Senin, 22 September 2008 12:37 redaksi
Lahan rawa yang dulunya dipenuhi hutan galam di beberapa kawasan Margasari, Kecamatan Candi Laras Selatan (Kabupaten Tapin) kini disulap dijadikan areal perkebunan skala besar kelapa sawit. Bibit sawit sebelum ditanam di beberapa lahan yang sudah disiapkan (fot:mb/dok)
INDONESIA dan Malaysia yang selama ini sering berseberangan kali ini bergandeng tangan dalam upaya menangkal isu miring seputar kelapa sawit yang dinilai merusak lingkungan dan bahkan membuat punahnya orang utan.
Kedua menteri pertanian negara serumpun sepakat melancarkan kampanye pro kelapa sawit di Eropa dengan mengadakan pertemuan segitiga dengan anggota Parlemen Eropa di gedung Parlemen Eropa di Brussel baru-baru ini.
Rombongan Menteri Pertanian Anton Apriyantono dan Menteri Industri Perladangan dan Komoditi Malaysia Datuk Peter Chin juga mengadakan kunjungan ke Denhaag dan mengelar konperensi dunia mengenai kelapa sawit, "World Sustainable Palm Oil Conference", di Royal Garden Hotel London.
Konferensi dunia yang bertemakan The Road Ahead for Sustainable Palm Oil berlangsung selama sehari penuh itu digelar oleh Dewan Palm Oil Malaysia bersama Institute Asian Strategis and Leadership Malaysian palm Oil Council dan dilanjutkan dengan joint press conference.
Menteri Pertanian Anton Apriyantono kepada koresponden Antara London mengatakan Indonesia dan Malaysia sepakat memberikan informasi yang tepat kepada dunia mengenai kelapa sawit.
"Kami merasa banyak sekali hal-hal yang dirasakan negatif mengenai minyak kelapa sawit," ujar Anton yang penah belajar di Universitas Reading, Inggeris. Menurut menteri, minyak kelapa sawit banyak keuntungannya dan juga bagi Indonesia maupun Malaysia menjadi komoditi yang sangat penting.
Indonesia dan Malaysia merupakan pemasok minyak kelapa sawit terbesar dunia termasuk ke Eropa yang mencapai sekitar 85 persen. Indonesia pada 2007 mampu menghasilkan 16,9 juta ton minyak kelapa sawit dan Malaysia memproduksi 15,82 juta ton minyak sawit. Sementara lebih dari lima juta tenaga kerja terlibat di perkebunan kelapa sawit mulai menanam, mengelola dan sampai memasyarakatkan.
Bahkan bisa mencapai lebih dari 11 juta tenaga kerja yang dapat diserap, belum lagi devisa Negara yang diperoleh dari minyak kelapa sawit. "Kami merasa banyaknya hal-hal yang negatif karena kesalahpahaman belaka, tapi mungkin ada juga unsur-unsur persaingan," ujarnya.
Untuk itu, Malaysia dan Indonesia sejak tahun lalu aktif melakukan kampanye bersama dengan mendatangi beberapa negara, institusi dan juga melakukan dialog dengan pengusaha untuk menjelaskan duduk perkara yang sesungguhnya.
Misi yang kali ini diharapkan akan membawa manfaat dan dapat melakukan berbagai rancangan bersama dengan Indonesia, ujar Menteri Industri Perladangan dan Komoditi Malaysia Datuk Peter Chin. Peter Chin mengatakan Indonesia memproduksi kelapa sawit lebih besar dari pada Malaysia dan untuk itu kerjasama sangat penting.
"Kita tidak melihat ini suatu persaingan," ujar Datuk Peter Chin. Menurut Anton, dari berbagai pertanyaan yang disampaikan dalam konferensi telah terjadi pergeseran dan banyak yang lebih paham mengenai keuntungan kelapa sawit.
Punah
Berbeda dengan apa yang ditudingkan oleh berbagai LSM mengenai tanaman kelapa sawit yang dituding merusak lingkungan dan juga penyebab punahnya orang utan. Ada indikasi kemajuan mengenai pemahaman mengenai industri minyak kelapa sawit, ujarnya.
Diakuinya berbagai informasi yang tidak benar mengenai kelapa sawit diantaranya isu deforestasi sesuatu hal yang tidak benar, industri kelapa sawit merusak hutan. "Itu tidak benar," tegasnya menambahkan argumentasi total lahan atau daratan 190 juta hektar yang 130 hektar merupakan areal hutan.
Dari 130 juta hektar areal hutan itu sekitar 86 juta hektar masih utuh dan sisanya sudah tidak utuh lagi dan ini disebabkan bukan karena kelapa sawit melainkan lebih kepada ilegal loging.
"Untuk itu, kami punya pekerjaan rumah untuk menghutankan kembali lahan yang disebabkan illegal loging ini," tegasnya. Areal pertanian masih dibawah 40 juta hektar sementara kelapa sawit hanya menempati areal sebesar 6,3 juta hektar, dan bila dibandingkan sangat jauh pengunaan areal pertanian.
Menurut Anton, Departemen Pertanian sangat konsen dengan koservasi hutan dan kita dedikasikan sebesar 32,6 juta hektar sebagai hutan lindung yang digunakan perlindungan orang hutan dan juga hutan konservasi.
"Tidak benar isu deforestasi itu kalaupun terjadi merupakan tindakan ilegal dan mungkin dilakukan masyarakat karena batasan hutan yang tidak jelas dan adanya inisiatif masyarakat untuk menanam kembali hutan. Jusru kami menanam kembali hutan hutan yang sudah ditinggalkan," ujarnya.
Menurut Menteri tidak ada peraturan di Indonesia yang membuka hutan untuk menanam kelapa sawit kecuali hutan konversi yang memang didedikasikan untuk pertanian. Sementara itu Dubes RI untuk Kerajaan Inggeris Raya dan Republik Irlandia Yuri Octavian Thamrin mengatakan Konperensi dunia mengenai kelanjutan kelapa sawit ini merupakan forum yang baik untuk mengklarifikasi salah pengertian mengenai CPO.
Diakuinya CPO merupakan komoditas yang sangat strategis yang menghasilkan devisa bagi Indonesia dan Malaysia selain kedua Negara menjadi pengekspor terbesar di dunia menguasai 87 persen pasar global. Diharapkannya forum yang dihadiri lebih dari 500 peserta dari berbagai kalangan itu akan dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah secara kooperatif baik dari pihak LSM, pemerintah dan juga pengusaha dan juga para ahli.
Langkah gencar Indonesia melobi Uni Eropa berlanjut dan Menteri Pertanian tahun lalu bertemu pihak Komisi Eropa yang menangani masalah pembaharuan energi Uni Eropa dan pekan silam Indonesia dan Malaysia mengeluarkan Komunike Bersama.
Komunike bersama yang antara lain berisi sanggahan terhadap kampanye negatif soal kelapa sawit hanya berdasar data sekunder dan tidak berdasar studi ilmiah. Dalam akhir pertemuan, Indonesia dan Malaysia kembali menegaskan dan mendesak Parlemen Eropa untuk mau mendengar sikap Indonesia dan Malaysia.
Nampaknya usaha bersama Indonesia dan Malaysia ini akan dapat mengubah citra kelapa sawit yang banyak digunakan berbagai keperluan, apalagi industri sawit antara kedua negara serumpun yang bermula dari Afrika dan ditanam di Taman Botani Bogor, Indonesia sejak tahun 1848 punya sejarah panjang. (zeynita gibbon