Kamis, 23 Oktober 2008 01:58 redaksi
PARINGIN - Nasib petani sawit rupanya tidak berbeda dengan penyadap karet. Di Kabupaten Balangan, sejak dua pekan terakhir harga TBS (tandan buah segar) di tingkat petani hanya dihargai Rp. 350 sampai Rp.400 perkilogram.
"Itu pun, masih harus dikurangi Rp.100 tiap kilo, sehingga pendapatan bersih petani Rp.250 saja tiap kilo," tutur Kurnain, pengepul sawit yang ditemui di Desa Sumber Rejeki, Kecamatan Juai, Senin (20/10).
Kurnain mengatakan, harga tersebut diperoleh setelah pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) yang berada di Kabupaten Tabalong menurunkan harga beli ke pengepul menjadi Rp.625 setiap kilogram TBS. "Sebab harga sawit dari pabrik turun, tentu kami juga menurunkan harga beli dari petani," kilahnya.
Semenjak harga sawit terus merosot, produksi TBS petani turut anjlok lantaran sebagian besar petani tak mampu beli pupuk. "Padahal, pupuk adalah kebutuhan utama untuk meningkatkan produksi," kata Kurnain.
Dia menilai, penurunan harga sawit di tingkat petani saat ini benar-benar "terlalu", mengingat pada bulan Agustus 2008 harga masih bertengger pada kisaran Rp.1.900 setiap kilogram. "Jatuhnya, sejatuh-jatuhnya," ungkap Kurnain.
Petani sawit yang memang tidak pernah bisa ikut menentukan harga, hanya pasrah menerima keadaan. Padahal belum lama berselang, biaya angkut dari kebun ke pabrik meningkat dari Rp.120 menjadi Rp.130 perkilogram TBS. Kenaikan ini dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan bakar minyak beberapa waktu lalu.
"Makin berat bagi petani karena mereka harus menanggung biaya produksi dan angkutan sekaligus," jelas Kurnain. Apalagi, perusahaan pembeli TBS kelapa sawit umumnya membeli di pabrik, bukan di kebun.
Terdesak Kebutuhan
Ashari, petani asal Desa Tigarun, Kecamatan Juai mengatakan, meski harga sawit terjun bebas, untuk sementara dia tetap akan menjualnya. "Terdesak kebutuhan," katanya. Ashari memiliki sehektare kebun kelapa sawit.
Dia mengungkapkan, produksi setiap satu hektar saat ini rata-rata 1,5 ton TBS perbulan. Jika harga jual Rp350 perkilogram, hasil penjualan yang dia dapat Rp.525 ribu setiap bulan.
Jumlah itu, masih harus dipotong biaya produksi, panen dan angkutan yang mencapai 40 persen dari hasil penjualan kotor. Uang yang masuk dompet Ashari pun rata-rata hanya 60 persen dari hasil penjualan kotor, atau Rp 315 ribu saja.
"Uang segitu tiap bulan harus irit seperti apalagi. Beli pupuk jelas tidak sanggup. Beli benih apalagi," ujarnya. Sebagai catatan, Kabupaten Balangan, sesuai data BPS (Badan Pusat Statistik), pada 2007 mampu memproduksi sawit sebanyak 39.630 ton. Angka ini diperkirakan bakal menurun pada 2008 karena sebagian petani sawit mandiri di sejumlah desa di Kecamatan Juai masih enggan membeli benih.
No comments:
Post a Comment