Kamis, 16 April 2009
KANDANGAN,- KANDANGAN – Ada penolakan sawit dari sedikit warga di Negara. Langsung disikapi serius oleh Dinas Kehutahanan dan Perkebunan. Selasa tadi, Dishutbun memfasilitasi jumpa pers antara PT SAM (subur agro makmur) dengan para wartawan. Tempatnya, dalam ruang kerja Kadishut Udi Prasetyo.
Dalam kesempatan itu, Pemkab HSS melalui Kadishutbun menjelaskan terkait kebijakan makro pemerintah daerah dilakukan di sana.
Menurut Kadishut, latar belakang dipilihnya kawasan Negara untuk pengembangan kelapa sawit adalah karena kondisi lahan di sana yang marginal dalam artian tidak di manfaatkan. Penggarapan lahan tersebut agar bermanfaat bagi masyarakat tentunya memerlukan dana yang tidak sedikit. Pemkab, sebutnya tidak mampu. Sehingga dari situlah ditawarkan kepada insvestor. Ternyata ada yang menyambutnya.
Harapan dari masuknya insvestor. Tentu untuk meningkatkan lahan. Dan tentunya untuk kesejahteraan masyarakat di sana. Pemkab HSS pun akhirnya memberikan kesempatan kepada insvestor itu untuk menggarapnya. “Secara prinsip sudah, masalah perizinan juga dipenuhi termasuk amdalnya,” kata Udi dalam kesempatan itu.
Dalam aturan bidang pertanian. Tak hanya perusahaan yang mendapat keuntungan. Masyarakat juga dilibatkan dengan sistem plasma. Biasanya sebanyak 20 persen dari luasan kebun. “Yang 20 persen itu, perusahaan (bergerak bidang perkebunan, red) se Indonesia pasti tahu. Dan wajib mematuhi,” katanya.
Menurut Udi Prasetyo, yang juga didampingi Kabid Budidaya Dishutbun Syaiful Bahri, sampai kini yang mengajukan permohonan untuk plasma sudah mencapai 3.000 KK dengan luasan lahan 6 ribu hektare. “Pemkab tidak mau ada perusahaan tapi membuat masyarakat diabaikan. Harapan pemkab HSS perusahaan jalan dan masyarakat jalan,” katanya.
Jumpa pers itu juga dihadiri Kabag Humas Maksum Nafarin, Camat Daha Utara Bahteransyah, Sekcam Daha Barat Kamidi dan perwakilan dari Kecamatan Daha Selatan. Lalu perwakilan perusahan PT SAM. (why)
>>>Utama:
Foto>>> CAMAT – Plt Camat Daha Barat Kamidi, Camat Daha Utara Bahteransyah dan perwakilan perusahaan.
Pembongkaran Jembatan Diketahui Camat
KANDANGAN – Terkait pembongkaran jembatan menuju Desa Bajayau Daha Barat menurut Pimpro PT SAM Laksono Budiyanto untuk memudahkan masuknya alat eksavator. Lantara alat berat tersebut dianggkut menggunakan ponton (sejenis kapal pengangkut, red).
“Jembatan yang dilewati terpaksa harus dibongkar. Dan itu sudah sepengetahuan pemerintah setempat,” katanya. Lalu jembatan tersebut akan diganti yang lebih mamadai. Sehingga itu juga sebagai jalan masuk menuju perkebunan.
Pengerjaan jembatan itu. Sudah ditunjuk kepada kontraktor lokal. Belum dibangunnya jembatan tersebut lantaran kontraktor menunggu muka air surut.
Terkait pembongkaran jembatan yang tidak sepengetahuan Camat setempat dibantah. Plt Camat Daha Barat Kamidi menegaskan bahwa pembongkaran itu memang sepengetahuan pihak kecamatan. “Bahkan RAB jembatan tersebut kami juga mempunyai,” sebut Kamidi.
Menurut Kamidi, pada umumnya masyarakat Daha Barat mendukung adanya perkebunan sawit. “Tapi memang tidak menutup mata satu dua orang yang menolak,” sebut Camat berkacama ini.
Sementara itu, Bupati HM Safi’i kepada sejumlah wartawan baru-baru tadi menegaskan bahwa kebijakan pemerintah daerah sektor perkebunan utamanya perkebunan sawit di Negara adalah melihat kondisi riil di lapangan.
Menurut Bupati, untuk mencari nilai tambah di kawasan tersebut. Harus diciptakan adanya perkebunan sawit. Ternyata ini direspon oleh perusahaan. Bupati optimis, bila semua dapat berjalan baik. Maka kawasan Negara akan mengalami pertumbuhan. Hal lain tentunya, bakal menciptakan peluang kerja yang luas bagi masyarakat. “Setelah kejayaan industri kayu berhenti. Masyarakat Negara banyak yang menganggur,” sebut Bupati yang juga asli warga Negara kepada sejumlah wartawan. (why)
Foto>>>Pimpro PT SAM Laksono Budiyanto
Serap Pekerja, Janjikan Tali Asih
Sementara itu, dari PT SAM yang menghadirkan pimpinan proyek Laksono Budiyanto mengatakan bahwa dari 21 ribu yang diusulkan, yang disetujui untu pengembangan sawit hanya 19.159 hektare.
Tanaman kepala sawit sebutnya, perlu kesuburan dan bukan tanaman air. Faktanya di Negara adalah kawasan berair. Pada musim tertentu tergenang akibat limpasan sungai Negara. “Bukan lahan rawa, tapi lahan yang kami garap adalah lahan limpasan dari Sungai Negara,” kata Laksono.
Perusahaan mereka, sebutnya dengan perhitungan bisnis. Akhirnya mencoba untuk menerapkan aplikasi teknologi kebun sawit di daerah itu. Biasanya, selama ini PT SAM (Astra Group) berkebun pada lahan-lahan mineral.
Membuktikan komitmen. Mulai Agustus 2008 PT SAM sudah melakukan operasional. Sekitar 36 eksavator diturunkan untuk melakukan pembuatan kanal. “Karena bukan tanaman air. Jadinya kami melakukan kanalisasi. Sehingga ketika musim hujan tidak kebanjiran. Lalu musim kemarau tersedia air. Bahasa teknisnya mengelola tata airnya dulu,” sebutnya.
Nah, saat penggarapan kanal inilah mulai muncul kendala teknis. Menurut Laksono, ada lahan yang ternyata bukan lahan kosong tanpa peradaban. Tapi dimiliki masyarakat, yakni perladangan atau pertanian. Laksono juga mengakui mereka tidak maksimal sosisaliasi dan silaturahmi dengan masyarakat. Mungkin pula saat acara sosialisasi ada yang tidak hadir. Lalu yang hadir tidak paham dan enggan bertanya.
Persoalan inilah yang akan dipecahkan mereka. Perusahaan siap memberikan kompensasi sesuai perhitungan bisnis. Lalu ada kerjasama berupa plasma dan fasilitasi modal lainnya. “Kami datang ke sana bukan bisnis murni. Tapi untuk berpartisipasi dalam pembangunan,” janjinya.
Bahkan, bisnis perkebunan ini juga jangka panjang. Sekitar 30 tahunan ke depan. Jumlah tenaga kerja yang dapat direkrut mencapai 17 ribu orang. Tentunya, ini dipriotaskan bagi masyarakat setempat. “300 orang yang menolak. Dibalik itu ada ribuan orang yang mengharapkan kami,” ungkapnya.