Tuesday, November 11, 2008

Perkebunan Sawit Diduga Merambah Kawasan Hutan

Selasa, 4 November 2008
PELAIHARI – Proyek pembukaan lahan untuk perkebunan sawit di Desa Pamalongan Kecamatan Pelaihari diduga masuk kawasan hutan. Menurut informasi warga setempat sebut saja Jatmiko, pembukaan lahan ribuan hektare tersebut diduga masuk kawasan hutan yang notabene dilindungi undang-undang.

Saat berita ini dikonfirmasi, Kepala Dinas Kehutanan Ir Aan Purnama MP di ruang kerjanya, Senin (3/11) siang kemarin mengaku pihaknya sudah menerima laporan tersebut. Kendati begitu pihaknya belum melakukan pemeriksaan ke lapangan.

“Kita baru saja mau mengecek langsung ke lapangan, apakah benar masuk kawasan hutan atau tidak. Intinya kita akan melakukan pengecekan terhadap lokasi yang diduga terambah oleh proyek pembukaan perkebunan sawit tersebut, dan jika memang benar demikian kita akan menertibkannya,” ujarnya.

Menurut Aan, perlu pembuktian lebih lanjut untuk untuk mengecek kebanaran laporan warga tersebut. “Karena memang kita tahu tidak sedikit orang yang tidak tahu apakah itu masuk kawasan hutan apa tidak. Dan rencana kita mengecek ke lapangan ini juga merupakan langkah sosialisasi dari Dinas Kehutanan kepada warga dan perusahaan yang melakukan pembukaan lahan di areal tersebut,” ungkapnya.

Pada prinsipnya, Aan mengaku tak akan mempersulit investor dalam melakukan usahanya di Kabupaten Tanah Laut. “Dengan klarifikasi ini justru kita ingin memberikan kepastian hukum dan jaminan usaha kepad investor, intinya kami hanya ingin meluruskan informasi ini,” ujarnya.

Menurut Aan, pihaknya harus bertindak lebih cermat terkait izin usaha perkebunan sawit di Kabupaten Tanah Laut. Pasalnya jika proyek tersebut harus merambah hutan sangat disayangkan lantaran tidak sedikit bahaya yang ditimbulkan akibat pembukaan areal perkebunan sawit secara besar-besaran.

“Idealnya perkebunan kelapa sawit itu diselingi pepohonan, karena jika hanya sawit saja, kerusakan lahan akibat itu bisa lebih parah, diantaranya bisa mengakibatkan bencana banjir, dan kekeringan akibat tidak adanya air yang tersimpan di dalam tanah. Untuk memperbaiki kondisi lahan yang rusak akibat itupun membutuhkan waktu cukup lama, misalkan perkebunannya berusia 25 tahun, maka upaya perbaikannya juga membutuhkan waktu sedikitnya 25 tahun juga,” ujarnya. Untuk itu pihaknya tetap akan melakukan pengecekan kelapangan untuk memastikan sekaligus sosialisasi kawasan hutan. (bym)


No comments: