Saturday, June 02, 2007

Kebijakan DMO Mundur

Sabtu, 02 Juni 2007

Pembahasan soal Mekanisme Kontrol Belum Tuntas

Jakarta, Kompas - Pemerintah menunda satu sampai dua minggu kebijakan kewajiban pasokan minyak sawit mentah (CPO) untuk memenuhi pasar dalam negeri (DMO). Penundaan ini berkaitan dengan belum selesainya pembahasan mekanisme kontrol kebijakan DMO itu di tingkat menteri.

Menteri Pertanian (Mentan) Anton Apriyantono, Kamis (31/5), seusai meresmikan Dewan Minyak Sawit Indonesia di Jakarta, mengungkapkan, karena pelaksanaan program stabilisasi harga juga mengalami kemunduran, pemerintah memutuskan untuk memberikan toleransi waktu pelaksanaan DMO.

Dalam pembahasan di tingkat menteri, selain mempersiapkan kebijakan DMO dengan matang, muncul juga pemikiran pemberlakuan tarif ekspor atau pajak ekspor, seperti yang selama ini dilakukan Malaysia. Kelebihan tarif atau pajak ekspor itu nantinya dialokasikan untuk pengembangan industri minyak sawit. Namun, mekanisme penganggarannya berbeda dengan Malaysia.

Tetap menyiapkan

Meskipun penerapan kebijakan itu tertunda, Departemen Pertanian telah menyiapkan payung hukum dan formula bagi implementasi DMO. Formula itu tertuang dalam Keputusan Mentan Nomor 339/2007 tentang CPO untuk Kebutuhan Dalam Negeri guna Stabilisasi Harga Minyak Goreng Curah. Keputusan Mentan tertanggal 31 Mei 2007 ini berlaku khusus untuk pasokan CPO bagi industri minyak goreng dalam negeri bulan Mei dan Juni 2007, dan berlaku surut 1 Mei 2007.

Dalam Keputusan Mentan disebutkan, pasokan CPO dalam rangka stabilisasi harga minyak goreng curah untuk bulan Mei 2007 sebesar 97.525 ton dan Juni 2007 sebesar 102.800 ton.

Jaminan CPO wajib dipenuhi perusahaan perkebunan minyak sawit di Indonesia, baik anggota Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) maupun non-anggota Gapki. Oleh perusahaan perkebunan, CPO dikirim ke pabrik minyak goreng anggota Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia dan Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia untuk diolah menjadi minyak goreng dengan rasio 1 kg CPO menjadi 1 kg minyak goreng.

Penyerahan CPO ke pabrik dilakukan dengan harga menurun secara bertahap sampai harga akhir sebesar Rp 5.700 per kg, termasuk PPN sebesar 10 persen. Harga itu adalah harga di lokasi pabrik minyak goreng yang telah ditentukan.

Pemerintah juga menugasi Gapki melakukan koordinasi menentukan alokasi CPO ke pabrik minyak goreng dan mengawasi jumlah penyerahan CPO dari perusahaan perkebunan. Gapki juga wajib melaporkan tugas pelaksanaan kepada Mentan dengan tembusan kepada Menko Perekonomian, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara BUMN.

Laporan pelaksanaan program dianggap sah apabila diaudit oleh akuntan publik. Perusahaan perkebunan yang tidak melaksanakan keputusan ini dikenai sanksi administrasi.

Pendapatan ekspor

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Kamis (31/5), yang ditemui di Kantor Kepresidenan di Jakarta, mengemukakan, untuk menstabilkan harga minyak goreng di dalam negeri, keuntungan ekspor harus dikelola bersama. Saat ini ekspor minyak goreng Indonesia lebih besar daripada yang dikonsumsi di dalam negeri.

"Jadi ada keuntungan juga dari ekspor dengan harga yang tinggi. Sekarang bagaimana kita mengimbangi keuntungan dari ekspor tersebut untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng dalam negeri. Hal ini memerlukan koordinasi yang baik antara produsen, prosesor, dan bagaimana menjualnya di dalam negeri," ujarnya.

Dalam upaya menjaga stabilitas harga minyak goreng di dalam negeri ini, tengah dilakukan koordinasi interdepartemen dengan membentuk tim teknis. Tim teknis ini sedang membahas regulasi yang tepat untuk menjaga keadaan yang terjadi sekarang. (mas/inu)

No comments: