembet ke kawasan pertanian yang sudah ada.

Mengapa. Di lokasi itu pemerintah hanya mencanangkan 300 ribu hektare lahan untuk budidaya pertanian. Sedangkan izin yang telah dikeluarkan Pemkab Kapuas untuk perkebunan kepala sawit sekitar 317 hektare.

Memang, lahan eks PLG cukup luas mencapai 1,4 juta haktare. Tapi, Presiden Yudhoyono mengizinkan hanya 300 hektare untuk budidaya pertanian. Sementara sisanya seluas 1,1 haktare tak boleh diganggu gugat, karena akan dijadikan kawasan konservasi.

Direktur Eksektif Walhi Kalteng Satriadi memperkirakan, izin yang diperoleh 13 perusahaan perkebunan sawit tersebut sebelum pemerintah pusat mengeluarkan keputusan revitalisasi dan rehabilitasi eks PLG.

Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang pun langsung bereaksi atas temuan itu. Ia memerintahkan bupati untuk menginventarisasi 13 perusahaan yang telah mendapatkan izin untuk berinvestasi di eks PLG tersebut.

Keinginan pecinta lingkungan hidup agar pemerintah meninjau kembali perizinan perkebunan kelapa sawit di eks PLG, patut dipertimbangkan. Memang, di satu sisi masuknya investasi membuka lapangan usaha baru dan menjadi sumber devisa bagi daerah. Namun dampak di sisi lain harus dipikirkan.

Apalagi menurut Koordinator Wetlands Internasional Kalimantan, lahan gambut kurang cocok untuk perkebunan kelapa sawit. Memerlukan biaya mahal, karena membutuhkan perlakuan khusus agar sawit tetap subur.

Tentu semua tak menginginkan perusahaan hanya melakukan kavling lahan, sementara janji investasi tak terlaksana. Kalau itu terjadi, pemerintah tak bisa memaksakan kehendak agar perusahaan itu segera beroperasi. Mencabut izin itu kembali, tentu tak mudah karena memerlukan proses panjang dan berbenturan dengan persoalan hukum.

Tentu pemerintah daerah tak ingin kasus pengalihan izin yang telah didapat perusahaan asing sebagaimana terjadi di sejumlah kawasan perkebunan kelapa sawit di Kalteng seperti Seruyan dan Kotawaringin Timur (Kotim), kembali terjadi.

Jika ingin investasi kelapa sawit tetap ada di kawasan itu, pemerintah daerah sebaiknya menginventarisasi kembali lokasi yang cocok untuk tanaman itu sehingga pertanian tanaman pangan yang merupakan tujuan utama pembukaan PLG tetap punya tempat.

No comments: