Sabtu, 19 Agustus 2006 02:26:46
Jakarta, BPost - Sekitar 60 persen lahan perkebunan sawit milik Rascal Holding Limited di Kalteng, Sumsel dan Kaltim seluas 85.500 hektar senilai Rp125 miliar dibeli PT Indofood Sukses Makmur Tbk melalui anak usahanya PT Ivomas Pratama.
Penandatangan perjanjian jual beli bersyarat dengan pihak Rascal Holding Limited melalui PT Mentari Subur Abadi (MSA), PT Swadaya Bhakti Negaramas (SBN) dan PT Mega Citra Perdana (MCP) dilakukan di Jakarta, Rabu lalu.
Direktur Indofood Sukses Makmur, Mulyawan Tjandra mengatakan, pengambilalihan lahan itu sudah disesuaikan dengan strategi jangka panjang perusahaannya.
PT SMP merupakan hasil penggabungan enam anak perusahaan PT Indofood yang terdiri PT Intiboga Sejahtera (IBS), PT Bitung Menado Oil Industry (Bimoli), PT Sawitra Oil Grains (SOG), PT Pratiwimba Utama(PU) dan PT Gentala Artamas (GA).
Sedangkan Salim Invomas Pertama yang sahamnya 80 persen dimiliki Indoffod merupakan perusahaan perkebunan Kelapa Sawit PIT Intiboga Sejahtera (BS) yang bergerak dalam industri pengolahan kelapa sawit dan produk turunanya, Indofood menguasai 80 persen saham di Bimoli dan sisanya SOG 80 persen.
Rencana pengakusisian itu sendiri, menurut Mulyawan, lebih meningkatkan peran perusahaan dalam persaingan industri minyak goreng dan lemak nabati untuk meningkatkan penjualan.
"Disisi lain investasi ini merupakan strategi perseroan, mengingat industri perkebunan memiliki prospek usaha yang baik di masa datang." Katanya. JBP/pras
Kumpulan kliping WALHI Kalsel yang bersumber dari media massa di Kalimantan Selatan dengan issue perkebunan besar.
Saturday, August 19, 2006
Thursday, August 17, 2006
Disbun Unggulkan Kelapa Sawit
Radar Banjarmasin; Sabtu, 12 Agustus 2006
BANJARMASIN - Perkebunan kelapa sawit, agaknya tetap menjadi primadona unggulan perkebunan di Kalsel. Dari data Dinas Perkebunan (Disbun) Kalsel, keseluruhan luas perkebunan kelapa sawit sudah mencapai 173.392 hektare.
Jumlah ini terdiri dari Perkebunan Rakyat (PR) seluas 27.364 hektare atau 15,78 persen. Kemudian Perkebunan Besar Negara (PBN) seluas 2.844 atau 1,64 persen dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) seluas 143.184 atau 82,58 persen.
Perkebunan kepala sawit ini tersebar di Tabalong, Balangan, Hulu Sungai Selatan (HSS), Tanah Laut, Kotabaru, Tanah Bumbu, dan Banjar. Hal ini diakui Kepala Dinas Perkebunan Kalsel Haryono, melalui staf Bagian Perlindungan Tanaman Kehutanan, Suriansyah SP kepada wartawan koran ini, kemarin. "Kelapa sawit memang menjadi perkebunan unggulan Disbun," ujarnya.
Nah, saking diunggulkannya kepala sawit Disbun sengaja memamerkan potensi kelapa sawit pada Pameran Abdi Persada di Halaman Gedung Sultan Suriansyah yang direncanakan akan dibuka Gubernur Kalsel Rudy Ariffin, pagi ini.
Tak cuma menampilkan data-data, Disbun juga akan membawa kalapa sawit "asli" ke pameran tahunan yang merupakan rangkaian Hari Jadi Pemprov Kalsel.
Selain kepala sawit, Disbun akan menampilkan pula kelapa kopyor dan karet unggulan. Yang paling spesial, Dinas Perkebunan akan melakukan demo pembuatan minyak bio diesel dari tanaman Jarak Pagar. "Kita akan membawa mesin khususnya," ujar Divisi Desain dan Tata Ruang Stan Dinas Perkebunan itu.
Sementara itu kemarin, stan Dinas Perkebunan sudah rampung. Tak hanya memajang kelapa sawit dan kelaya, stan itu semakin asri dengan air terjun, air mancur dan berbagai tanaman hias. Maklum, stan Disbun pada Pameran Abdi Persada tahun 2005 lalu, menjadi Juara Pertama Sebagai Stan Terbaik.(pur)
BANJARMASIN - Perkebunan kelapa sawit, agaknya tetap menjadi primadona unggulan perkebunan di Kalsel. Dari data Dinas Perkebunan (Disbun) Kalsel, keseluruhan luas perkebunan kelapa sawit sudah mencapai 173.392 hektare.
Jumlah ini terdiri dari Perkebunan Rakyat (PR) seluas 27.364 hektare atau 15,78 persen. Kemudian Perkebunan Besar Negara (PBN) seluas 2.844 atau 1,64 persen dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) seluas 143.184 atau 82,58 persen.
Perkebunan kepala sawit ini tersebar di Tabalong, Balangan, Hulu Sungai Selatan (HSS), Tanah Laut, Kotabaru, Tanah Bumbu, dan Banjar. Hal ini diakui Kepala Dinas Perkebunan Kalsel Haryono, melalui staf Bagian Perlindungan Tanaman Kehutanan, Suriansyah SP kepada wartawan koran ini, kemarin. "Kelapa sawit memang menjadi perkebunan unggulan Disbun," ujarnya.
Nah, saking diunggulkannya kepala sawit Disbun sengaja memamerkan potensi kelapa sawit pada Pameran Abdi Persada di Halaman Gedung Sultan Suriansyah yang direncanakan akan dibuka Gubernur Kalsel Rudy Ariffin, pagi ini.
Tak cuma menampilkan data-data, Disbun juga akan membawa kalapa sawit "asli" ke pameran tahunan yang merupakan rangkaian Hari Jadi Pemprov Kalsel.
Selain kepala sawit, Disbun akan menampilkan pula kelapa kopyor dan karet unggulan. Yang paling spesial, Dinas Perkebunan akan melakukan demo pembuatan minyak bio diesel dari tanaman Jarak Pagar. "Kita akan membawa mesin khususnya," ujar Divisi Desain dan Tata Ruang Stan Dinas Perkebunan itu.
Sementara itu kemarin, stan Dinas Perkebunan sudah rampung. Tak hanya memajang kelapa sawit dan kelaya, stan itu semakin asri dengan air terjun, air mancur dan berbagai tanaman hias. Maklum, stan Disbun pada Pameran Abdi Persada tahun 2005 lalu, menjadi Juara Pertama Sebagai Stan Terbaik.(pur)
Kebun Sawit Terbakar
Selasa, 15 Agustus 2006 00:46:29
Kotabaru, BPost - Ratusan hektare (Ha) kebun kelapa sawit milik PT Bumi Raya Investindo (PT BRI) di Desa Tegal Rejo, Kecamatan Pulau Laut Barat, Kabupaten Kotabaru, terbakar dalam beberapa pekan terakhir.
Perkebunan kelapa sawit yang ditanam beberapa tahun lalu dan mulai menghasilkan tandan buah segar(TBS) kini berubah menjadi hamparan sawit yang mengering dan gosong akibat terbakar.
"Waktu itu kebetulan saya lewat lokasi tersebut melihat sawit terbakar, dan kebakaran tidak hanya terjadi sekali tetapi beberapa kali," kata Camat Pulau Laut Selatan, Said Rijani SSos, kemarin.
Kebakaran perkebunan kelapa sawit di Lontar, bukan hanya terjadi pada tahun ini saja melainkan pernah terjadi sebelumnya, dan areal perkebunan yang mengering juga mencapai ratusan hektare. Meskipun masih dapat tumbuh kelapa sawit yang telah terbakar, namun pertumbuhannya akan lambat dan dapat mempengaruhi kualitas TBS.
Warga berharap, pihak perusahaan mengantisipasi terjadinya musibah kebakaran dengan melakukan pembersihan semak belukar dan rumput ilalang di sekitar pohon dan perkebunan seperti beberapa perkebunan kelapa sawit milik perusahaan lain di Kotabaru serta menyediakan armada pemadam.
Jika musibah tersebut tidak menjadi pelajaran agar tidak terulang kembali, kerugian bukan hanya diderita oleh pihak perusahaan tetapi juga akan dirasakan oleh masyarakat setempat, khususnya petani peserta plasma.
Karena perkebunan kelapa sawit bukan murni milik perusahaan PT BRI, tetapi sebagiannya adalah kebun kelapa sawit milik warga Desa Sebanti, Lontar, Kampung Baru, Tanjung Playar, Tanjung Sungkai, khususnya yang menjadi anggota Kreidit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA).
Sementara itu, kebakaran bukan hanya terjadi di Tegal Rejo km 122, musibah yang sama juga menimpa masyarakat setempat kebun buah dan tanaman keras lainnya juga turut terbakar dan kebakaran masih akan mengancam daerah tersebut terlebih lingkungan di sekitar lokasi areal Hutan Tanaman Industri (HTI) terjadi aksi tebang potong di sepanjang jalan menuju Pulau Laut Selatan.
Masyarakat berharap, pihak perusahaan dapat menyediakan alat pemadam kebakaran serta pemerintah khususnya Dinas Kehutanan dan Kelautan Kotabaru dapat membantu permasalahan warga setempat. ant
Kotabaru, BPost - Ratusan hektare (Ha) kebun kelapa sawit milik PT Bumi Raya Investindo (PT BRI) di Desa Tegal Rejo, Kecamatan Pulau Laut Barat, Kabupaten Kotabaru, terbakar dalam beberapa pekan terakhir.
Perkebunan kelapa sawit yang ditanam beberapa tahun lalu dan mulai menghasilkan tandan buah segar(TBS) kini berubah menjadi hamparan sawit yang mengering dan gosong akibat terbakar.
"Waktu itu kebetulan saya lewat lokasi tersebut melihat sawit terbakar, dan kebakaran tidak hanya terjadi sekali tetapi beberapa kali," kata Camat Pulau Laut Selatan, Said Rijani SSos, kemarin.
Kebakaran perkebunan kelapa sawit di Lontar, bukan hanya terjadi pada tahun ini saja melainkan pernah terjadi sebelumnya, dan areal perkebunan yang mengering juga mencapai ratusan hektare. Meskipun masih dapat tumbuh kelapa sawit yang telah terbakar, namun pertumbuhannya akan lambat dan dapat mempengaruhi kualitas TBS.
Warga berharap, pihak perusahaan mengantisipasi terjadinya musibah kebakaran dengan melakukan pembersihan semak belukar dan rumput ilalang di sekitar pohon dan perkebunan seperti beberapa perkebunan kelapa sawit milik perusahaan lain di Kotabaru serta menyediakan armada pemadam.
Jika musibah tersebut tidak menjadi pelajaran agar tidak terulang kembali, kerugian bukan hanya diderita oleh pihak perusahaan tetapi juga akan dirasakan oleh masyarakat setempat, khususnya petani peserta plasma.
Karena perkebunan kelapa sawit bukan murni milik perusahaan PT BRI, tetapi sebagiannya adalah kebun kelapa sawit milik warga Desa Sebanti, Lontar, Kampung Baru, Tanjung Playar, Tanjung Sungkai, khususnya yang menjadi anggota Kreidit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA).
Sementara itu, kebakaran bukan hanya terjadi di Tegal Rejo km 122, musibah yang sama juga menimpa masyarakat setempat kebun buah dan tanaman keras lainnya juga turut terbakar dan kebakaran masih akan mengancam daerah tersebut terlebih lingkungan di sekitar lokasi areal Hutan Tanaman Industri (HTI) terjadi aksi tebang potong di sepanjang jalan menuju Pulau Laut Selatan.
Masyarakat berharap, pihak perusahaan dapat menyediakan alat pemadam kebakaran serta pemerintah khususnya Dinas Kehutanan dan Kelautan Kotabaru dapat membantu permasalahan warga setempat. ant
Monday, August 07, 2006
Limbah Sawit Bernilai Ekonomi
Kompas; Sabtu, 05 Agustus 2006
Gerai milik Balai Budidaya Air Tawar Jambi pada Kamis (4/8) tidak banyak didatangi pengunjung Jakarta Seafood & Indonesian Aquaculture Expo 2006. Itu dimaklumi, sebab bagian depan gerai itu hanya ditampilkan ikan patin jambal yang terisi dalam aquarium. Gerakan ikan itu agak monoton, sehingga kurang menarik pengunjung.
Sebaliknya, tidak jauh lokasi itu ada gerai beragam jenis ikan kerapu dan ikan hias lainnya. Ikan-ikan itu bukan hanya memiliki warna kulit yang indah, tapi gerakannya beraneka macam, sehingga mampu menyedot banyak pengunjung.
Kendati demikian, ada yang unik dari Balai Budidaya Air Tawar Jambi dalam pameran produk perikanan kali ini. Di pameran itu, balai tersebut menampilkan produk terbaru bernama magot.
Proses pembuatan magot, menurut Kepala Balai Budidaya Air Tawar Jambi Supriyadi, berawal dari limbah (bungkil) kelapa sawit yang dibasahi air, kemudian disimpan di dalam kaleng besar dan terbuka selama tiga sampai empat hari. Saat itu, datanglah serangga buah ke dalam kaleng, dan bertelur.
Selang dua sampai tiga pekan berikutnya telur serangga tersebut memproduksi belatung (magot). Magot itu nantinya dikeringkan, dan digiling menjadi tepung. "Tepung magot ini dapat menjadi pengganti tepung ikan sebagai bahan baku pembuatan pakan. Kadar protein yang terkandung dalam tepung magot sebesar 40 persen," kata Supriyadi.
Sebuah keprihatinan
Motivasi memproduksi magot dilatarbelakangi keprihatinan terhadap kondisi pakan nasional. Maklum, hingga kini Indonesia masih mengimpor tepung ikan untuk bahan baku pakan.
Volume impor tepung ikan rata-rata 32.000 ton per bulan atau 384.000 per tahun. Itu meliputi untuk pakan ternak 60 persen dan 40 persen diolah menjadi pakan ikan. Tepung ikan impor menguasai 80 persen dari total kebutuhan pakan nasional.
Pilihan impor itu karena tepung ikan lokal umumnya diambil dari ikan yang sudah busuk, lalu dikeringkan, dan diolah menjadi tepung. Pakan berbahan baku seperti itu tak diminati udang vaname. Harga pun rata-rata di atas 1,2 dollar AS per kilogram.
Sebaliknya, pakan yang diimpor dari Peru, misalnya, bahan bakunya berasal dari ikan teri dan ikan kembung yang berkualitas tinggi. Produksi kedua jenis ikan itu di negara tersebut mencapai 17,5 juta ton per tahun. Sebagian besar di antaranya diolah menjadi tepung ikan, lalu diekspor ke negara produsen udang, termasuk Indonesia.
Kini, harga tepung ikan di pasar dunia rata-rata 1.500 dollar AS per ton. Padahal, tiga bulan lalu hanya 600 dollar AS per ton. Kenaikan harga tersebut dipicu kebijakan pemerintah Peru yang membatasi volume penangkapan ikan kembung.
Peru adalah negara produsen tepung ikan terbesar di dunia, yakni 57 persen dari total kebutuhan tepung ikan dunia sebanyak 6,2 juta ton. Setelah itu, disusul Chili sebanyak 25 persen, lalu sisanya 18 persen diproduksi Denmark, Norwegia dan Iceland.
Kebutuhan pakan udang di Indonesia rata-rata 300.000 ton per tahun. Meliputi tambak intensif 250.000 ton dan tambak yang semi-intensif 75.000 ton.
Kenyataan itu menjadi keprihatinan Balai Budidaya Air Tawar Jambi.
Maka, mulai awal tahun 2005, balai tersebut bekerjasama dengan pemerintah Perancis melakukan penelitian tentang bahan baku pengganti tepung ikan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor.
"Limbah kelapa sawit memenuhi syarat, sebab mampu menghasilkan belatung. Dari beberapa kali uji coba ternyata memberi hasil yang bagus. Ini yang membuat kami semakin bersemangat melakukan pengembangan," jelas Supriyadi.
Keunggulan lain adalah pengolahan limbah kelapa sawit menjadi bahan baku pakan juga tak membutuhkan teknologi tinggi, dan dapat dikerjakan masyarakat desa. Limbah kelapa sawit pun tidak sulit diperoleh, sebab industri kelapa sawit beroperasi di hampir semua provinsi di Pulau Kalimantan, dan Sumatera.
Di Provinsi Jambi, misalnya, volume produksi limbah kelapa sawit rata-rata 50 ton per hari atau 1.500 ton per bulan. Selama ini, komoditas itu dianggap sampah, sehingga tidak pernah dimanfaatkan.
Untuk itu, masyarakat desa akan didorong untuk menggeluti usaha pengolahan limbah kelapa sawit menjadi pakan. Tujuannya, untuk peningkatan pendapatan. Harga tepung belatung di tingkat produsen rata-rata Rp 1.500 per kilogram.
"Dalam waktu dekat kami akan kembangkan usaha pengolahan limbah kelapa sawit dengan melibatkan masyarakat lokal. Kami ingin ada sumber pendapatan baru bagi masyarakat desa," jelas Supriyadi.
Saat ini harga tepung ikan impor rata-rata Rp 135.000 per kilogram. Sebaliknya, harga tepung belatung (magot) hanya Rp 1.500 per kilogram. Itu berarti, terjadi penghematan sebesar Rp 133.500 per kilogram.
Apabila biaya bahan baku pakan makin murah, otomatis harga pakan menjadi lebih rendah. Itu berarti, harga produk perikanan Indonesia di pasar dunia pun bisa ditekan menjadi lebih murah, sehingga bisa bersaing dengan produk perikanan dari negara lain.
"Jika harga produk perikanan mampu ditekan lebih murah, lalu kualitas produk tetap terjaga, maka saya yakin produk perikanan Indonesia dapat ditekan menjadi lebih murah di pasar dunia. Peluang tersebut harus kita rebut," ujar pengamat perikanan Herman Khaerun.
Kendati demikian, menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Made L Nurdjana, pakan berbahan baku limbah kelapa sawit hanya bisa dikomsumsi ikan air tawar, seperti ikan patin dan ikan nila. Sebaliknya, perikanan air laut, seperti udang hanya cocok dengan pakan berbahan baku tepung ikan.
Bagi Made, penemuan limbah kelapa sawit menjadi bahan baku pakan merupakan sebuah prestasi besar yang harus diberi penghargaan. Alaxs sebagian kebutuhan pakan nasional dapat terpenuhi dari
Gerai milik Balai Budidaya Air Tawar Jambi pada Kamis (4/8) tidak banyak didatangi pengunjung Jakarta Seafood & Indonesian Aquaculture Expo 2006. Itu dimaklumi, sebab bagian depan gerai itu hanya ditampilkan ikan patin jambal yang terisi dalam aquarium. Gerakan ikan itu agak monoton, sehingga kurang menarik pengunjung.
Sebaliknya, tidak jauh lokasi itu ada gerai beragam jenis ikan kerapu dan ikan hias lainnya. Ikan-ikan itu bukan hanya memiliki warna kulit yang indah, tapi gerakannya beraneka macam, sehingga mampu menyedot banyak pengunjung.
Kendati demikian, ada yang unik dari Balai Budidaya Air Tawar Jambi dalam pameran produk perikanan kali ini. Di pameran itu, balai tersebut menampilkan produk terbaru bernama magot.
Proses pembuatan magot, menurut Kepala Balai Budidaya Air Tawar Jambi Supriyadi, berawal dari limbah (bungkil) kelapa sawit yang dibasahi air, kemudian disimpan di dalam kaleng besar dan terbuka selama tiga sampai empat hari. Saat itu, datanglah serangga buah ke dalam kaleng, dan bertelur.
Selang dua sampai tiga pekan berikutnya telur serangga tersebut memproduksi belatung (magot). Magot itu nantinya dikeringkan, dan digiling menjadi tepung. "Tepung magot ini dapat menjadi pengganti tepung ikan sebagai bahan baku pembuatan pakan. Kadar protein yang terkandung dalam tepung magot sebesar 40 persen," kata Supriyadi.
Sebuah keprihatinan
Motivasi memproduksi magot dilatarbelakangi keprihatinan terhadap kondisi pakan nasional. Maklum, hingga kini Indonesia masih mengimpor tepung ikan untuk bahan baku pakan.
Volume impor tepung ikan rata-rata 32.000 ton per bulan atau 384.000 per tahun. Itu meliputi untuk pakan ternak 60 persen dan 40 persen diolah menjadi pakan ikan. Tepung ikan impor menguasai 80 persen dari total kebutuhan pakan nasional.
Pilihan impor itu karena tepung ikan lokal umumnya diambil dari ikan yang sudah busuk, lalu dikeringkan, dan diolah menjadi tepung. Pakan berbahan baku seperti itu tak diminati udang vaname. Harga pun rata-rata di atas 1,2 dollar AS per kilogram.
Sebaliknya, pakan yang diimpor dari Peru, misalnya, bahan bakunya berasal dari ikan teri dan ikan kembung yang berkualitas tinggi. Produksi kedua jenis ikan itu di negara tersebut mencapai 17,5 juta ton per tahun. Sebagian besar di antaranya diolah menjadi tepung ikan, lalu diekspor ke negara produsen udang, termasuk Indonesia.
Kini, harga tepung ikan di pasar dunia rata-rata 1.500 dollar AS per ton. Padahal, tiga bulan lalu hanya 600 dollar AS per ton. Kenaikan harga tersebut dipicu kebijakan pemerintah Peru yang membatasi volume penangkapan ikan kembung.
Peru adalah negara produsen tepung ikan terbesar di dunia, yakni 57 persen dari total kebutuhan tepung ikan dunia sebanyak 6,2 juta ton. Setelah itu, disusul Chili sebanyak 25 persen, lalu sisanya 18 persen diproduksi Denmark, Norwegia dan Iceland.
Kebutuhan pakan udang di Indonesia rata-rata 300.000 ton per tahun. Meliputi tambak intensif 250.000 ton dan tambak yang semi-intensif 75.000 ton.
Kenyataan itu menjadi keprihatinan Balai Budidaya Air Tawar Jambi.
Maka, mulai awal tahun 2005, balai tersebut bekerjasama dengan pemerintah Perancis melakukan penelitian tentang bahan baku pengganti tepung ikan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor.
"Limbah kelapa sawit memenuhi syarat, sebab mampu menghasilkan belatung. Dari beberapa kali uji coba ternyata memberi hasil yang bagus. Ini yang membuat kami semakin bersemangat melakukan pengembangan," jelas Supriyadi.
Keunggulan lain adalah pengolahan limbah kelapa sawit menjadi bahan baku pakan juga tak membutuhkan teknologi tinggi, dan dapat dikerjakan masyarakat desa. Limbah kelapa sawit pun tidak sulit diperoleh, sebab industri kelapa sawit beroperasi di hampir semua provinsi di Pulau Kalimantan, dan Sumatera.
Di Provinsi Jambi, misalnya, volume produksi limbah kelapa sawit rata-rata 50 ton per hari atau 1.500 ton per bulan. Selama ini, komoditas itu dianggap sampah, sehingga tidak pernah dimanfaatkan.
Untuk itu, masyarakat desa akan didorong untuk menggeluti usaha pengolahan limbah kelapa sawit menjadi pakan. Tujuannya, untuk peningkatan pendapatan. Harga tepung belatung di tingkat produsen rata-rata Rp 1.500 per kilogram.
"Dalam waktu dekat kami akan kembangkan usaha pengolahan limbah kelapa sawit dengan melibatkan masyarakat lokal. Kami ingin ada sumber pendapatan baru bagi masyarakat desa," jelas Supriyadi.
Saat ini harga tepung ikan impor rata-rata Rp 135.000 per kilogram. Sebaliknya, harga tepung belatung (magot) hanya Rp 1.500 per kilogram. Itu berarti, terjadi penghematan sebesar Rp 133.500 per kilogram.
Apabila biaya bahan baku pakan makin murah, otomatis harga pakan menjadi lebih rendah. Itu berarti, harga produk perikanan Indonesia di pasar dunia pun bisa ditekan menjadi lebih murah, sehingga bisa bersaing dengan produk perikanan dari negara lain.
"Jika harga produk perikanan mampu ditekan lebih murah, lalu kualitas produk tetap terjaga, maka saya yakin produk perikanan Indonesia dapat ditekan menjadi lebih murah di pasar dunia. Peluang tersebut harus kita rebut," ujar pengamat perikanan Herman Khaerun.
Kendati demikian, menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Made L Nurdjana, pakan berbahan baku limbah kelapa sawit hanya bisa dikomsumsi ikan air tawar, seperti ikan patin dan ikan nila. Sebaliknya, perikanan air laut, seperti udang hanya cocok dengan pakan berbahan baku tepung ikan.
Bagi Made, penemuan limbah kelapa sawit menjadi bahan baku pakan merupakan sebuah prestasi besar yang harus diberi penghargaan. Alaxs sebagian kebutuhan pakan nasional dapat terpenuhi dari
Tuesday, August 01, 2006
Kelapa Sawit Plasma Makin Meluas
Radar Banjarmasin
Senin, 31 Juli 2006
Nizar: Tahun ini Dikembangkan 1.800 hektare
PELAIHARI,- Dari tahun ketahun, luas areal perkebunan kelapa sawit di wilayah Tanah Laut sepertinya akan terus bertambah. Tidak hanya oleh perkebunan besar swasta, tapi juga pengembangan kebun plasma dengan dukungan permodalan dari pemerintah.
Menurut Keterangan Kadis Perkebunan Ir H Ahmad Nizar MSi, pengembangan kebun plasma di bumi tuntung pandang, direncanakan seluas 1.800 hektare.
“Terdiri dari 1.500 hektare di lahan eks plasma tebu dan 300 hektare di luar eks plasma tebu,” terang Nizar ketika ditemui wartawan koran ini beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut ia merinci lokasi pengembangan kelapa sawit plasma (milik rakyat, Red) ditahun 2006 ini, yakni di Desa Tanjung, Tebing Siring dan Pulau Sari, masing-masing daerah eks plasma ini mendapat bantuan untuk penanaman kelapa sawit seluas 500 hektare. Kemudian di Desa Asri Mulya Kecamatan Jorong, seluas 300 hektare ditempatkan di sekitar perkebunan besar swasta.
“Pendanaannya, didukung dari APBN, APBD Kalsel dan Tala,” terangnya.
Sokongan dana dari APBN, didapat dari direktorat jenderal pengelolaan lahan dan air departemen pertanian, sebesar Rp1,646 miliar. Namun dana ini dibagi lagi untuk pembuatan jalan usaha tani, jembatan dan sumur bor.
“Kemudian dari APBD Tala sebesar Rp1,2 miliar untuk saprodi dan pemerintah provinsi membantu pengembangan 300 hektare,” tambahnya.
Lebih lanjut Nizar menjelaskan, untuk pengembangan kebun plasma di daerah Jorong dan Kintap, pihaknya menargetkan pada tahun-tahun mendatang, akan terealisasi 10.000 hektare.
Hal ini menurut Nizar sesuai dengan keinginan gubernur Kalsel, untuk membuat kawasan etalase di sepanjang jalan dari Jilatan hingga Sungai Danau. Artinya, disepanjang jalan itu, ditanami kelapa sawit dan komoditi perkebunan lainnya.
“Tahun pertama pengembangan akan didanai dari sharing APBN dan APBD,” terangnya.
Kemudian tahun kedua dan seterusnya, diharapkan perkebunan besar swasta lebih berperan, untuk membina masyarakat disekitarnya dan bekerjasama untuk membuat kebun plasma.
“Mengingat di kedua kecamatan ini cukup banyak PBS,” tambahnya.
Apalagi saat ini, menurut Nizar sudah ada perusahaan yang mulai membuka kebun plasma, yakni PT Pola Kahuripan Inti Sawit seluas 350 hektare. (dok)
Senin, 31 Juli 2006
Nizar: Tahun ini Dikembangkan 1.800 hektare
PELAIHARI,- Dari tahun ketahun, luas areal perkebunan kelapa sawit di wilayah Tanah Laut sepertinya akan terus bertambah. Tidak hanya oleh perkebunan besar swasta, tapi juga pengembangan kebun plasma dengan dukungan permodalan dari pemerintah.
Menurut Keterangan Kadis Perkebunan Ir H Ahmad Nizar MSi, pengembangan kebun plasma di bumi tuntung pandang, direncanakan seluas 1.800 hektare.
“Terdiri dari 1.500 hektare di lahan eks plasma tebu dan 300 hektare di luar eks plasma tebu,” terang Nizar ketika ditemui wartawan koran ini beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut ia merinci lokasi pengembangan kelapa sawit plasma (milik rakyat, Red) ditahun 2006 ini, yakni di Desa Tanjung, Tebing Siring dan Pulau Sari, masing-masing daerah eks plasma ini mendapat bantuan untuk penanaman kelapa sawit seluas 500 hektare. Kemudian di Desa Asri Mulya Kecamatan Jorong, seluas 300 hektare ditempatkan di sekitar perkebunan besar swasta.
“Pendanaannya, didukung dari APBN, APBD Kalsel dan Tala,” terangnya.
Sokongan dana dari APBN, didapat dari direktorat jenderal pengelolaan lahan dan air departemen pertanian, sebesar Rp1,646 miliar. Namun dana ini dibagi lagi untuk pembuatan jalan usaha tani, jembatan dan sumur bor.
“Kemudian dari APBD Tala sebesar Rp1,2 miliar untuk saprodi dan pemerintah provinsi membantu pengembangan 300 hektare,” tambahnya.
Lebih lanjut Nizar menjelaskan, untuk pengembangan kebun plasma di daerah Jorong dan Kintap, pihaknya menargetkan pada tahun-tahun mendatang, akan terealisasi 10.000 hektare.
Hal ini menurut Nizar sesuai dengan keinginan gubernur Kalsel, untuk membuat kawasan etalase di sepanjang jalan dari Jilatan hingga Sungai Danau. Artinya, disepanjang jalan itu, ditanami kelapa sawit dan komoditi perkebunan lainnya.
“Tahun pertama pengembangan akan didanai dari sharing APBN dan APBD,” terangnya.
Kemudian tahun kedua dan seterusnya, diharapkan perkebunan besar swasta lebih berperan, untuk membina masyarakat disekitarnya dan bekerjasama untuk membuat kebun plasma.
“Mengingat di kedua kecamatan ini cukup banyak PBS,” tambahnya.
Apalagi saat ini, menurut Nizar sudah ada perusahaan yang mulai membuka kebun plasma, yakni PT Pola Kahuripan Inti Sawit seluas 350 hektare. (dok)
Subscribe to:
Posts (Atom)